Episode Sebelumnya : Confession
The Shine Future
* * *
Dokter Daryan pergi
meninggalkan Daryan sendirian di pantai tepat jam 12 malam. Ya, dia telah
melepaskan Daryan dengan benar. Dokter Daryan masih tak tahu jika Daryan adalah
seorang time traveler.
----------------------
Dokter Daryan sampai di
rumah jam 12.30 malam dan dia bertemu dengan istrinya di dalam rumah. Dia pun
langsung memeluk istrinya.
"Maaf, sayang. Apa
kamu lama nunggu?"
"Iya, saya lama
nunggunya. Aku tuh harus jaga malam karena 24 jam pasien udah pada menumpuk."
"Oh ya? Di RS-ku
juga," kata Dokter Daryan sambil mempererat pelukan istrinya.
"Ah, sudah dong,
Mas. Kita harus berangkat nih."
"Iya, Sayang.
Iya."
"Terus Hanif, kita
titip di mana?"
"Hmm, ke orang
tuaku saja. Mereka 'kan bisa menjaganya dengan baik." Dokter Daryan
meyakinkan.
"Oke, kita langsung
ambil Hanif dan membawanya ke sana."
Istri Dokter Daryan pun
bersiap untuk pergi dan membawa Hanif ke orang tua Dokter Daryan.
-------------------------
Daryan tak tahu lagi
harus tinggal di mana. Karena sudah jam 12 malam, Daryan tak punya pilihan lagi
selain harus tidur bersama para pengemis yang juga tidur di terminal bus.
Daryan pun tidur tanpa alas apapun dan tas kopernya dijadikan bantal kepala.
-------------------------
Dokter Daryan dan
istrinya membawa Hanif untuk dititipkan kepada orang tuanya
"Ayah, tolong jaga
Hanif baik-baik. Jika dia nangis, itu berarti dia lapar atau haus. Buatkan dia
susu jika nangis. Besok kami akan pulang karena kami harus jaga malam di
RS," ujar Dokter Daryan memohon.
"Iya, Nak. Kami
akan selalu jaga Hanif," ucap orang tuanya meyakinkan.
"Baiklah, kami
pergi dulu." Kemudian disusul dengan salaman orang tua.
"Iya, Nak.
Hati-hati."
Dokter Daryan dan
istrinya langsung pergi ke RS masing-masing untuk melakukan jaga malam. Dokter
Daryan akhirnya tak mempedulikan lagi masalah Daryan karena dia sudah terlanjur
membencinya.
Setelah mengantar
istrinya ke RS Awal Bros, Dokter Daryan pun langsung menancap gas mobilnya
menuju RS Siloam. Tepat jam 1 malam, Dokter Daryan pun sampai di RS Siloam dan
disambut oleh temannya yang juga mendapat tugas jaga malam.
"Halo, Bro! Kamu
dapat jaga malam juga?" ucap Dokter Daryan kemudian memeluk temannya.
"Iya nih, Bro.
Banyak pasien gawat darurat, itupun tengah malam. Kamu dapat jaga malam di VIP,
bukan?"
"Iya, dong. Semoga
sukses yah," seru Dokter Daryan kemudian melepaskan pelukannya kembali.
"Iya, Bro. Kalau
begitu, saya langsung ke kamar Mawar dulu, ada pasien yang harus kuurus."
"Baik."
Setelah itu, Dokter
Daryan mendapat kamar VIP Cendana untuk melakukan tugas jaga malamnya.
Sesampainya di sana, terdapat seorang pasien yang memakai alat bantu nafas
sedang tergolek lemah di tempat tidur. Dokter Daryan pun langsung mengecek
keadaan pasien ini, dan hasilnya ternyata baik-baik saja. Lalu, Dokter Daryan
menjaga pasien ini untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu.
-----------------------
Setelah kurang lebih 1
jam 30 menit, Dokter Daryan mendapat telepon di ponselnya. Dia mengeluh kenapa
ada telepon di tengah malam seperti ini? Mau tak mau, Dokter Daryan pun
mengangkat telepon itu, dan ternyata itu dari Ayahnya. Kenapa Ayahnya
menelepon? Apakah terjadi sesuatu pada Hanif?
"Halo, Ayah? Kenapa
menelepon?"
"Itu, si
Hanif."
"Hanif kenapa,
Yah?"
"Dia terkena demam
tinggi. Dia nangis-nangis terus sedari tadi. Dan Ayah cek suhu tubuhnya,
ternyata demamnya tinggi sekali. Hanif sakit, Nak," kata Ayahnya panik di
telepon.
"Hah? Kok bisa sih,
Yah?" Dokter Daryan juga ikut terkejut.
"Tak tahu, Nak.
Ayah juga sudah kasih tahu istrimu kalau Hanif sakit. Bagaimana ini? Padahal
tidak ada puskesmas dekat-dekat sini."
"Begini saja. Ayah
dan Ibu bawa Hanif ke RS Siloam, biar saya yang rawat Hanif. Tenang saja, Yah.
Karena Ayahnya adalah seorang dokter," kata Dokter Daryan meyakinkan.
"Baik, Nak. Ayah
akan bawa Hanif secepatnya ke sana."
Dengan sigap, Ayah dan
Ibu Dokter Daryan membawa Hanif ke RS Siloam. Sementara Dokter Daryan berlari
panik dan menghampiri temannya untuk bergantian jaga malam di VIP Cendana.
"Bro, kau harus
jaga kamar VIP Cendana. Tolong, saya dalam keadaan darurat," seru Dokter
Daryan dengan tergesa-gesa.
"Kenapa, sih? Kan
tugasmu di situ."
"Minta tolong
gantian saja, karena anakku sakit. Anakku terkena demam. Tolong, yah."
"Hmm, boleh. Kita
gantian saja."
Dokter Daryan pun lanjut
lari menuju UGD. Sementara orang tuanya sudah hampir sampai di RS Siloam,
mereka masih di perjalanan.
Sesampainya di UGD,
Dokter Daryan tergesa-gesa meminta tolong suster.
"Oh, Dokter?
Bukannya dokter harus jaga malam di kamar VIP?" tanya suster yang melihat
Dokter Daryan di UGD.
"Suster, siapkan
tandu berjalan dan infus. Kita akan kedatangan pasien baru."
"Siapa, Dok?"
"Seorang anak
balita berumur 2 bulan yang terkena demam. Dia akan dirujuk ke sini."
Bukannya menyiapkan,
para suster itu malah diam.
"Suster, apa yang
kalian lakukan? Cepat siapkan!" seru Dokter Daryan diselimuti rasa panik.
Para suster pun langsung
cepat-cepat menyiapkan tempat tidur berjalan dan sekotak infus untuk pasien
baru yang akan datang nanti.
Dan akhirnya, Ayah dan
Ibu Dokter Daryan datang membawa Hanif. Dokter Daryan langsung menyuruh suster
untuk membawa tempat tidur berjalan dan membawa Hanif ke dalam UGD.
"Sebenarnya apa
yang terjadi, Yah? Kok Hanif bisa sakit begini?" Dokter Daryan masih
diselimuti rasa panik.
"Begini, Ayah
sedang membuat kopi tengah malam. Dan tiba-tiba anakmu nangis
sekencang-kencangnya dan Ayah kira dia ingin susu tapi ternyata pas Ayah pegang
badannya ternyata Hanif demam tinggi. Ayah juga tak tahu kenapa Hanif
bisa sakit begini. Sabar saja, Nak. Sebagai seorang dokter, kamu harus rawat
Hanif. Dia anakmu, Nak."
"I--Iya, Yah."
"Kalau begitu, kami
permisi karena kami harus jaga rumah."
"Iya, Yah."
Setelah orang tuanya
pergi, Dokter Daryan kembali ke UGD dan memerintahkan sesuatu.
"Suster, setelah
kau cek keadaan anak balita ini, cepat siapkan kamar VIP lantai 4. Untuk dokter
yang akan merawatnya nanti, saya akan merawat anak balita ini."
"Tapi, kami butuh
data dari anak balita ini. Kenapa orang yang bawa anak ini tiba-tiba lari,
bukannya mereka harus memberikan data untuk anak ini?"
"Tak perlu."
"Lalu, Dokter
mengenal anak ini? Apa Dokter sanggup membiayai anak ini?"
"Saya kenal, anak
balita itu... adalah anak saya sendiri."
"Ja--jadi, ini
anaknya Dokter?"
"Iya. Cepat siapkan
apa yang saya suruh. Data-datanya, biar saya yang urus. Karena saya adalah Ayah
dari anak ini."
"Oh, baik,
Dok."
Dengan tergesa-gesa,
para suster itupun melakukan perintah dari Dokter Daryan. Sementara Dokter
Daryan sendiri, sedang berada di bagian administrasi untuk mengambil data dari
anaknya.
"Siapa nama anak
Anda, Dok?" tanya suster sambil memegang pulpen untuk menulis.
"Nama anak saya,
Muh. Hanif Eka Haryanto."
"Umur?"
"Baru 2
bulan."
"Karena Dokter
ingin menaruh anak Dokter ke VIP jadi biaya pengobatan, biaya administrasi,
biaya kamar, dan biaya konsultasi semua ditanggung oleh Bapak."
"Saya tak peduli,
yang penting anak saya di rawat di sini," ujar Dokter Daryan sambil
mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan kartu kreditnya.
Setelah suster menggesek
kartu kredit, suster pun memberikan kartu itu kembali kepada Dokter Daryan.
"Tapi, anak balita
itu sungguh adalah anaknya Dokter?" tanya kembali suster tak percaya.
"Sudah kubilang,
dia adalah anak saya."
"Dia lucu yah, Dok.
Pipinya itu lho, mirip bakpao. Hihihi," ujar suster itu sambil bercanda.
"Diam kamu."
Dokter Daryan menghentikan percandaan suster itu.
Setelah Hanif
ditempatkan di ruang VIP, Dokter Daryan masuk ke ruangan VIP itu.
Dokter Daryan semakin
sedih melihat anaknya terbaring lemah di tempat tidur dengan tangan diinfus.
"Nak, kenapa kamu
harus sakit gini sih? Ayah sangat tak suka kamu sakit seperti ini. Untung kamu
cepat dibawa ke sini, dan beruntung ada Ayah yang merawat kamu, Nak," ujar
Dokter Daryan sambil mengelus kepala mungil anaknya.
Dokter Daryan pun
melepas jas dokter warna putihnya dan menaruhnya di tubuh anaknya supaya tidak
dingin. Dokter Daryan pun menadahkan kepalanya di tempat tidur dan sesaat
kemudian dia pun terlelap.
---------------------
Keesokan harinya, Daryan
masih terlelap di gubuk bawah kolong jembatan. Hingga akhirnya, dia pun
terbangun dan merilekskan tubuhnya. Dia pun kembali membawa tas-nya untuk
kembali berjalan-jalan di trotoar. Sambil berjalan-jalan, dia teringat kembali
atas perpisahannya dengan Dokter Daryan pukul 12 malam.
-=Flashback=-
"Kamu tak paham
juga? Ini semua adalah kebohongan. 'Kau ganteng hari ini'? Astaga... Memang aku
harus bilang gitu ke kamu?" ujar Dokter Daryan yang sebal pada Daryan.
"Kau telah dibohongi
selama 12 jam, tapi aku dibohongi selama 5 bulan."
"Kamu anak desa
yang tak tahu apa-apa."
Kata-kata itu masih
terasa di dalam benak Daryan.
-=Flashback End=-
Daryan tak punya
pengharapan lagi selain mengaku pada Dokter Daryan. Apakah dia akan mengakuinya
sekarang pada Dokter Daryan?
Saat Daryan berjalan di
trotoar, dia pun melihat tenda yang terpasang di taman kota. Dia melihat ada
pembagian makanan gratis untuk tunawisma. Sepertinya itu ide yang bagus untuk
Daryan, karena dia sangat kelaparan dan belum makan juga. Dengan cepat, dia pun
menghampiri tenda yang menyediakan makanan gratis untuk tunawisma. Dia
mengantri dan mengambil wadah makanan untuk menaruh makanannya nanti. Para
panitia pun memasang senyum ramahnya kepada para tunawisma yang kebagian
makanan. Dia mendapat makanan berupa nasi, ayam goreng, sup, dan lauk pauk
lainnya. Daryan bersyukur karena dia masih bisa makan, walaupun itu hanya untuk
tunawisma. Daryan pun makan dengan lahap.
---------------------
Di RS Siloam, kamar VIP
lantai 4, Dokter Daryan masih tidur dengan menadahkan kepalanya di samping
ranjang anaknya. Hingga akhirnya dia pun terbangun. Dia masih melihat anaknya
memejamkan matanya. Dokter Daryan tersenyum melihat anaknya. Dan seorang suster
pun masuk di kamar itu.
"Permisi, Dok. Saya
hanya ingin memberi si anak balita itu obat. Apa boleh saya yang
melakukannya?"
"Eh, tak usah. Biar
saya saja. Karena dia adalah anak saya. Sini, kemarikan." Dokter Daryan
lalu mengambil beberapa peralatan obat untuk anaknya.
Dokter Daryan telaten
merawat anaknya. Memasukkan antibiotik dan obat-obat lainnya demi kesembuhan
anaknya. Tak berapa lama, obat sudah masuk di tubuh anaknya. Dokter Daryan pun
mengembalikan peralatan obat pada Suster.
"Wah, cepat sekali,
Dok."
"Oke, lakukan
kembali tugasmu. Saya akan kembali," perintah Dokter Daryan pada Suster.
"Baik, Dok."
Dokter Daryan pun
kembali menemani anaknya. Hingga tak berapa lama, istrinya datang di rumah
sakit.
"Mas...,"
istrinya langsung menghampiri Dokter Daryan.
"Lho, Sayang?
Bukannya kamu ada tugas di RS? Kenapa kamu ada di sini?"
"Aku khawatir sama
Hanif. Dia gak apa-apa, kan? Mas merawatnya dengan baik, ya?" Istrinya
langsung panik menanyakan keadaan anaknya.
"Iya, iya. Anak
kita baik-baik saja. Kamu yang tenang. Semuanya baik-baik saja," Dokter
Daryan langsung memeluk istrinya dengan penuh kasih sayang. Istrinya pun juga
balik balas memeluk Dokter Daryan.
---------------------
Mereka pun mengobrol di
halaman rumah sakit Siloam.
"Mas, ada apa
dengan Daryan? Kenapa selama ini dia jarang kelihatan?"
"Dia--dia sudah tak
pantas lagi untuk tinggal di rumah kita."
"Kenapa, Mas?"
"Dia penjahat. Dia
ingin menghancurkan kita. Dia telah memakai identitas orang lain."
"Maksud Mas? Aku
gak ngerti."
"Begini. Dia telah
mencuri identitasku. Dia memakai nama 'Daryan Eka Haryanto' yang harusnya itu
adalah nama saya. Dia sangat keterlaluan. Dia berniat ingin menjatuhkan saya.
Dan itu... Itu, sangat menyakitkan buatku," kesal Dokter Daryan dengan
nada lantang.
"Mas, kenapa harus
tuduh Daryan sebagai penjahat? Dia sama sekali tak berbuat jahat, kok. Lagian,
Mas menuduhnya tanpa bukti yang jelas."
"Sudah ada
buktinya, Sayang. Nih lihat, aku sudah potret kartu pelajar si kurang ajar itu.
Dia telah meniru namaku, alamat orang tuaku, bahkan tanggal lahirpun dia tiru
semuanya."
Dokter Daryan pun
memperlihatkan foto kartu pelajar Daryan dan kartu donor Daryan pada istrinya.
Istrinya sedikit percaya dari apa yang dikatakan oleh Dokter Daryan. Hingga
akhirnya, dia menemukan suatu petunjuk.
"Mas, aku lihat
dari kartu pelajar Daryan memang sama dengan punya Mas. Tapi jika aku zoom,
ternyata pembuatan kartu pelajar ini tahun 2015."
Sejenak, Dokter Daryan
langsung kaget dengan pernyataan istrinya.
"Ma--maksudmu
apa?"
"Kartu pelajar ini
dibuat tanggal 25 April 2015. Dan dia bersekolah di Jakarta, sama seperti
sekolah Mas. Dan jika dilihat, dia bukan penjahat."
"Apa bukti yang
kamu dapatkan?"
"Kartu pelajar ini
tidak dibuat pada tahun 2031. Dan kartu pelajar ini dibuat tahun 2015. Jika
disimpan sampai tahun ini akan usang, sama seperti punya Mas. Tapi kartu
pelajar ini masih baru. Jika pembuatannya dari tahun 2015, maka Daryan itu
adalah...," sejenak istrinya berpikir dan menemukan sesuatu.
"Berarti Daryan ini
adalah seorang time traveler."
"Maksudmu?"
"Dia bisa saja
datang dari tahun 2015, menembus waktu ke tahun 2031. Dia mungkin adalah dirimu
yang remaja."
"Ah, masa sih? Aku
tak percaya hal gituan."
"Mas, apa Mas gak
percaya? Dia itu penjelajah waktu. Aku ingat waktu Mas menjadi remaja. Dan aku
lihat fotomu waktu dulu dan kubandingkan dengan Daryan. Hasilnya...
Mirip!"
"Ja--jadi, maksud
kamu itu, Daryan adalah seorang penjelajah waktu dan dia bukan penjahat?"
"Bukan, Mas."
Setelah mendengar
pengakuan itu, Dokter Daryan sejenak melemaskan dirinya dan menundukkan
kepalanya seraya menunduk sedih.
"Aku--aku gak
percaya. Aku gak percaya. Dia penjelajah waktu rupanya." Dokter Daryan pun
mulai tidak mengendalikan tubuhnya.
"Mas, sebaiknya
kita harus membersihkan kesalahpahaman ini. Supaya dia juga percaya sama kita.
Ya?"
"Tapi, anak kita
bagaimana? Aku gak mau pergi, aku tetap ingin menjaga anak kita. Kamu jangan
pergi temui dia. Ayo, kita ke kamar."
"Tapi, Mas..."
"Gak dengar? Kita
urusi anak kita saja. Karena anak kita lebih penting. Jangan urusi dia lagi.
Aku muak."
Akhirnya, istrinya pun
menuruti apa kata Dokter Daryan.
Dokter Daryan tak
percaya, jika ada penjelajah waktu di sekitarnya. Entah apa yang akan dilakukan
Dokter Daryan lagi untuk membersihkan kesalahpahaman ini.
Setelah selesai makan,
Daryan pun kembali melanjutkan perjalanan. Dia mengeluh akan semua ini.
"Di mana aku harus
tinggal sekarang? Aku tak bisa mendapat tempat tinggal. Apa aku harus tidur di
gubuk kotor itu lagi?" gumam Daryan mengeluh.
----------------------
Dokter Daryan dan
istrinya sedang menjaga Hanif yang masih sakit. Dokter Daryan masih tak percaya
akan penjelajah waktu dan lebih memilih mengurus anaknya.
Tiba-tiba, anaknya
terbangun. Dia kelihatannya bingung, dan sedikit menangis. Dokter Daryan pun
segera menenangkan Hanif.
"Oow, oow, Nak.
Jangan nangis, Nak. Ayah ada di sini. Hanif di rumah sakit, cup cup sudah,
Nak."
Dokter Daryan berusaha
menenangkan Hanif, begitupun dengan istrinya. Tiba-tiba, ada yang bergejolak
dalam hati Dokter Daryan.
"Kenapa jika Daryan
pergi, aku mendapat kemalangan yang seperti ini? Haruskah aku pergi
membersihkan kesalahpahaman ini?" gumam Dokter Daryan diiringi wajah
murung.
----------------------
Daryan masih berjalan
dengan kepala kosong. Dia tak tahu harus kemana lagi. Dia memeriksa uang yang
ada dalam kantongnya, ternyata masih banyak. Sekitar 300 ribu. Hingga akhirnya,
tujuan terakhir Daryan hanyalah berada di kafe yang selalu ia kunjungi.
Dia memesan Nasi Goreng
Jakarta dan Es Lemon Tea. Dia jadi teringat apakah Dokter Daryan ada di sini
hanya sekadar santai-santai? Namun jika ada, apakah dia akan segera mengakui
semuanya?
Ternyata itu hanyalah
angan-angannya Daryan saja. Dia pun melanjutkan makannya sembari mengosongkan
pikiran sialnya di kepalanya.
----------------------
Dokter Daryan dan
istrinya mendapatkan sebuah ide. Mereka harus mencari keberadaan Daryan dan
membersihkan kesalahpahaman yang sudah Dokter Daryan perbuat.
"Sayang, karena
Hanif sudah lumayan sembuh, kita bawa Hanif saja. Kita langsung hampiri Daryan.
Aku tahu kok tentang penjelajah waktu. Jika aku percaya maupun tidak percaya,
aku tetap ingin membersihkan kesalahpahaman yang kuperbuat."
"Iya, Mas. Kita
temui Daryan dan suruh dia jujur. Kita harus tahu siapa dia sebenarnya."
"Ayo kita
pergi."
----------------------
Setelah menghabiskan
makanannya, Daryan pun kembali melanjutkan perjalanannya, masih dalam kepala
kosong.
Setelah 1 jam
berkeliling, akhirnya Daryan sudah menemukan jalan yang tepat. Yaitu bunuh
diri. Ya, itu sudah jalan yang terbaik bagi Daryan untuk menyelesaikan ini
semua. Dia tak perlu memberitahu Dokter Daryan ataupun mengurusi mereka lagi.
Cukup bunuh diri saja sudah mapan bagi Daryan.
Akhirnya, Daryan pun
menemukan sebuah mobil yang melaju kencang akan menuju tempat lampu lalu
lintas. Daryan melihat lampu lalu lintas untuk pengendara sudah hijau, maka
Daryan pun mulai berjalan di zebra cross dan melihat mobil melaju kencang akan
menabrak dirinya. Pengemudi mobil itu sempat meng-klakson Daryan untuk diberi
peringatan supaya minggir. Namun Daryan menghiraukannya, dia tetap ingin
ditabrak oleh mobil itu. Mau tak mau, mobil itu melaju kencang sekali ke arah
Daryan. Dia mengangkat kedua tangannya lurus, dan dia pun siap untuk ditabrak.
Hingga akhirnya.... BBRRUUGGG!!!
Daryan terpental di
jalanan. Dia sudah lebih dulu memejamkan matanya, namun dia tidak merasakan
apa-apa. Dia membuka matanya, ternyata dia tak terluka sekalipun. Kenapa bisa
begini? Siapa yang menyelamatkan Daryan?
Dia berbalik ke arah
zebra cross, dan ternyata dia terbelalak kaget karena yang menyelamatkannya
adalah Dokter Daryan. Dokter Daryan kini bersimbah darah dan lemah di jalanan.
Dia segera menghampiri Dokter Daryan.
"Kak, kak Daryan.
Kak Daryan, bangun. Kak! Kak Daryan!" seru Daryan sambil mengguncangkan
tubuh Dokter Daryan.
Apa yang terjadi
sebenarnya? Kenapa bisa Dokter Daryan menyelamatkan Daryan yang berniat bunuh
diri itu?
-=Flashback=-
Ketika Dokter Daryan dan
istrinya beserta Hanif bersiap untuk mencari keberadaan Daryan, Dokter Daryan
memberikan lagi obat untuk Hanif dan setelah itu dia langsung menuju mobil dan
menancap gas mobil-nya untuk mencari Daryan.
Sudah 1 jam mereka
berkeliling mencari Daryan. Di kafe langganan, di sanggar seni, di halte bis,
dan tempat-tempat yang biasa dikunjungi Daryan, tidak menemukan keberadaan
Daryan. Tapi, di manakah Daryan sekarang?
Mereka sudah capek
mencari Daryan. Dan hingga akhirnya, dia menemukan Daryan sedang berdiri di
samping tiang lampu lalu lintas. Dokter Daryan pun menemukan Daryan. Dengan
segera, dia pun memarkirkan mobilnya di tempat parkir tak jauh dari tempat
Daryan sekarang. Dokter Daryan pun berlari menghampiri Daryan. Tiba-tiba, dia
kaget karena Daryan menyebrang di jalan padahal sudah tertulis masih belum
boleh menyebrang. Dokter Daryan berpikir kalau Daryan ingin bunuh diri. Segera,
Dokter Daryan pun berlari secepat kilat untuk menyelamatkan Daryan.
"Tidak! Jangan!
Daryan, itu bahaya!" Dokter Daryan langsung berlari menuju Daryan.
Namun terlambat, mobil
yang melaju sangat kencang menabrak tubuh Dokter Daryan ketika menyelamatkan
Daryan. Sementara Daryan sendiri terpental di jalan karena didorong oleh Dokter
Daryan. Tubuh Dokter Daryan terhempas melayang hingga ketinggian 2 meter dan
terjatuh kembali ke jalanan. Kini, Dokter Daryan bersimbah darah di sekujur
tubuhnya.
"Mas!!
Tidak!!" Istrinya berteriak melihat Dokter Daryan berada di jalanan.
Daryan pun juga ikut
menghampiri Dokter Daryan.
"Mas! Bangun, Mas
tidak boleh seperti ini. Mas, bangun!"
"Kak Daryan. Kak
Daryan, bangun! Kak Daryan!"
-=Flashback End=-
Dokter Daryan sekarang
berada di rumah sakit. Daryan berbolak balik tak jelas menunggu hasil UGD dari
Dokter Daryan. Tak lama, dokter pun keluar.
"Dok, gimana
keadaannya kak Daryan? Dia baik-baik saja, kan?"
"Iya, dia baik-baik
saja kok. Cuman dia sedikit terluka."
"Makasih, Dok.
Makasih. Apa bisa saya temui kak Daryan?"
"Oh, boleh
silakan."
"Makasih,
Dok."
-------------------------
Dokter Daryan masih terbaring
lemah dengan kepala diperban melingkar. Daryan tentu sangat sedih karena Dokter
Daryan sudah menyelamatkan hidupnya. Namun, dia baru teringat kalau dia tak
akan tertipu dengan tipuan Dokter Daryan. Apakah selama ini dia pura-pura baik
lagi pada Daryan?
Akhirnya, Dokter Daryan
pun mulai membuka matanya. Dia menatap langit-langit rumah sakit, kemudian dia
memalingkan mukanya ke Daryan. Daryan juga melihat Dokter Daryan sudah sadar.
"Kak Daryan? Apa
kakak sudah sadar?"
"Daryan, kenapa
kamu menangis begitu? Kakak tak suka melihatmu menangis seperti itu.
Sudahlah," kata Dokter Daryan dengan sangat lemah.
"Kak. Apa kakak
pura-pura lagi? Aku tak ingin ditipu lagi."
"Tidak, Daryan.
Kakak tidak pura-pura. Kakak hanya ingin minta maaf padamu. Karena kakak sudah
kasar padamu."
"Kakak tak usah
bohong. Aku tahu kok kakak bohong lagi."
"Tidak. Kakak
bersungguh-sungguh. Kakak hanya ingin kau jujur padaku. Apa kau menjelajah
waktu? Bilang secara jujur."
Daryan sejenak terkejut
karena dia sudah tahu lebih dulu ketimbang dirinya yang siap memberitahu pada
Dokter Daryan.
"Kok kakak tahu
tentang identitas asliku?"
"Istriku yang
memberitahuku. Selama ini, aku berpikir kamu penjahat, rupanya kamu adalah
diriku yang remaja. Kakak sudah memimpikan itu sejak dulu, dan rupanya itu
sudah menjadi kenyataan."
"I--Iya, kak. Aku
adalah seorang penjelajah waktu. Aku telah menembus waktu lewat lukisan yang
aku lukis. Itu juga secara tak terduga lho kak."
"Iya, aku tahu
kok."
"Lho, darimana
kakak tahu?"
"Kan istriku yang
kasih tahu."
Sejenak, mereka pun jadi
terdiam. Mereka saling menatap satu sama lain. Apakah Dokter Daryan dan Daryan
berbaikan kembali setelah mengetahui identitas yang sebenarnya?
-----------------------
-=2 Minggu Setelah
Kecelakaan Terjadi=-
"Mas! Ada yang
harus kuberitahukan pada Mas!" Tiba-tiba, istrinya berseru ria pada
Daryan.
"Apaan?"
"Aku hamil, Mas!
Aku hamil!"
"Sungguh? Apa
positif?"
"Iya, Mas!"
"Alhamdulillah!"
Kemudian Dokter Daryan sujud syukur.
"Ini anak kita ke
berapa ya?" tanya Dokter Daryan yang masih diselimuti rasa senang karena
istrinya hamil lagi.
"Anak kita yang
ke-2. Nanti Hanif akan dapat adik baru. Yeey! Hanif dapat adik baru," seru
istrinya sambil bersorak ria.
Sementara itu, Daryan
melihat pemandangan pusat kota dari ketinggian lantai 17. Ya, kayaknya dia
sudah bersiap untuk pulang kembali ke tahun 2016.
Daryan tepat berada di
lantai 17 untuk melihat pemandangan pusat kota. Dia pergi ke gedung pencakar
langit dan naik ke lantai 17 hanya untuk bersantai saja. Daryan merasa senang
karena Dokter Daryan sudah percaya dengan dirinya. Dan dia juga percaya akan
adanya penjelajah waktu, meskipun itu sebenarnya tak ada dalam kehidupan Dokter
Daryan.
Di belakang Daryan, ada
Dokter Daryan yang sedang berjalan memakai jas dokternya menghampiri Daryan.
"Ngapain sih
lihat-lihat di situ?" Dokter Daryan lalu memasang wajah bahagia.
Daryan pun memalingkan
muka ke belakang.
"Lho, kakak?"
"Bukannya kamu udah
pulang hari ini? Apa yang kau mau di sini? Kakak akan penuhi."
"Yah, cuman... saya
senang kok ketemu dengan diri sendiri. Aku suka kakak yang sudah menjadi Dokter
dan Ayah yang baik. Sementara aku hanyalah anak remaja yang suka seni dan tak
terlalu memikirkan masa depan sendiri."
"Mungkin inilah
kesempatan yang datang padamu. Kesempatan yang tak terduga-duga. Kamu bisa
melihat masa depan itu seperti apa. Dan lihat, kakak sudah menjadi dokter
sekarang. Apa kau punya pemikiran untuk menjadi Dokter, Daryan?"
"Tidak, tidak sama
sekali. Aku sama sekali tak memikirkan soal itu. Aku memang punya cita-cita,
namun tidak jadi dokter. Tapi menjadi seniman."
"Sayang yah. Hei,
kita ini sama lho. Kalau mau sukses itu, harus dari diri sendiri. Kamu sanggup
gak untuk lakuin ini? Kalau kamu memang mau jadi seniman, kamu harus
memperbanyak latihan melukis. Tapi, apa itu bermanfaat bagimu?"
"Kalau jujur sih,
gak yah. Aku lebih suka pekerjaan yang bermanfaat."
"Makanya, kamu jadi
dokter saja. Kamu enak jadi dokter. Mendapat gaji besar, menikah dengan dokter,
menjadi seseorang yang berwibawa, dan lain-lain."
"Hmm, kurasa aku
bisa menjadi dokter karena itu mungkin bermanfaat bagiku."
"Iya, Daryan. Dan
sebelum pulang, kakak memberimu sesuatu untukmu."
Dokter Daryan memberikan
sebuah kotak rahasia dan buku-buku diarynya kepada Daryan.
"Kakak tahu jika
kamu membawanya pulang ke tahun 2016, pasti akan sangat mustahil. Tapi jika
kamu memegangnya dengan setulus hatimu, maka barang itu akan muncul di tahun
2016."
"Benar nih?"
"Iya. Kakak
bersungguh-sungguh."
"Semoga saja aku
bisa membaca ini semua."
"Iya, Daryan. Jadi
bagaimana? Mau kakak antar pulang?"
"Kemana?"
"Ke Museum Seni.
Ada lukisanku di situ, sudah diperbarui."
"Aduh, Kak. Itu kan
lukisanku juga. Hehehehe."
"Iya, iya. Ayo,
kita langsung pergi ke Museum."
"Ayo."
-------------------
Mereka pun pergi ke
Museum Seni, tempat semua lukisan dipanjang di situ. Nampaknya Dokter Daryan
masih belum rela Daryan akan pergi kembali ke masanya yang sekarang. Kenapa
Daryan tidak tinggal saja di masa depan?
Mereka berdua pun sampai
di Museum Seni dan cepat-cepat masuk ke dalam untuk mencari lukisan milik
Daryan. Akhirnya, mereka pun menemukan lukisan masa depan milik Daryan. Di
sinilah lukisannya dipajang. Daryan pun berpikir apakah lukisan ini masih bisa
berteleport?
Sebelum benar-benar
pergi, Daryan ingin mengucapkan selamat tinggal pada Dokter Daryan.
"Kak, sekarang
sudah saatnya aku pergi. Mungkin membosankan jika aku pergi secepat ini, tapi
aku hanya punya pesan buat kakak. Nikmatilah masa kakak sendiri. Aku pun juga
begitu. Jadi tak akan ada perselisihan lagi, karena masa sendiri itu sangat
enak. Di masaku adalah masa remaja yang masih sekolah, di masa kakak adalah
masanya orang sudah serius dan bekerja demi keluarga. Kita bisa nikmati
masing-masing. Jadi, aku akan pergi ke tahun 2016, kakak baik-baik yah di tahun
2031. Entah apakah ini mimpi atau tidak, tapi aku merasakan ini benar-benar
bukan mimpi. Dan... pertahankan kegantengan kakak. Kalau begitu, aku
pergi."
Merasa tak terima,
Dokter Daryan langsung memeluk Daryan dari belakang.
"Ahh... Kakak, aku
mau pergi."
"Daryan, kamu juga
baik-baik di sana yah. Kakak pasti akan mendukungmu untuk menjadi dokter. Dan
semoga kita berdua bertemu di tahun 2016."
"Memang bisa?"
"Bisa, aku akan
melakukan segala cara untuk pergi ke tahun 2016."
"Iya, Kak.
Sekarang, kakak boleh lepas pelukan kakak. Aku akan pergi sekarang."
Setelah mengucapkan kata
perpisahan, lukisan masa depan itu langsung bercahaya dan sangat silau
cahayanya. Mungkin inilah teleport Daryan. Daryan pun ditarik masuk ke dalam
lukisan itu. Dokter Daryan hanya bisa berkaca-kaca melihat perpisahan ini. Dan
akhirnya... Daryan pun menghilang. Dokter Daryan hanya bisa bersedih atas
kepergian Daryan ke tahun 2016.
"Suatu hari, kakak
akan menemukanmu. Apapun itu, kakak akan menemukanmu," gumam Dokter Daryan
sambil bersedih.
Di tahun 2016, Daryan
terlempar di trotoar jalanan kota. Daryan pun kembali ke tahun 2016. Dia
melihat suasana bukan seperti tahun 2031, melainkan suasana sekarang yaitu
tahun 2016.
"Aku pulang
juga," ucap Daryan bersyukur begitu melihat suasana sudah berbeda
sekarang.
Tapi aneh, kenapa dia
terlempar di jalanan bukannya sekolah? Mungkinkah...
Daryan pun memeriksa jam
di hp-nya dan ternyata dia sudah 2 hari menembus waktu. Karena dia sudah
berpakaian sekolah, maka Daryan pun langsung berlari menuju sekolahnya. Dia
berlari secepat mungkin.
Setelah sampai di
sekolah, dia tidak terkejut sama sekali karena kelas belum dimulai. Dan tepat
sekali, lonceng sudah berbunyi tanda kelas akan dimulai. Daryan pun langsung
duduk di barisan kedua. Oh ya, jam pertama juga pelajaran Seni Rupa. Guru
Bidang Studi pun masuk dan memberi salam.
"Selamat pagi,
anak-anak."
"Selamat pagi,
Bu!"
"Oke, sesuai janji
Ibu kemarin, Ibu akan mengumumkan lukisan siapa yang akan dipajang di Museum
Seni dan yang punya lukisan itu akan dibawa ke Museum untuk melihat proses
pemajangan lukisannya. Lukisan terbaik di kelas ini adalah..."
"Museum seni?
Lukisan terbaik? Aku gak ngerti," gumam Daryan bingung.
"Daryan Eka
Haryanto!" Begitu Bu Guru menyebutkan nama Daryan, maka Daryan langsung
terkejut.
"Sa--saya,
Bu?"
"Iya. Lukisan kamu
akan dipajang di Museum Seni. Kamu jangan kelewatan momen ini. Kamu harus pergi
bersama Pak Kepala Sekolah karena hasil lukisan kamu akan dipajang. Ayo, tunggu
apalagi? Kepala Sekolah udah izinin kamu. Ikut sama beliau. Guru-guru yang lain
juga ikut."
"Ehh... Baik,
Bu."
Akhirnya, Daryan pun
membawa tas punggungnya untuk pergi ke Museum Seni bersama Kepala Sekolah.
Berhubung pula, Kepala Sekolah juga baik untuk mengikutkan Daryan ke Museum
Seni.
--------------------
Setelah sampai di Museum
Seni, dia langsung disambut oleh Kepala Museum Seni. Dia langsung bersalaman
dengan beliau.
"Bagaimana kabarmu,
Nak?"
"Iya, Pak.
Alhamdulillah, baik."
"Iya. Kalau begitu,
kamu langsung masuk ke museum dan lukisan kamu juga sudah siap di situ."
"Iya, Pak."
Daryan pun masuk ke
dalam museum itu dan dia melihat lukisannya sudah terpajang di situ. Daryan
merasa bersyukur bisa melihat lukisannya terpajang di museum.
"Kuharap Kak Daryan
bisa melihatnya juga," gumam Daryan dengan penuh pengharapan.
-----------------------
Daryan pun pulang dari
museum itu dan langsung pulang ke rumah orang tuanya. Dia hanya ingat tentang
acara syukuran 7 bulanan istri Dokter Daryan dan rumah yang sangat elit milik
Dokter Daryan.
Setelah masuk dalam
rumah, Daryan langsung memeluk kedua orang tuanya seraya minta maaf.
"Ayah, Ibu. Daryan
minta maaf karena telah mengecewakan Ayah dan Ibu. Daryan janji akan lebih baik
lagi."
"Iya, Nak. Ayah dan
Ibu telah memaafkanmu," ucap Ayahnya pada Daryan.
Mereka masih berpeluk
haru dan Daryan sudah merindukan orang tuanya setelah menembus waktu 2031.
--------------------
-=2 Hari Kemudian=-
Semua murid-murid,
termasuk Daryan sudah keluar dari gerbang sekolah untuk pulang ke rumah. Namun
Daryan masih tinggal di depan gerbang sekolah yang kebetulan di depan ada halte
bis. Dia sedang menunggu bis untuk pulang. Namun tak berapa lama, ada seorang lelaki
tampan dan berwibawa sedang mengendarai mobilnya dan memarkirkan mobilnya di
depan sekolah. Si pengemudi itu keluar dari mobilnya dan langsung menghampiri
Daryan yang sedang menunggu bis.
"Hai! Apa kamu
Daryan? Anaknya Eka Haryanto? Ayo, naik ke mobilku," ujar si pemuda itu
dengan nada bicara seperti anak muda.
Daryan terkejut melihat
seorang pemuda langsung mengenal Daryan begitu saja.
"Kamu siapa,
ya?"
"Aduh, aku keluarga
kamu. Jangan banyak tanya deh, ayo naik ke mobilku. Aku akan mengantarmu
pulang."
Mengetahui kalau dia
adalah keluarga, maka Daryan pun langsung masuk ke dalam mobil si pemuda itu.
Di dalam mobil, si
pemuda itu terus saja bertanya soal Daryan.
"Bagaimana kabarmu,
Dek? Apa kamu sehat-sehat saja? Wah, kamu sudah besar rupanya yah. Waktu kamu
masih TK, aku malah mengantarmu sampai ke TK-mu dan terus-terus merengek
padaku."
Daryan pun melirik si
pemuda itu, sepertinya dia adalah Dokter Daryan. Maka, dia pun langsung
menyebutkan namanya.
"Apa kakak ini...
Dokter Daryan Eka Haryanto?"
"Hah? Kamu gila ya?
Kamu sebutin nama dirimu sendiri di depanku? Iya, aku seorang dokter. Kamu juga
lihat aku saat aku praktek di rumah sakit."
Rupanya firasat Daryan
salah. Ternyata bukan dia. Terus siapa si pemuda itu? Kenapa dia terus
menanyakan tentang Daryan bahkan dia adalah keluarganya?
"Coba kamu
ingat-ingat lagi siapa saya? Masa saya yang tampan ini tidak kau ingat, padahal
waktu kamu masih TK sampai SD, aku selalu mengantarmu ke sekolah dengan
motor," ujar si pemuda itu sambil menyuruh Daryan untuk mengingat siapa
dirinya itu.
Daryan mencoba untuk
ingat. Tapi tak berapa lama, Daryan pun sampai di rumah. Memang si pemuda itu
rupanya adalah keluarganya.
Mereka pun masuk dalam
rumah dan Daryan melihat ada seorang wanita yang sedang menggendong seorang
balita ada di rumahnya. Mungkin si wanita itu adalah istrinya si pemuda itu.
Dan si pemuda itupun langsung mencium istri dan anaknya.
"Halo, Nak. Ayah
sudah pulang," ujarnya sambil mengelus kepala anaknya.
"Mas, kamu sudah
persiapkan ultahmu ke 34, bukan?"
"Iya dong, sayang.
Semua sudah siap."
Tak berapa lama, Ayah
dan Ibu Daryan keluar dan memberi salam pada si pemuda itu.
"Ayah, ini cowok
siapa ya? Kok tampangnya asing banget?" tanya Daryan bingung.
"Hei, kamu tidak
ingat? Dia itu sepupu kamu lho. Dia selalu mengantarmu ke sekolah waktu kamu
SD. Dia datang bersama istri dan anaknya dan dia juga akan nginap di
sini."
"Jadi, kamu sepupu
saya ya?"
"Iya. Aku adalah
anak dari adiknya Ayahmu."
"Ooh, begitu
ya."
"Astaga, aku
ketinggalan sesuatu di rumah sakit."
"Apa itu,
Mas?"
"Yah, ada deh.
Sesuatu. Aku harus ke rumah sakit sekarang. Oh ya, Daryan mau ikut? Sekalian
kita makan," tiba-tiba sepupunya itu mengajak Daryan keluar.
"Hmm, oke
deh."
Mereka berdua pun pergi
ke rumah sakit dan kembali mereka naik mobil.
--------------------
Sesampainya di rumah
sakit, sepupunya cepat-cepat masuk ke dalam rumah sakit tempat sepupunya
bekerja. Daryan melihat rumah sakit itu lumayan mewah dari RS Siloam yang dia
lihat di tahun 2031. Daryan berharap semoga sepupunya itu adalah Dokter Daryan.
Dilihat dari keseluruhan, sepupunya itu memiliki ciri fisik yang sama dengan
Dokter Daryan. Tampan, berwibawa, cool, dan lain-lain. Bahkan wajahnya, mirip
dengan Dokter Daryan. Akankah keinginan Daryan untuk menemui Dokter Daryan akan
terwujud?
Tak berapa lama,
sepupunya itu pun keluar dengan membawa jas dokter dan amplop cokelat yang
tebal. Tak lupa juga tas punggungnya yang besar juga dibawanya.
"Ayo, Daryan. Kita
masuk dalam mobil," ajak sepupunya untuk masuk dalam mobil.
"Ayo, Kak,"
dan kemudian, Daryan pun masuk mobil.
Saat mereka berdua sudah
dalam mobil, sepupunya pun langsung menancap gas mobilnya untuk langsung pergi.
"Oh ya, kamu mau
makan apa? Kalau mau makan steak, gak apa-apa karena aku punya banyak uang dari
hasil gajiku sebagai seorang dokter. Kau mau makan apa?"
"Hmm, kita makan
yang mewah saja tapi bukan steak."
"Terus di mana
dong?"
"Di restoran
oriental dekat tugu monumen. Pertigaan di pusat kota."
"Oo, yang itu? Oke,
kita ke sana langsung."
-------------------
Daryan dan sepupunya pun
pergi ke restoran oriental, dan setelah sampai, mereka pun masuk ke dalam
restoran itu dan mencari tempat duduk yang akan mereka duduki.
"Selamat datang,
Anda mau pesan apa?" sahut pelayan sambil melayani mereka berdua menuju
tempat duduk mereka.
"Ehh, saya mau
pesan Nasi Goreng Jakarta Pedas, dan satu Es Lemon Tea. Kakak mau apa?"
"Saya bakmi goreng
dan jus alpukat."
"Baik, pesanan
segera datang."
Sambil menunggu pesanan
mereka, mereka pun berpapasan dan Daryan pun memulai pembicaraan.
"Hmm, kakak bilang
kakak adalah sepupu saya. Tapi saya tak ingat dengan kakak. Memang kita saling
kenal?"
"Aduh, kan aku
adalah anak dari adik ayahmu. Itu berari aku adalah sepupumu. Kamu gak ingat
saat aku mengantarmu ke sekolah sejak TK sampai SD?"
"Saya sih ingat
dengan itu, tapi saya tak ingat dengan nama kakak. Nama kakak ini siapa
sih?"
"Bukannya aku juga
kasih tahu kamu saat kamu kecil?"
"Aku gak ingat.
Boleh kakak perkenalkan diri ke saya?"
"Baiklah jika kamu
bersikeras. Namaku adalah..."
Daryan sedikit gugup
ingin mendengar nama sepupunya.
"Semoga kak Daryan,
semoga kak Daryan!"
"Nama kakak adalah,
Daniel Arianto Hartanto. Panggil saja aku kak Daniel. Umurku sudah 34 tahun dan
aku ultah hari ini."
Daryan tiba-tiba saja
kaget saat mendengar nama sepupunya.
"Ja--jadi, nama
kakak itu adalah, Daniel Arianto Hartanto?"
"Iya."
"Pesanan sudah
datang," tiba-tiba mereka dikejutkan dengan pelayan yang membawa makanan
mereka. Dan mereka pun makan dengan lahap.
Setelah mereka makan
berdua di restoran mewah oriental, mereka pun pulang kembali ke rumah setelah
mereka kenyang makan nasi goreng dan bakmi goreng.
Setelah mereka sampai di
rumah, mereka menemukan keganjalan di rumah. Di rumah, tiba-tiba sangat hening.
Hanya kegelapan yang ada di dalam rumah. Daryan mencoba memanggil, namun tidak
ada satupun yang menyahut. Begitu pula dengan Dokter Daniel.
Dan tak berapa lama,
lampu utama pun menyala dan semua ruangan di dekorasi untuk ulang tahun Dokter
Daniel di rumah Daryan. Dan tiba-tiba muncul istri Dokter Daniel menyanyikan
lagu Selamat Ulang Tahun.
"Selamat ulang
tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, Daniel sayang... Selamat ulang
tahun! Yeey!"
"Wah, makasih ya,
istriku sayang."
"Iya, suamiku yang
tampan."
Pasangan suami istri ini
pun langsung berpelukan mesra dan penuh kasih sayang.
Ayah dan Ibu Daryan pun
muncul dan memberikan tepuk tangan buat Dokter Daniel dan istrinya, begitu pula
dengan Daryan yang juga memberikan tepuk tangan buat mereka.
"Makasih buat tepuk
tangannya. Terus kue tart ini bagaimana?"
"Aku dulu yang
makan!" Daryan berseru.
"Aduh, kau ini. Nih
kue tart-nya."
Bukannya Daryan
memakannya, tapi dia memberikan krim kue pada Dokter Daniel hingga terjadilah
perang-perangan kue. Mereka semua sangatlah antusias untuk perang kue ini.
Begitu pula Dokter Daniel yang senang karena ini ultah yang terbaik baginya.
---------------------
Dokter Daniel dan Daryan
pun duduk di halaman rumah sambil menikmati bir kaleng yang mereka beli. Tak
lupa pula, Dokter Daniel membawa anaknya yang masih balita.
"Wah, anak kakak
lucu yah. Pasti anak kakak cewek. Namanya siapa, kak?"
"Namanya adalah
Putri Salsabila Hartanto."
"Wah, nama yang
bagus, kak. Tapi ini anak pertama?"
"Tidak, ini anakku
yang kedua. Anakku yang pertama sudah SD kelas 1. Namanya Hanif Arianto
Hartanto."
"Hah? Namanya
Hanif?"
"Iya. Memang kenapa
sih?"
"Ah, gak kok. Tapi
ngomong-ngomong, walau kakak adalah Ayah beranak dua, penampilan kakak tetap
keren. Kakak tampan sebagai seorang dokter."
"Wah, sungguh?
Bagaimana bisa kamu bilang begitu?"
"Yah, emang dari
kenyataannya. Dan juga, kakak adalah Ayah yang hebat."
"Hmm, hah?"
pekik Dokter Daniel tidak mengerti.
"Kakak adalah Ayah
yang hebat. Kakak bisa mengurus kedua anak kakak dengan baik, bahkan memandikan
mereka dengan baik, dan mencari nafkah untuk sekolah mereka, dan juga..."
"Itu juga kewajibanku
sebagai seorang Ayah. Aku harus berpenampilan baik di depan istriku dan di
depan anak-anakku. Dan juga istriku bekerja sebagai dokter, aku juga bekerja
sebagai dokter, jadi kita enak bisa pulang bersama."
"Wah, kayaknya enak
tuh yah." Daryan senang mendengar cerita dari Dokter Daniel.
"Iya sih. Oh ya,
ngomong-ngomong Daryan, kamu mau bercita-cita menjadi apa? Mau jadi
pelukis?"
Daryan pun sedikit
memutar otak dan kembali memikirkan apa yang dikatakan oleh Dokter Daryan.
"Ingat, kamu harus
mengambil pekerjaan yang bermanfaat. Jika kamu mengambil pekerjaan yang
bermanfaat, maka semuanya berjalan lancar."
Daryan masih melamun,
sementara Dokter Daniel menyadarkan Daryan.
"Hei, Hei! Kamu
ngapain sih melamun gitu? Jawab pertanyaanku."
"Aku, ingin menjadi
seorang Dokter. Menurutku itu adalah pekerjaan yang bermanfaat."
"Wah, benarkah?
Bagus tuh kalau kamu jadi dokter, bisa merawat orang daripada kerjamu hanya
melukis saja."
"Iya, kak. Dan
juga, aku ingin minta sesuatu."
"Apa itu?"
"Aku, ingin Kak
Daniel selalu menemuiku. Karena kakak adalah sepupuku. Jadilah kakakku untuk
sementara dan tetap selalu bersamaku."
"Jadi, kau mau aku
tetap selalu bersamamu? Kenapa?"
"Karena, aku ingin
membalas semua jasamu saat kakak selalu mengantarku ke sekolah waktu TK sampai
SD. Aku malahan tidak ingat ketika kita bersama karena aku masih anak-anak. Aku
ingin merasakannya lagi. Jadi, bolehkah kakak tetap bersamaku?"
"Hmm, boleh. Apapun
yang kamu minta, kakak pasti akan penuhi. Kakak jamin."
"Sungguh?"
"Iya. Kakak
bersungguh-sungguh."
"Makasih yah kak.
Kalau begitu, boleh saya panggil Kak Daniel mulai sekarang?"
"Iya, boleh. Mau
kau panggil apapun kepadaku, terserah kamu."
"Terlebih pada
istri kak Daniel, kak Farah?"
"Iya,
semuanya."
"Makasih yah kak
sudah mengizinkanku tetap bersamamu."
"Iya, Dek.
Sama-sama."
Akhirnya keinginan
Daryan pun terwujud walaupun bukan Dokter Daryan. Meskipun bukan dari diri
sendiri, tapi Daryan tetap menemukan kakak yang terbaik dan juga Ayah yang
terbaik, yaitu Dokter Daniel Arianto Hartanto.
======EPILOUGE======
Saat Daryan dan Dokter
Daniel sedang berjalan-jalan ke taman kota, Daryan pun membaca buku diary dari
Dokter Daryan. Rupanya ada lagi buku diary Dokter Daryan yang baru dibuatnya.
"Daryan, maafkan
kakak karena kakak tak bisa pergi ke tahun 2016. Bukan karena kendala teknis,
tapi istriku hamil anak keduaku jadi aku harus jaga. Yang penting terima kasih
karena sudah menjadi penghiburku. Aku tahu kalau kamu adalah diriku yang
remaja. Dan aku tahu di tahun 2016 kamu sudah menemukan kakak baru yang lebih
baik darimu. Ingat pesan kakak. Gapailah cita-citamu setinggi langit. Kamu
harus bertindak mulai sekarang. Aku akan menunggumu menjadi seorang dokter. Dan
juga memiliki seorang anak. Kamu juga akan merasakan yang namanya menjadi Ayah.
Kamu juga bisa merasakan itu. Karena This Is Future Dad. Inilah Ayah Masa Depan
yang kamu lihat. Kalau begitu, semoga tulisan ini bermanfaat bagimu. Salam dari
Dokter Daryan Eka Haryanto."
Daryan menangis melihat
isi buku catatan ini. Dia sudah mendapat yang lebih baik lagi, yaitu Dokter
Daniel. Dia adalah seorang kakak bagi Daryan, dan Dokter Daniel juga seperti
Dokter Daryan yang juga baik pada Daryan.
"Daryan, ayo kita
pergi! Sudah terlambat nih!" seru Dokter Daniel sambil memanggil Daryan
yang duduk di taman kota.
"Ah, iya. Aku akan
segera ke sana."
Daryan pun berdiri dari
bangku taman kota itu dan langsung pergi bersama Dokter Daniel. Kita juga bisa
melihat di bangku taman itu sudah tertinggal sebuah kertas catatan yang berisi
:
"THIS IS FUTURE
DAD"
TAMAT
CATATAN :
1. Terima kasih buat
semua yang sudah membaca cerbung Future Dad ^^
2. Nantikan
cerita-cerita yang akan dipublikasikan di Blog & Fanpage MiniNoveling
selanjutnya, bye bye ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar