Selasa, 07 Juni 2016

[Cerbung] Future Dad - Episode 8 END


Episode Sebelumnya : Confession

The Shine Future

* * * 

Dokter Daryan pergi meninggalkan Daryan sendirian di pantai tepat jam 12 malam. Ya, dia telah melepaskan Daryan dengan benar. Dokter Daryan masih tak tahu jika Daryan adalah seorang time traveler.

----------------------

Dokter Daryan sampai di rumah jam 12.30 malam dan dia bertemu dengan istrinya di dalam rumah. Dia pun langsung memeluk istrinya.

"Maaf, sayang. Apa kamu lama nunggu?"

"Iya, saya lama nunggunya. Aku tuh harus jaga malam karena 24 jam pasien udah pada menumpuk."

"Oh ya? Di RS-ku juga," kata Dokter Daryan sambil mempererat pelukan istrinya.

"Ah, sudah dong, Mas. Kita harus berangkat nih."

"Iya, Sayang. Iya."

"Terus Hanif, kita titip di mana?"

"Hmm, ke orang tuaku saja. Mereka 'kan bisa menjaganya dengan baik." Dokter Daryan meyakinkan.

"Oke, kita langsung ambil Hanif dan membawanya ke sana."

Istri Dokter Daryan pun bersiap untuk pergi dan membawa Hanif ke orang tua Dokter Daryan.

-------------------------

Daryan tak tahu lagi harus tinggal di mana. Karena sudah jam 12 malam, Daryan tak punya pilihan lagi selain harus tidur bersama para pengemis yang juga tidur di terminal bus. Daryan pun tidur tanpa alas apapun dan tas kopernya dijadikan bantal kepala.

-------------------------

Dokter Daryan dan istrinya membawa Hanif untuk dititipkan kepada orang tuanya

"Ayah, tolong jaga Hanif baik-baik. Jika dia nangis, itu berarti dia lapar atau haus. Buatkan dia susu jika nangis. Besok kami akan pulang karena kami harus jaga malam di RS," ujar Dokter Daryan memohon.

"Iya, Nak. Kami akan selalu jaga Hanif," ucap orang tuanya meyakinkan.

"Baiklah, kami pergi dulu." Kemudian disusul dengan salaman orang tua.

"Iya, Nak. Hati-hati."

Dokter Daryan dan istrinya langsung pergi ke RS masing-masing untuk melakukan jaga malam. Dokter Daryan akhirnya tak mempedulikan lagi masalah Daryan karena dia sudah terlanjur membencinya.

Setelah mengantar istrinya ke RS Awal Bros, Dokter Daryan pun langsung menancap gas mobilnya menuju RS Siloam. Tepat jam 1 malam, Dokter Daryan pun sampai di RS Siloam dan disambut oleh temannya yang juga mendapat tugas jaga malam.

"Halo, Bro! Kamu dapat jaga malam juga?" ucap Dokter Daryan kemudian memeluk temannya.

"Iya nih, Bro. Banyak pasien gawat darurat, itupun tengah malam. Kamu dapat jaga malam di VIP, bukan?"

"Iya, dong. Semoga sukses yah," seru Dokter Daryan kemudian melepaskan pelukannya kembali.

"Iya, Bro. Kalau begitu, saya langsung ke kamar Mawar dulu, ada pasien yang harus kuurus."

"Baik."

Setelah itu, Dokter Daryan mendapat kamar VIP Cendana untuk melakukan tugas jaga malamnya. Sesampainya di sana, terdapat seorang pasien yang memakai alat bantu nafas sedang tergolek lemah di tempat tidur. Dokter Daryan pun langsung mengecek keadaan pasien ini, dan hasilnya ternyata baik-baik saja. Lalu, Dokter Daryan menjaga pasien ini untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu.

-----------------------

Setelah kurang lebih 1 jam 30 menit, Dokter Daryan mendapat telepon di ponselnya. Dia mengeluh kenapa ada telepon di tengah malam seperti ini? Mau tak mau, Dokter Daryan pun mengangkat telepon itu, dan ternyata itu dari Ayahnya. Kenapa Ayahnya menelepon? Apakah terjadi sesuatu pada Hanif?

"Halo, Ayah? Kenapa menelepon?"

"Itu, si Hanif."

"Hanif kenapa, Yah?"

"Dia terkena demam tinggi. Dia nangis-nangis terus sedari tadi. Dan Ayah cek suhu tubuhnya, ternyata demamnya tinggi sekali. Hanif sakit, Nak," kata Ayahnya panik di telepon.

"Hah? Kok bisa sih, Yah?" Dokter Daryan juga ikut terkejut.

"Tak tahu, Nak. Ayah juga sudah kasih tahu istrimu kalau Hanif sakit. Bagaimana ini? Padahal tidak ada puskesmas dekat-dekat sini."

"Begini saja. Ayah dan Ibu bawa Hanif ke RS Siloam, biar saya yang rawat Hanif. Tenang saja, Yah. Karena Ayahnya adalah seorang dokter," kata Dokter Daryan meyakinkan.

"Baik, Nak. Ayah akan bawa Hanif secepatnya ke sana."

Dengan sigap, Ayah dan Ibu Dokter Daryan membawa Hanif ke RS Siloam. Sementara Dokter Daryan berlari panik dan menghampiri temannya untuk bergantian jaga malam di VIP Cendana.

"Bro, kau harus jaga kamar VIP Cendana. Tolong, saya dalam keadaan darurat," seru Dokter Daryan dengan tergesa-gesa.

"Kenapa, sih? Kan tugasmu di situ."

"Minta tolong gantian saja, karena anakku sakit. Anakku terkena demam. Tolong, yah."

"Hmm, boleh. Kita gantian saja."

Dokter Daryan pun lanjut lari menuju UGD. Sementara orang tuanya sudah hampir sampai di RS Siloam, mereka masih di perjalanan.

Sesampainya di UGD, Dokter Daryan tergesa-gesa meminta tolong suster.

"Oh, Dokter? Bukannya dokter harus jaga malam di kamar VIP?" tanya suster yang melihat Dokter Daryan di UGD.

"Suster, siapkan tandu berjalan dan infus. Kita akan kedatangan pasien baru."

"Siapa, Dok?"

"Seorang anak balita berumur 2 bulan yang terkena demam. Dia akan dirujuk ke sini."

Bukannya menyiapkan, para suster itu malah diam.

"Suster, apa yang kalian lakukan? Cepat siapkan!" seru Dokter Daryan diselimuti rasa panik.

Para suster pun langsung cepat-cepat menyiapkan tempat tidur berjalan dan sekotak infus untuk pasien baru yang akan datang nanti.

Dan akhirnya, Ayah dan Ibu Dokter Daryan datang membawa Hanif. Dokter Daryan langsung menyuruh suster untuk membawa tempat tidur berjalan dan membawa Hanif ke dalam UGD.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Yah? Kok Hanif bisa sakit begini?" Dokter Daryan masih diselimuti rasa panik.

"Begini, Ayah sedang membuat kopi tengah malam. Dan tiba-tiba anakmu nangis sekencang-kencangnya dan Ayah kira dia ingin susu tapi ternyata pas Ayah pegang badannya ternyata Hanif demam  tinggi. Ayah juga tak tahu kenapa Hanif bisa sakit begini. Sabar saja, Nak. Sebagai seorang dokter, kamu harus rawat Hanif. Dia anakmu, Nak."

"I--Iya, Yah."

"Kalau begitu, kami permisi karena kami harus jaga rumah."

"Iya, Yah."

Setelah orang tuanya pergi, Dokter Daryan kembali ke UGD dan memerintahkan sesuatu.

"Suster, setelah kau cek keadaan anak balita ini, cepat siapkan kamar VIP lantai 4. Untuk dokter yang akan merawatnya nanti, saya akan merawat anak balita ini."

"Tapi, kami butuh data dari anak balita ini. Kenapa orang yang bawa anak ini tiba-tiba lari, bukannya mereka harus memberikan data untuk anak ini?"

"Tak perlu."

"Lalu, Dokter mengenal anak ini? Apa Dokter sanggup membiayai anak ini?"

"Saya kenal, anak balita itu... adalah anak saya sendiri."

"Ja--jadi, ini anaknya Dokter?"

"Iya. Cepat siapkan apa yang saya suruh. Data-datanya, biar saya yang urus. Karena saya adalah Ayah dari anak ini."

"Oh, baik, Dok."

Dengan tergesa-gesa, para suster itupun melakukan perintah dari Dokter Daryan. Sementara Dokter Daryan sendiri, sedang berada di bagian administrasi untuk mengambil data dari anaknya.

"Siapa nama anak Anda, Dok?" tanya suster sambil memegang pulpen untuk menulis.

"Nama anak saya, Muh. Hanif Eka Haryanto."

"Umur?"

"Baru 2 bulan."

"Karena Dokter ingin menaruh anak Dokter ke VIP jadi biaya pengobatan, biaya administrasi, biaya kamar, dan biaya konsultasi semua ditanggung oleh Bapak."

"Saya tak peduli, yang penting anak saya di rawat di sini," ujar Dokter Daryan sambil mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan kartu kreditnya.

Setelah suster menggesek kartu kredit, suster pun memberikan kartu itu kembali kepada Dokter Daryan.

"Tapi, anak balita itu sungguh adalah anaknya Dokter?" tanya kembali suster tak percaya.

"Sudah kubilang, dia adalah anak saya."

"Dia lucu yah, Dok. Pipinya itu lho, mirip bakpao. Hihihi," ujar suster itu sambil bercanda.

"Diam kamu." Dokter Daryan menghentikan percandaan suster itu.

Setelah Hanif ditempatkan di ruang VIP, Dokter Daryan masuk ke ruangan VIP itu.

Dokter Daryan semakin sedih melihat anaknya terbaring lemah di tempat tidur dengan tangan diinfus.

"Nak, kenapa kamu harus sakit gini sih? Ayah sangat tak suka kamu sakit seperti ini. Untung kamu cepat dibawa ke sini, dan beruntung ada Ayah yang merawat kamu, Nak," ujar Dokter Daryan sambil mengelus kepala mungil anaknya.

Dokter Daryan pun melepas jas dokter warna putihnya dan menaruhnya di tubuh anaknya supaya tidak dingin. Dokter Daryan pun menadahkan kepalanya di tempat tidur dan sesaat kemudian dia pun terlelap.

---------------------

Keesokan harinya, Daryan masih terlelap di gubuk bawah kolong jembatan. Hingga akhirnya, dia pun terbangun dan merilekskan tubuhnya. Dia pun kembali membawa tas-nya untuk kembali berjalan-jalan di trotoar. Sambil berjalan-jalan, dia teringat kembali atas perpisahannya dengan Dokter Daryan pukul 12 malam.

-=Flashback=-

"Kamu tak paham juga? Ini semua adalah kebohongan. 'Kau ganteng hari ini'? Astaga... Memang aku harus bilang gitu ke kamu?" ujar Dokter Daryan yang sebal pada Daryan.

"Kau telah dibohongi selama 12 jam, tapi aku dibohongi selama 5 bulan."

"Kamu anak desa yang tak tahu apa-apa."

Kata-kata itu masih terasa di dalam benak Daryan.

-=Flashback End=-

Daryan tak punya pengharapan lagi selain mengaku pada Dokter Daryan. Apakah dia akan mengakuinya sekarang pada Dokter Daryan?

Saat Daryan berjalan di trotoar, dia pun melihat tenda yang terpasang di taman kota. Dia melihat ada pembagian makanan gratis untuk tunawisma. Sepertinya itu ide yang bagus untuk Daryan, karena dia sangat kelaparan dan belum makan juga. Dengan cepat, dia pun menghampiri tenda yang menyediakan makanan gratis untuk tunawisma. Dia mengantri dan mengambil wadah makanan untuk menaruh makanannya nanti. Para panitia pun memasang senyum ramahnya kepada para tunawisma yang kebagian makanan. Dia mendapat makanan berupa nasi, ayam goreng, sup, dan lauk pauk lainnya. Daryan bersyukur karena dia masih bisa makan, walaupun itu hanya untuk tunawisma. Daryan pun makan dengan lahap.

---------------------

Di RS Siloam, kamar VIP lantai 4, Dokter Daryan masih tidur dengan menadahkan kepalanya di samping ranjang anaknya. Hingga akhirnya dia pun terbangun. Dia masih melihat anaknya memejamkan matanya. Dokter Daryan tersenyum melihat anaknya. Dan seorang suster pun masuk di kamar itu.

"Permisi, Dok. Saya hanya ingin memberi si anak balita itu obat. Apa boleh saya yang melakukannya?"

"Eh, tak usah. Biar saya saja. Karena dia adalah anak saya. Sini, kemarikan." Dokter Daryan lalu mengambil beberapa peralatan obat untuk anaknya.

Dokter Daryan telaten merawat anaknya. Memasukkan antibiotik dan obat-obat lainnya demi kesembuhan anaknya. Tak berapa lama, obat sudah masuk di tubuh anaknya. Dokter Daryan pun mengembalikan peralatan obat pada Suster.

"Wah, cepat sekali, Dok."

"Oke, lakukan kembali tugasmu. Saya akan kembali," perintah Dokter Daryan pada Suster.

"Baik, Dok."

Dokter Daryan pun kembali menemani anaknya. Hingga tak berapa lama, istrinya datang di rumah sakit.

"Mas...," istrinya langsung menghampiri Dokter Daryan.

"Lho, Sayang? Bukannya kamu ada tugas di RS? Kenapa kamu ada di sini?"

"Aku khawatir sama Hanif. Dia gak apa-apa, kan? Mas merawatnya dengan baik, ya?" Istrinya langsung panik menanyakan keadaan anaknya.

"Iya, iya. Anak kita baik-baik saja. Kamu yang tenang. Semuanya baik-baik saja," Dokter Daryan langsung memeluk istrinya dengan penuh kasih sayang. Istrinya pun juga balik balas memeluk Dokter Daryan.

---------------------

Mereka pun mengobrol di halaman rumah sakit Siloam.

"Mas, ada apa dengan Daryan? Kenapa selama ini dia jarang kelihatan?"

"Dia--dia sudah tak pantas lagi untuk tinggal di rumah kita."

"Kenapa, Mas?"

"Dia penjahat. Dia ingin menghancurkan kita. Dia telah memakai identitas orang lain."

"Maksud Mas? Aku gak ngerti."

"Begini. Dia telah mencuri identitasku. Dia memakai nama 'Daryan Eka Haryanto' yang harusnya itu adalah nama saya. Dia sangat keterlaluan. Dia berniat ingin menjatuhkan saya. Dan itu... Itu, sangat menyakitkan buatku," kesal Dokter Daryan dengan nada lantang.

"Mas, kenapa harus tuduh Daryan sebagai penjahat? Dia sama sekali tak berbuat jahat, kok. Lagian, Mas menuduhnya tanpa bukti yang jelas."

"Sudah ada buktinya, Sayang. Nih lihat, aku sudah potret kartu pelajar si kurang ajar itu. Dia telah meniru namaku, alamat orang tuaku, bahkan tanggal lahirpun dia tiru semuanya."

Dokter Daryan pun memperlihatkan foto kartu pelajar Daryan dan kartu donor Daryan pada istrinya. Istrinya sedikit percaya dari apa yang dikatakan oleh Dokter Daryan. Hingga akhirnya, dia menemukan suatu petunjuk.

"Mas, aku lihat dari kartu pelajar Daryan memang sama dengan punya Mas. Tapi jika aku zoom, ternyata pembuatan kartu pelajar ini tahun 2015."

Sejenak, Dokter Daryan langsung kaget dengan pernyataan istrinya.

"Ma--maksudmu apa?"

"Kartu pelajar ini dibuat tanggal 25 April 2015. Dan dia bersekolah di Jakarta, sama seperti sekolah Mas. Dan jika dilihat, dia bukan penjahat."

"Apa bukti yang kamu dapatkan?"

"Kartu pelajar ini tidak dibuat pada tahun 2031. Dan kartu pelajar ini dibuat tahun 2015. Jika disimpan sampai tahun ini akan usang, sama seperti punya Mas. Tapi kartu pelajar ini masih baru. Jika pembuatannya dari tahun 2015, maka Daryan itu adalah...," sejenak istrinya berpikir dan menemukan sesuatu.

"Berarti Daryan ini adalah seorang time traveler."

"Maksudmu?"

"Dia bisa saja datang dari tahun 2015, menembus waktu ke tahun 2031. Dia mungkin adalah dirimu yang remaja."

"Ah, masa sih? Aku tak percaya hal gituan."

"Mas, apa Mas gak percaya? Dia itu penjelajah waktu. Aku ingat waktu Mas menjadi remaja. Dan aku lihat fotomu waktu dulu dan kubandingkan dengan Daryan. Hasilnya... Mirip!"

"Ja--jadi, maksud kamu itu, Daryan adalah seorang penjelajah waktu dan dia bukan penjahat?"

"Bukan, Mas."

Setelah mendengar pengakuan itu, Dokter Daryan sejenak melemaskan dirinya dan menundukkan kepalanya seraya menunduk sedih.

"Aku--aku gak percaya. Aku gak percaya. Dia penjelajah waktu rupanya." Dokter Daryan pun mulai tidak mengendalikan tubuhnya.

"Mas, sebaiknya kita harus membersihkan kesalahpahaman ini. Supaya dia juga percaya sama kita. Ya?"

"Tapi, anak kita bagaimana? Aku gak mau pergi, aku tetap ingin menjaga anak kita. Kamu jangan pergi temui dia. Ayo, kita ke kamar."

"Tapi, Mas..."

"Gak dengar? Kita urusi anak kita saja. Karena anak kita lebih penting. Jangan urusi dia lagi. Aku muak."

Akhirnya, istrinya pun menuruti apa kata Dokter Daryan.

Dokter Daryan tak percaya, jika ada penjelajah waktu di sekitarnya. Entah apa yang akan dilakukan Dokter Daryan lagi untuk membersihkan kesalahpahaman ini.

Setelah selesai makan, Daryan pun kembali melanjutkan perjalanan. Dia mengeluh akan semua ini.

"Di mana aku harus tinggal sekarang? Aku tak bisa mendapat tempat tinggal. Apa aku harus tidur di gubuk kotor itu lagi?" gumam Daryan mengeluh.

----------------------

Dokter Daryan dan istrinya sedang menjaga Hanif yang masih sakit. Dokter Daryan masih tak percaya akan penjelajah waktu dan lebih memilih mengurus anaknya.

Tiba-tiba, anaknya terbangun. Dia kelihatannya bingung, dan sedikit menangis. Dokter Daryan pun segera menenangkan Hanif.

"Oow, oow, Nak. Jangan nangis, Nak. Ayah ada di sini. Hanif di rumah sakit, cup cup sudah, Nak."

Dokter Daryan berusaha menenangkan Hanif, begitupun dengan istrinya. Tiba-tiba, ada yang bergejolak dalam hati Dokter Daryan.

"Kenapa jika Daryan pergi, aku mendapat kemalangan yang seperti ini? Haruskah aku pergi membersihkan kesalahpahaman ini?" gumam Dokter Daryan diiringi wajah murung.

----------------------

Daryan masih berjalan dengan kepala kosong. Dia tak tahu harus kemana lagi. Dia memeriksa uang yang ada dalam kantongnya, ternyata masih banyak. Sekitar 300 ribu. Hingga akhirnya, tujuan terakhir Daryan hanyalah berada di kafe yang selalu ia kunjungi.

Dia memesan Nasi Goreng Jakarta dan Es Lemon Tea. Dia jadi teringat apakah Dokter Daryan ada di sini hanya sekadar santai-santai? Namun jika ada, apakah dia akan segera mengakui semuanya?

Ternyata itu hanyalah angan-angannya Daryan saja. Dia pun melanjutkan makannya sembari mengosongkan pikiran sialnya di kepalanya.

----------------------

Dokter Daryan dan istrinya mendapatkan sebuah ide. Mereka harus mencari keberadaan Daryan dan membersihkan kesalahpahaman yang sudah Dokter Daryan perbuat.

"Sayang, karena Hanif sudah lumayan sembuh, kita bawa Hanif saja. Kita langsung hampiri Daryan. Aku tahu kok tentang penjelajah waktu. Jika aku percaya maupun tidak percaya, aku tetap ingin membersihkan kesalahpahaman yang kuperbuat."

"Iya, Mas. Kita temui Daryan dan suruh dia jujur. Kita harus tahu siapa dia sebenarnya."

"Ayo kita pergi."

----------------------

Setelah menghabiskan makanannya, Daryan pun kembali melanjutkan perjalanannya, masih dalam kepala kosong.

Setelah 1 jam berkeliling, akhirnya Daryan sudah menemukan jalan yang tepat. Yaitu bunuh diri. Ya, itu sudah jalan yang terbaik bagi Daryan untuk menyelesaikan ini semua. Dia tak perlu memberitahu Dokter Daryan ataupun mengurusi mereka lagi. Cukup bunuh diri saja sudah mapan bagi Daryan.

Akhirnya, Daryan pun menemukan sebuah mobil yang melaju kencang akan menuju tempat lampu lalu lintas. Daryan melihat lampu lalu lintas untuk pengendara sudah hijau, maka Daryan pun mulai berjalan di zebra cross dan melihat mobil melaju kencang akan menabrak dirinya. Pengemudi mobil itu sempat meng-klakson Daryan untuk diberi peringatan supaya minggir. Namun Daryan menghiraukannya, dia tetap ingin ditabrak oleh mobil itu. Mau tak mau, mobil itu melaju kencang sekali ke arah Daryan. Dia mengangkat kedua tangannya lurus, dan dia pun siap untuk ditabrak. Hingga akhirnya.... BBRRUUGGG!!!

Daryan terpental di jalanan. Dia sudah lebih dulu memejamkan matanya, namun dia tidak merasakan apa-apa. Dia membuka matanya, ternyata dia tak terluka sekalipun. Kenapa bisa begini? Siapa yang menyelamatkan Daryan?

Dia berbalik ke arah zebra cross, dan ternyata dia terbelalak kaget karena yang menyelamatkannya adalah Dokter Daryan. Dokter Daryan kini bersimbah darah dan lemah di jalanan. Dia segera menghampiri Dokter Daryan.

"Kak, kak Daryan. Kak Daryan, bangun. Kak! Kak Daryan!" seru Daryan sambil mengguncangkan tubuh Dokter Daryan.

Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa bisa Dokter Daryan menyelamatkan Daryan yang berniat bunuh diri itu?

-=Flashback=-

Ketika Dokter Daryan dan istrinya beserta Hanif bersiap untuk mencari keberadaan Daryan, Dokter Daryan memberikan lagi obat untuk Hanif dan setelah itu dia langsung menuju mobil dan menancap gas mobil-nya untuk mencari Daryan.

Sudah 1 jam mereka berkeliling mencari Daryan. Di kafe langganan, di sanggar seni, di halte bis, dan tempat-tempat yang biasa dikunjungi Daryan, tidak menemukan keberadaan Daryan. Tapi, di manakah Daryan sekarang?

Mereka sudah capek mencari Daryan. Dan hingga akhirnya, dia menemukan Daryan sedang berdiri di samping tiang lampu lalu lintas. Dokter Daryan pun menemukan Daryan. Dengan segera, dia pun memarkirkan mobilnya di tempat parkir tak jauh dari tempat Daryan sekarang. Dokter Daryan pun berlari menghampiri Daryan. Tiba-tiba, dia kaget karena Daryan menyebrang di jalan padahal sudah tertulis masih belum boleh menyebrang. Dokter Daryan berpikir kalau Daryan ingin bunuh diri. Segera, Dokter Daryan pun berlari secepat kilat untuk menyelamatkan Daryan.

"Tidak! Jangan! Daryan, itu bahaya!" Dokter Daryan langsung berlari menuju Daryan.

Namun terlambat, mobil yang melaju sangat kencang menabrak tubuh Dokter Daryan ketika menyelamatkan Daryan. Sementara Daryan sendiri terpental di jalan karena didorong oleh Dokter Daryan. Tubuh Dokter Daryan terhempas melayang hingga ketinggian 2 meter dan terjatuh kembali ke jalanan. Kini, Dokter Daryan bersimbah darah di sekujur tubuhnya.

"Mas!! Tidak!!" Istrinya berteriak melihat Dokter Daryan berada di jalanan.

Daryan pun juga ikut menghampiri Dokter Daryan.

"Mas! Bangun, Mas tidak boleh seperti ini. Mas, bangun!"

"Kak Daryan. Kak Daryan, bangun! Kak Daryan!"

-=Flashback End=-

Dokter Daryan sekarang berada di rumah sakit. Daryan berbolak balik tak jelas menunggu hasil UGD dari Dokter Daryan. Tak lama, dokter pun keluar.

"Dok, gimana keadaannya kak Daryan? Dia baik-baik saja, kan?"

"Iya, dia baik-baik saja kok. Cuman dia sedikit terluka."

"Makasih, Dok. Makasih. Apa bisa saya temui kak Daryan?"

"Oh, boleh silakan."

"Makasih, Dok."

-------------------------

Dokter Daryan masih terbaring lemah dengan kepala diperban melingkar. Daryan tentu sangat sedih karena Dokter Daryan sudah menyelamatkan hidupnya. Namun, dia baru teringat kalau dia tak akan tertipu dengan tipuan Dokter Daryan. Apakah selama ini dia pura-pura baik lagi pada Daryan?

Akhirnya, Dokter Daryan pun mulai membuka matanya. Dia menatap langit-langit rumah sakit, kemudian dia memalingkan mukanya ke Daryan. Daryan juga melihat Dokter Daryan sudah sadar.

"Kak Daryan? Apa kakak sudah sadar?"

"Daryan, kenapa kamu menangis begitu? Kakak tak suka melihatmu menangis seperti itu. Sudahlah," kata Dokter Daryan dengan sangat lemah.

"Kak. Apa kakak pura-pura lagi? Aku tak ingin ditipu lagi."

"Tidak, Daryan. Kakak tidak pura-pura. Kakak hanya ingin minta maaf padamu. Karena kakak sudah kasar padamu."

"Kakak tak usah bohong. Aku tahu kok kakak bohong lagi."

"Tidak. Kakak bersungguh-sungguh. Kakak hanya ingin kau jujur padaku. Apa kau menjelajah waktu? Bilang secara jujur."

Daryan sejenak terkejut karena dia sudah tahu lebih dulu ketimbang dirinya yang siap memberitahu pada Dokter Daryan.

"Kok kakak tahu tentang identitas asliku?"

"Istriku yang memberitahuku. Selama ini, aku berpikir kamu penjahat, rupanya kamu adalah diriku yang remaja. Kakak sudah memimpikan itu sejak dulu, dan rupanya itu sudah menjadi kenyataan."

"I--Iya, kak. Aku adalah seorang penjelajah waktu. Aku telah menembus waktu lewat lukisan yang aku lukis. Itu juga secara tak terduga lho kak."

"Iya, aku tahu kok."

"Lho, darimana kakak tahu?"

"Kan istriku yang kasih tahu."

Sejenak, mereka pun jadi terdiam. Mereka saling menatap satu sama lain. Apakah Dokter Daryan dan Daryan berbaikan kembali setelah mengetahui identitas yang sebenarnya?

-----------------------

-=2 Minggu Setelah Kecelakaan Terjadi=-

"Mas! Ada yang harus kuberitahukan pada Mas!" Tiba-tiba, istrinya berseru ria pada Daryan.

"Apaan?"

"Aku hamil, Mas! Aku hamil!"

"Sungguh? Apa positif?"

"Iya, Mas!"

"Alhamdulillah!" Kemudian Dokter Daryan sujud syukur.

"Ini anak kita ke berapa ya?" tanya Dokter Daryan yang masih diselimuti rasa senang karena istrinya hamil lagi.

"Anak kita yang ke-2. Nanti Hanif akan dapat adik baru. Yeey! Hanif dapat adik baru," seru istrinya sambil bersorak ria.

Sementara itu, Daryan melihat pemandangan pusat kota dari ketinggian lantai 17. Ya, kayaknya dia sudah bersiap untuk pulang kembali ke tahun 2016.

Daryan tepat berada di lantai 17 untuk melihat pemandangan pusat kota. Dia pergi ke gedung pencakar langit dan naik ke lantai 17 hanya untuk bersantai saja. Daryan merasa senang karena Dokter Daryan sudah percaya dengan dirinya. Dan dia juga percaya akan adanya penjelajah waktu, meskipun itu sebenarnya tak ada dalam kehidupan Dokter Daryan.

Di belakang Daryan, ada Dokter Daryan yang sedang berjalan memakai jas dokternya menghampiri Daryan.

"Ngapain sih lihat-lihat di situ?" Dokter Daryan lalu memasang wajah bahagia.

Daryan pun memalingkan muka ke belakang.

"Lho, kakak?"

"Bukannya kamu udah pulang hari ini? Apa yang kau mau di sini? Kakak akan penuhi."

"Yah, cuman... saya senang kok ketemu dengan diri sendiri. Aku suka kakak yang sudah menjadi Dokter dan Ayah yang baik. Sementara aku hanyalah anak remaja yang suka seni dan tak terlalu memikirkan masa depan sendiri."

"Mungkin inilah kesempatan yang datang padamu. Kesempatan yang tak terduga-duga. Kamu bisa melihat masa depan itu seperti apa. Dan lihat, kakak sudah menjadi dokter sekarang. Apa kau punya pemikiran untuk menjadi Dokter, Daryan?"

"Tidak, tidak sama sekali. Aku sama sekali tak memikirkan soal itu. Aku memang punya cita-cita, namun tidak jadi dokter. Tapi menjadi seniman."

"Sayang yah. Hei, kita ini sama lho. Kalau mau sukses itu, harus dari diri sendiri. Kamu sanggup gak untuk lakuin ini? Kalau kamu memang mau jadi seniman, kamu harus memperbanyak latihan melukis. Tapi, apa itu bermanfaat bagimu?"

"Kalau jujur sih, gak yah. Aku lebih suka pekerjaan yang bermanfaat."

"Makanya, kamu jadi dokter saja. Kamu enak jadi dokter. Mendapat gaji besar, menikah dengan dokter, menjadi seseorang yang berwibawa, dan lain-lain."

"Hmm, kurasa aku bisa menjadi dokter karena itu mungkin bermanfaat bagiku."

"Iya, Daryan. Dan sebelum pulang, kakak memberimu sesuatu untukmu."

Dokter Daryan memberikan sebuah kotak rahasia dan buku-buku diarynya kepada Daryan.

"Kakak tahu jika kamu membawanya pulang ke tahun 2016, pasti akan sangat mustahil. Tapi jika kamu memegangnya dengan setulus hatimu, maka barang itu akan muncul di tahun 2016."

"Benar nih?"

"Iya. Kakak bersungguh-sungguh."

"Semoga saja aku bisa membaca ini semua."

"Iya, Daryan. Jadi bagaimana? Mau kakak antar pulang?"

"Kemana?"

"Ke Museum Seni. Ada lukisanku di situ, sudah diperbarui."

"Aduh, Kak. Itu kan lukisanku juga. Hehehehe."

"Iya, iya. Ayo, kita langsung pergi ke Museum."

"Ayo."

-------------------

Mereka pun pergi ke Museum Seni, tempat semua lukisan dipanjang di situ. Nampaknya Dokter Daryan masih belum rela Daryan akan pergi kembali ke masanya yang sekarang. Kenapa Daryan tidak tinggal saja di masa depan?

Mereka berdua pun sampai di Museum Seni dan cepat-cepat masuk ke dalam untuk mencari lukisan milik Daryan. Akhirnya, mereka pun menemukan lukisan masa depan milik Daryan. Di sinilah lukisannya dipajang. Daryan pun berpikir apakah lukisan ini masih bisa berteleport?

Sebelum benar-benar pergi, Daryan ingin mengucapkan selamat tinggal pada Dokter Daryan.

"Kak, sekarang sudah saatnya aku pergi. Mungkin membosankan jika aku pergi secepat ini, tapi aku hanya punya pesan buat kakak. Nikmatilah masa kakak sendiri. Aku pun juga begitu. Jadi tak akan ada perselisihan lagi, karena masa sendiri itu sangat enak. Di masaku adalah masa remaja yang masih sekolah, di masa kakak adalah masanya orang sudah serius dan bekerja demi keluarga. Kita bisa nikmati masing-masing. Jadi, aku akan pergi ke tahun 2016, kakak baik-baik yah di tahun 2031. Entah apakah ini mimpi atau tidak, tapi aku merasakan ini benar-benar bukan mimpi. Dan... pertahankan kegantengan kakak. Kalau begitu, aku pergi."

Merasa tak terima, Dokter Daryan langsung memeluk Daryan dari belakang.

"Ahh... Kakak, aku mau pergi."

"Daryan, kamu juga baik-baik di sana yah. Kakak pasti akan mendukungmu untuk menjadi dokter. Dan semoga kita berdua bertemu di tahun 2016."

"Memang bisa?"

"Bisa, aku akan melakukan segala cara untuk pergi ke tahun 2016."

"Iya, Kak. Sekarang, kakak boleh lepas pelukan kakak. Aku akan pergi sekarang."

Setelah mengucapkan kata perpisahan, lukisan masa depan itu langsung bercahaya dan sangat silau cahayanya. Mungkin inilah teleport Daryan. Daryan pun ditarik masuk ke dalam lukisan itu. Dokter Daryan hanya bisa berkaca-kaca melihat perpisahan ini. Dan akhirnya... Daryan pun menghilang. Dokter Daryan hanya bisa bersedih atas kepergian Daryan ke tahun 2016.

"Suatu hari, kakak akan menemukanmu. Apapun itu, kakak akan menemukanmu," gumam Dokter Daryan sambil bersedih.

Di tahun 2016, Daryan terlempar di trotoar jalanan kota. Daryan pun kembali ke tahun 2016. Dia melihat suasana bukan seperti tahun 2031, melainkan suasana sekarang yaitu tahun 2016.

"Aku pulang juga," ucap Daryan bersyukur begitu melihat suasana sudah berbeda sekarang.

Tapi aneh, kenapa dia terlempar di jalanan bukannya sekolah? Mungkinkah...

Daryan pun memeriksa jam di hp-nya dan ternyata dia sudah 2 hari menembus waktu. Karena dia sudah berpakaian sekolah, maka Daryan pun langsung berlari menuju sekolahnya. Dia berlari secepat mungkin.

Setelah sampai di sekolah, dia tidak terkejut sama sekali karena kelas belum dimulai. Dan tepat sekali, lonceng sudah berbunyi tanda kelas akan dimulai. Daryan pun langsung duduk di barisan kedua. Oh ya, jam pertama juga pelajaran Seni Rupa. Guru Bidang Studi pun masuk dan memberi salam.

"Selamat pagi, anak-anak."

"Selamat pagi, Bu!"

"Oke, sesuai janji Ibu kemarin, Ibu akan mengumumkan lukisan siapa yang akan dipajang di Museum Seni dan yang punya lukisan itu akan dibawa ke Museum untuk melihat proses pemajangan lukisannya. Lukisan terbaik di kelas ini adalah..."

"Museum seni? Lukisan terbaik? Aku gak ngerti," gumam Daryan bingung.

"Daryan Eka Haryanto!" Begitu Bu Guru menyebutkan nama Daryan, maka Daryan langsung terkejut.

"Sa--saya, Bu?"

"Iya. Lukisan kamu akan dipajang di Museum Seni. Kamu jangan kelewatan momen ini. Kamu harus pergi bersama Pak Kepala Sekolah karena hasil lukisan kamu akan dipajang. Ayo, tunggu apalagi? Kepala Sekolah udah izinin kamu. Ikut sama beliau. Guru-guru yang lain juga ikut."

"Ehh... Baik, Bu."

Akhirnya, Daryan pun membawa tas punggungnya untuk pergi ke Museum Seni bersama Kepala Sekolah. Berhubung pula, Kepala Sekolah juga baik untuk mengikutkan Daryan ke Museum Seni.

--------------------

Setelah sampai di Museum Seni, dia langsung disambut oleh Kepala Museum Seni. Dia langsung bersalaman dengan beliau.

"Bagaimana kabarmu, Nak?"

"Iya, Pak. Alhamdulillah, baik."

"Iya. Kalau begitu, kamu langsung masuk ke museum dan lukisan kamu juga sudah siap di situ."

"Iya, Pak."

Daryan pun masuk ke dalam museum itu dan dia melihat lukisannya sudah terpajang di situ. Daryan merasa bersyukur bisa melihat lukisannya terpajang di museum.

"Kuharap Kak Daryan bisa melihatnya juga," gumam Daryan dengan penuh pengharapan.

-----------------------

Daryan pun pulang dari museum itu dan langsung pulang ke rumah orang tuanya. Dia hanya ingat tentang acara syukuran 7 bulanan istri Dokter Daryan dan rumah yang sangat elit milik Dokter Daryan.

Setelah masuk dalam rumah, Daryan langsung memeluk kedua orang tuanya seraya minta maaf.

"Ayah, Ibu. Daryan minta maaf karena telah mengecewakan Ayah dan Ibu. Daryan janji akan lebih baik lagi."

"Iya, Nak. Ayah dan Ibu telah memaafkanmu," ucap Ayahnya pada Daryan.

Mereka masih berpeluk haru dan Daryan sudah merindukan orang tuanya setelah menembus waktu 2031.

--------------------

-=2 Hari Kemudian=-

Semua murid-murid, termasuk Daryan sudah keluar dari gerbang sekolah untuk pulang ke rumah. Namun Daryan masih tinggal di depan gerbang sekolah yang kebetulan di depan ada halte bis. Dia sedang menunggu bis untuk pulang. Namun tak berapa lama, ada seorang lelaki tampan dan berwibawa sedang mengendarai mobilnya dan memarkirkan mobilnya di depan sekolah. Si pengemudi itu keluar dari mobilnya dan langsung menghampiri Daryan yang sedang menunggu bis.

"Hai! Apa kamu Daryan? Anaknya Eka Haryanto? Ayo, naik ke mobilku," ujar si pemuda itu dengan nada bicara seperti anak muda.

Daryan terkejut melihat seorang pemuda langsung mengenal Daryan begitu saja.

"Kamu siapa, ya?"

"Aduh, aku keluarga kamu. Jangan banyak tanya deh, ayo naik ke mobilku. Aku akan mengantarmu pulang."

Mengetahui kalau dia adalah keluarga, maka Daryan pun langsung masuk ke dalam mobil si pemuda itu.

Di dalam mobil, si pemuda itu terus saja bertanya soal Daryan.

"Bagaimana kabarmu, Dek? Apa kamu sehat-sehat saja? Wah, kamu sudah besar rupanya yah. Waktu kamu masih TK, aku malah mengantarmu sampai ke TK-mu dan terus-terus merengek padaku."

Daryan pun melirik si pemuda itu, sepertinya dia adalah Dokter Daryan. Maka, dia pun langsung menyebutkan namanya.

"Apa kakak ini... Dokter Daryan Eka Haryanto?"

"Hah? Kamu gila ya? Kamu sebutin nama dirimu sendiri di depanku? Iya, aku seorang dokter. Kamu juga lihat aku saat aku praktek di rumah sakit."

Rupanya firasat Daryan salah. Ternyata bukan dia. Terus siapa si pemuda itu? Kenapa dia terus menanyakan tentang Daryan bahkan dia adalah keluarganya?

"Coba kamu ingat-ingat lagi siapa saya? Masa saya yang tampan ini tidak kau ingat, padahal waktu kamu masih TK sampai SD, aku selalu mengantarmu ke sekolah dengan motor," ujar si pemuda itu sambil menyuruh Daryan untuk mengingat siapa dirinya itu.

Daryan mencoba untuk ingat. Tapi tak berapa lama, Daryan pun sampai di rumah. Memang si pemuda itu rupanya adalah keluarganya.

Mereka pun masuk dalam rumah dan Daryan melihat ada seorang wanita yang sedang menggendong seorang balita ada di rumahnya. Mungkin si wanita itu adalah istrinya si pemuda itu. Dan si pemuda itupun langsung mencium istri dan anaknya.

"Halo, Nak. Ayah sudah pulang," ujarnya sambil mengelus kepala anaknya.

"Mas, kamu sudah persiapkan ultahmu ke 34, bukan?"

"Iya dong, sayang. Semua sudah siap."

Tak berapa lama, Ayah dan Ibu Daryan keluar dan memberi salam pada si pemuda itu.

"Ayah, ini cowok siapa ya? Kok tampangnya asing banget?" tanya Daryan bingung.

"Hei, kamu tidak ingat? Dia itu sepupu kamu lho. Dia selalu mengantarmu ke sekolah waktu kamu SD. Dia datang bersama istri dan anaknya dan dia juga akan nginap di sini."

"Jadi, kamu sepupu saya ya?"

"Iya. Aku adalah anak dari adiknya Ayahmu."

"Ooh, begitu ya."

"Astaga, aku ketinggalan sesuatu di rumah sakit."

"Apa itu, Mas?"

"Yah, ada deh. Sesuatu. Aku harus ke rumah sakit sekarang. Oh ya, Daryan mau ikut? Sekalian kita makan," tiba-tiba sepupunya itu mengajak Daryan keluar.

"Hmm, oke deh."

Mereka berdua pun pergi ke rumah sakit dan kembali mereka naik mobil.

--------------------

Sesampainya di rumah sakit, sepupunya cepat-cepat masuk ke dalam rumah sakit tempat sepupunya bekerja. Daryan melihat rumah sakit itu lumayan mewah dari RS Siloam yang dia lihat di tahun 2031. Daryan berharap semoga sepupunya itu adalah Dokter Daryan. Dilihat dari keseluruhan, sepupunya itu memiliki ciri fisik yang sama dengan Dokter Daryan. Tampan, berwibawa, cool, dan lain-lain. Bahkan wajahnya, mirip dengan Dokter Daryan. Akankah keinginan Daryan untuk menemui Dokter Daryan akan terwujud?

Tak berapa lama, sepupunya itu pun keluar dengan membawa jas dokter dan amplop cokelat yang tebal. Tak lupa juga tas punggungnya yang besar juga dibawanya.

"Ayo, Daryan. Kita masuk dalam mobil," ajak sepupunya untuk masuk dalam mobil.

"Ayo, Kak," dan kemudian, Daryan pun masuk mobil.

Saat mereka berdua sudah dalam mobil, sepupunya pun langsung menancap gas mobilnya untuk langsung pergi.

"Oh ya, kamu mau makan apa? Kalau mau makan steak, gak apa-apa karena aku punya banyak uang dari hasil gajiku sebagai seorang dokter. Kau mau makan apa?"

"Hmm, kita makan yang mewah saja tapi bukan steak."

"Terus di mana dong?"

"Di restoran oriental dekat tugu monumen. Pertigaan di pusat kota."

"Oo, yang itu? Oke, kita ke sana langsung."

-------------------

Daryan dan sepupunya pun pergi ke restoran oriental, dan setelah sampai, mereka pun masuk ke dalam restoran itu dan mencari tempat duduk yang akan mereka duduki.

"Selamat datang, Anda mau pesan apa?" sahut pelayan sambil melayani mereka berdua menuju tempat duduk mereka.

"Ehh, saya mau pesan Nasi Goreng Jakarta Pedas, dan satu Es Lemon Tea. Kakak mau apa?"

"Saya bakmi goreng dan jus alpukat."

"Baik, pesanan segera datang."

Sambil menunggu pesanan mereka, mereka pun berpapasan dan Daryan pun memulai pembicaraan.

"Hmm, kakak bilang kakak adalah sepupu saya. Tapi saya tak ingat dengan kakak. Memang kita saling kenal?"

"Aduh, kan aku adalah anak dari adik ayahmu. Itu berari aku adalah sepupumu. Kamu gak ingat saat aku mengantarmu ke sekolah sejak TK sampai SD?"

"Saya sih ingat dengan itu, tapi saya tak ingat dengan nama kakak. Nama kakak ini siapa sih?"

"Bukannya aku juga kasih tahu kamu saat kamu kecil?"

"Aku gak ingat. Boleh kakak perkenalkan diri ke saya?"

"Baiklah jika kamu bersikeras. Namaku adalah..."

Daryan sedikit gugup ingin mendengar nama sepupunya.

"Semoga kak Daryan, semoga kak Daryan!"

"Nama kakak adalah, Daniel Arianto Hartanto. Panggil saja aku kak Daniel. Umurku sudah 34 tahun dan aku ultah hari ini."

Daryan tiba-tiba saja kaget saat mendengar nama sepupunya.

"Ja--jadi, nama kakak itu adalah, Daniel Arianto Hartanto?"

"Iya."

"Pesanan sudah datang," tiba-tiba mereka dikejutkan dengan pelayan yang membawa makanan mereka. Dan mereka pun makan dengan lahap.

Setelah mereka makan berdua di restoran mewah oriental, mereka pun pulang kembali ke rumah setelah mereka kenyang makan nasi goreng dan bakmi goreng.

Setelah mereka sampai di rumah, mereka menemukan keganjalan di rumah. Di rumah, tiba-tiba sangat hening. Hanya kegelapan yang ada di dalam rumah. Daryan mencoba memanggil, namun tidak ada satupun yang menyahut. Begitu pula dengan Dokter Daniel.

Dan tak berapa lama, lampu utama pun menyala dan semua ruangan di dekorasi untuk ulang tahun Dokter Daniel di rumah Daryan. Dan tiba-tiba muncul istri Dokter Daniel menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun.

"Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, Daniel sayang... Selamat ulang tahun! Yeey!"

"Wah, makasih ya, istriku sayang."

"Iya, suamiku yang tampan."

Pasangan suami istri ini pun langsung berpelukan mesra dan penuh kasih sayang.

Ayah dan Ibu Daryan pun muncul dan memberikan tepuk tangan buat Dokter Daniel dan istrinya, begitu pula dengan Daryan yang juga memberikan tepuk tangan buat mereka.

"Makasih buat tepuk tangannya. Terus kue tart ini bagaimana?"

"Aku dulu yang makan!" Daryan berseru.

"Aduh, kau ini. Nih kue tart-nya."

Bukannya Daryan memakannya, tapi dia memberikan krim kue pada Dokter Daniel hingga terjadilah perang-perangan kue. Mereka semua sangatlah antusias untuk perang kue ini. Begitu pula Dokter Daniel yang senang karena ini ultah yang terbaik baginya.

---------------------

Dokter Daniel dan Daryan pun duduk di halaman rumah sambil menikmati bir kaleng yang mereka beli. Tak lupa pula, Dokter Daniel membawa anaknya yang masih balita.

"Wah, anak kakak lucu yah. Pasti anak kakak cewek. Namanya siapa, kak?"

"Namanya adalah Putri Salsabila Hartanto."

"Wah, nama yang bagus, kak. Tapi ini anak pertama?"

"Tidak, ini anakku yang kedua. Anakku yang pertama sudah SD kelas 1. Namanya Hanif Arianto Hartanto."

"Hah? Namanya Hanif?"

"Iya. Memang kenapa sih?"

"Ah, gak kok. Tapi ngomong-ngomong, walau kakak adalah Ayah beranak dua, penampilan kakak tetap keren. Kakak tampan sebagai seorang dokter."

"Wah, sungguh? Bagaimana bisa kamu bilang begitu?"

"Yah, emang dari kenyataannya. Dan juga, kakak adalah Ayah yang hebat."

"Hmm, hah?" pekik Dokter Daniel tidak mengerti.

"Kakak adalah Ayah yang hebat. Kakak bisa mengurus kedua anak kakak dengan baik, bahkan memandikan mereka dengan baik, dan mencari nafkah untuk sekolah mereka, dan juga..."

"Itu juga kewajibanku sebagai seorang Ayah. Aku harus berpenampilan baik di depan istriku dan di depan anak-anakku. Dan juga istriku bekerja sebagai dokter, aku juga bekerja sebagai dokter, jadi kita enak bisa pulang bersama."

"Wah, kayaknya enak tuh yah." Daryan senang mendengar cerita dari Dokter Daniel.

"Iya sih. Oh ya, ngomong-ngomong Daryan, kamu mau bercita-cita menjadi apa? Mau jadi pelukis?"

Daryan pun sedikit memutar otak dan kembali memikirkan apa yang dikatakan oleh Dokter Daryan.

"Ingat, kamu harus mengambil pekerjaan yang bermanfaat. Jika kamu mengambil pekerjaan yang bermanfaat, maka semuanya berjalan lancar."

Daryan masih melamun, sementara Dokter Daniel menyadarkan Daryan.

"Hei, Hei! Kamu ngapain sih melamun gitu? Jawab pertanyaanku."

"Aku, ingin menjadi seorang Dokter. Menurutku itu adalah pekerjaan yang bermanfaat."

"Wah, benarkah? Bagus tuh kalau kamu jadi dokter, bisa merawat orang daripada kerjamu hanya melukis saja."

"Iya, kak. Dan juga, aku ingin minta sesuatu."

"Apa itu?"

"Aku, ingin Kak Daniel selalu menemuiku. Karena kakak adalah sepupuku. Jadilah kakakku untuk sementara dan tetap selalu bersamaku."

"Jadi, kau mau aku tetap selalu bersamamu? Kenapa?"

"Karena, aku ingin membalas semua jasamu saat kakak selalu mengantarku ke sekolah waktu TK sampai SD. Aku malahan tidak ingat ketika kita bersama karena aku masih anak-anak. Aku ingin merasakannya lagi. Jadi, bolehkah kakak tetap bersamaku?"

"Hmm, boleh. Apapun yang kamu minta, kakak pasti akan penuhi. Kakak jamin."

"Sungguh?"

"Iya. Kakak bersungguh-sungguh."

"Makasih yah kak. Kalau begitu, boleh saya panggil Kak Daniel mulai sekarang?"

"Iya, boleh. Mau kau panggil apapun kepadaku, terserah kamu."

"Terlebih pada istri kak Daniel, kak Farah?"

"Iya, semuanya."

"Makasih yah kak sudah mengizinkanku tetap bersamamu."

"Iya, Dek. Sama-sama."

Akhirnya keinginan Daryan pun terwujud walaupun bukan Dokter Daryan. Meskipun bukan dari diri sendiri, tapi Daryan tetap menemukan kakak yang terbaik dan juga Ayah yang terbaik, yaitu Dokter Daniel Arianto Hartanto.

======EPILOUGE======

Saat Daryan dan Dokter Daniel sedang berjalan-jalan ke taman kota, Daryan pun membaca buku diary dari Dokter Daryan. Rupanya ada lagi buku diary Dokter Daryan yang baru dibuatnya.

"Daryan, maafkan kakak karena kakak tak bisa pergi ke tahun 2016. Bukan karena kendala teknis, tapi istriku hamil anak keduaku jadi aku harus jaga. Yang penting terima kasih karena sudah menjadi penghiburku. Aku tahu kalau kamu adalah diriku yang remaja. Dan aku tahu di tahun 2016 kamu sudah menemukan kakak baru yang lebih baik darimu. Ingat pesan kakak. Gapailah cita-citamu setinggi langit. Kamu harus bertindak mulai sekarang. Aku akan menunggumu menjadi seorang dokter. Dan juga memiliki seorang anak. Kamu juga akan merasakan yang namanya menjadi Ayah. Kamu juga bisa merasakan itu. Karena This Is Future Dad. Inilah Ayah Masa Depan yang kamu lihat. Kalau begitu, semoga tulisan ini bermanfaat bagimu. Salam dari Dokter Daryan Eka Haryanto."

Daryan menangis melihat isi buku catatan ini. Dia sudah mendapat yang lebih baik lagi, yaitu Dokter Daniel. Dia adalah seorang kakak bagi Daryan, dan Dokter Daniel juga seperti Dokter Daryan yang juga baik pada Daryan.

"Daryan, ayo kita pergi! Sudah terlambat nih!" seru Dokter Daniel sambil memanggil Daryan yang duduk di taman kota.

"Ah, iya. Aku akan segera ke sana."

Daryan pun berdiri dari bangku taman kota itu dan langsung pergi bersama Dokter Daniel. Kita juga bisa melihat di bangku taman itu sudah tertinggal sebuah kertas catatan yang berisi :

"THIS IS FUTURE DAD"


TAMAT


CATATAN :

1. Terima kasih buat semua yang sudah membaca cerbung Future Dad ^^

2. Nantikan cerita-cerita yang akan dipublikasikan di Blog & Fanpage MiniNoveling selanjutnya, bye bye ^^





Tidak ada komentar:

Posting Komentar