BAGIAN TIGA
*
* *
-=1996=-
Seperti yang dibayangkan Ayah Dian,
rupanya Dian tidak semakin bandel setiap tahunnya. Dian menjuarai lomba lari
antar sekolah dan lomba bulu tangkis antar kecamatan. Seperti yang sudah
dibilang oleh tentara yang menolong Dian satu tahun yang lalu, jika ingin
menjadi seorang tentara, intinya harus siap siaga dalam menghadapi apapun dan
harus mempunyai fisik yang kuat. Dan juga Dian sudah memilih apa impiannya kali
ini. Yaitu menjadi tentara.
Mulai tahun ini, Dian harus menjaga
fisiknya sampai masuk tentara. Ayah Dian tentu mendukung anaknya untuk menjadi
tentara. Bahkan setiap hari, Ayah Dian harus selalu bersawah atau bahkan menjual
beras kepada banyak orang. Ayah Dian bahkan pulang malam demi Dian. Ibu Dian
pun juga mendukung Dian untuk menjadi tentara. Apapun yang mereka lakukan, yang
penting ada hasilnya untuk Dian.
Suatu hari, saat Dian pulang latihan
fisik, Dian tak mendapat apa-apa di rumahnya melainkan ada makanan di rumah.
Mungkin Ibunya yang masak. Dian menghampiri makanan itu dan melihat ada kertas
yang ditaruh di meja makan. Dian pun membacanya.
“Maafkan
Ibu, Nak. Ibu dan Ayah harus pergi ke tempat Nenek. Karena Nenek sedang sakit.
Ibu sudah menyimpan uang untuk main ding-dongmu. Mungkin dalam waktu 3 hari,
Ibu dan Ayah akan pulang dan membawa uang yang banyak untukmu. Jadi bersabar yah,
Nak.”
Dian
membaca itu begitu tertekan karena dia ditinggalkan oleh orang tua
mereka. Dian sudah menorehkan prestasinya lewat lomba fisik dan Dian selalu
main ding-dong. Memang itu sudah menjadi kebiasaan bagi Dian yang selalu main
ding-dong.
-----------------------------
-=2016=-
Dian dan istrinya sedang pergi ke tempat
sesuatu. Mereka diam saja di mobil tanpa ada kata-kata sekalipun. Namun tak
berapa lama, Dian pun membuka obrolan.
“Eumm, Farah.”
“Iya, apa, Mas?”
“Ehh, ada yang harus kukatakan padamu.”
“Apaan itu, Mas?”
“Kurasa besok aku harus pergi.”
“Pergi mana, Mas?”
“Aku ada tugas menjalankan misi. Dan aku
tidak bisa menunda tugas ini.”
“Tugas mengabdi Negara?”
“Iya. Jadi, selama 2 bulan aku tidak ada
di Indonesia. Kalau kamu sedang kesepian, panggil saja mertua untuk menjagamu.
Karena ini tugas penting.”
“Karena Mas adalah Letnan Kolonel?”
“Hmm, iya. Kadang aku juga akan terlibat
dalam perang, jadi kamu harap maklum jika aku banyak luka. Kan sebelum kita
nikah, kamu harus janji padaku jika aku punya tugas, kamu jangan mengeluh. Dan
kamu bilang’iya’ padaku. Jadi, kau sebagai istriku, jangan mengeluh ketika
suamimu sedang ada tugas. Ya? Aku mohon padamu.” Dian lalu memegang pundak
istrinya dan meyakinkan.
“Huhh. Iya, Mas.” kata istrinya sambil
menghela nafas mengeluh.
Setelah mereka mengobrol, mobil pun
hening kembali. Mereka tak bicara apa-apa lagi.
--------------------
-=1999=-
3 tahun kemudian, Dian sudah genap
berumur 20 tahun. Setiap tahun, Dian mengalami metamorfosis. Kini, Dian menjadi
seseorang yang sangat gagah dan kuat. Bahkan Dian masuk sekolah tentara. Dia
masih belum mendapat pangkat apa-apa, karena dia masih bersekolah.
Sudah setahun yang lalu sejak dia
menjauh dari orang tuanya. Dia sengaja ke Jakarta untuk masuk ke sekolah
tentara dan latihan fisik lebih baik lagi. Bahkan saat tahun ’98, Dian tak
minta maaf pada orang tuanya atas kesalahan yang dia buat pada tahun ’91. Namun
Dian tak mempedulikannya lagi. Kini dia sudah bebas dan tidak disusahkan lagi
oleh orang tuanya. Walaupun Dian masih bisa berkomunikas pada orang tuanya,
tapi Dian menganggap dirinya bebas dan bisa menjelajahi dunia lebih baik lagi.
Di sekolah tentara, Dian masih saja
latihan fisik. Itulah kenapa badannya sudah terbentuk karena dari hasil latihan
fisik yang selalu dilakukan oleh Dian. Namun Dian masih menghantui
bayang-bayang orang tuanya. Walaupun Dian sudah akur pada orang tuanya, tapi
Dian masih memiliki rasa kesalahan dari orang tuanya. Dian pergi merantau dan
meninggalkan orang tuanya di Bandung tanpa mengajak mereka sekalian. Dian
tinggal di kost untuk sementara waktu. Sementara untuk makanan, orang tuanya
tentu memasakkan makanan untuk Dian dan juga mengirimkan uang setiap saat untuk
Dian.
-=2002=-
Kini, Dian pun punya pangkat sendiri.
Dia memiliki pangkat Sersan Mayor. Karena Dian adalah anak yang tangguh.
Saat acara kenaikan pangkat, ikut serta
pula orang tua Dian. Dian juga melihat orang tua Dian ada berdiri dengan wajah
kebahagiaan. Dian hanya melemparkan senyum pada orang tuanya. Orang tuanya tak
menyangka jika Dian sudah sebesar ini dan sudah segagah ini. Dian hanya bisa
melemparkan senyumnya lagi pada orang tuanya dan tidak mengucapkan sepatah kata
apapun pada mereka.
------------------------------
-=2016=-
Hari ini adalah hari terakhir Dian
bersama dengan istrinya. Karena Dian harus pergi ke markas untuk persiapan pergi
ke Negara yang masih belum selesai perdamaiannya. Sebelum dia pergi, Dian
membawa tas besar berwarna hijaunya sambil memakai baju tentara yang selalu dia
pakai. Dia pun berpisah dengan istrinya di luar rumah dan mobil yang
menjemputnya.
“Farah, jaga dirimu baik-baik yah. Ini
adalah pujian terakhirku untukmu. ‘Kau adalah istriku yang paling cantik, baik,
dan juga penurut pada suaminya, seperti
aku yang menjadi tentara dan menjadi pelindung bagimu’.”
“Aku juga, Mas. Ingin memberikan pujian
terakhir untukmu. ‘Kau adalah suamiku yang paling gagah, kuat, dan juga berani.
Walaupun kamu terluka, tapi kamu tidak mengeluh seperti anak kecil. Kau adalah
tentara yang paling gagah dan kuat.’ Jadi, jangan mati, yah.”
“Pasti, pasti. Saya tak akan mati. Jadi
kamu menunggu saja. Ya?” ucap Dian lalu memeluk istrinya.
“Kau harus janji padaku, untuk tidak
mati. Tidak gugur dalam medan perang. Dan juga... Tidak ada luka sekalipun.”
“Iya, iya, Farah. Aku memegang janjimu.
Aku tidak akan mati. Aku tidak akan mati. Aku tak akan mati.” ucapnya sambil
mempererat pelukan istrinya lalu disusul dengan keluarnya air mata Dian yang
sedih harus meninggalkan Indonesia untuk menjalankan misi.
“Kalau begitu, aku pergi. Jaga dirimu
baik-baik. Ya?”
“Iya, Mas.”
Dian pun pergi membawa tas besarnya dan
langsung masuk menuju mobil untuk berlanjut ke markas. Dian ikut menangis
karena harus berpisah dengan istrinya.
-------------------
Sesampainya di markas, Dian mendapatkan
sambutan dari Pak Jenderal.
“Hormat, Pak Jenderal!” Begitu sampai di
markas, Dian langsung hormat pada Pak Jenderal.
“Hormat, Pak Letnan!” Pak Jenderal
berbalik hormat pada Dian.
“Baik. sebelum kalian pergi, ada hal
yang harus saya beritahukan pada kalian. Kali ini, saya mengirim 40 orang
tentara untuk pergi ke Negara yang masih belum mengadakan perdamaian dan masih
selalu adanya konflik, tepatnya di wilayah Timur Tengah. Saya hanya berdoa pada
kalian yang sedang menjalankan tugas, semoga kalian bisa kembali dengan selamat
dan tidak ada satupun yang mati ataupun terluka. Mengerti semua?”
“Siap! Mengerti, Pak Jenderal!”
“Baiklah. Sebentar helikopter akan menjemput
kalian, dan juga Letnan Kolonel Dian, awasi para tentara dan juga senjata yang
akan kalian bawa nanti.”
“Siap, Pak Jenderal!”
“Oh ya, Pak Letnan Kolonel Dian juga
turut berpartisipasi dalam peperangan nanti. Karena dialah satu-satunya tentara
yang sangat kuat. Jika terkena tembakan apapun, dia tak akan kesakitan.”
“Pak Jenderal, helikopter sudah datang!”
seru Dian yang melihat helikopter yang akan mendarat ke markas.
“Baik, kalian pergilah! Semoga kalian
bisa selamat sampai tujuan!” seru Pak Jenderal menyuruh para tentara itu pergi,
termasuk Dian.
“Siap, Pak Jenderal!”
Dian, sebagai Letnan Kolonel mengatur
semua tentara yang ditugaskan untuk pergi.
“Kalian semua! Setelah kalian sudah
sampai di sana, kalian jangan istirahat atau malas-malasan! Karena kalian masih
ada penyuluhan di sana! Jika aku melihat kalian capek-capek atau bermalasan,
aku akan menghukum kalian dengan hukuman lebih berat lagi. Mengerti kalian?!!”
“Siap! Mengerti, Pak Letnan!”
“Baik, kalian masuklah duluan, jangan
berebutan seperti anak kecil, kalian harus masuk ke dalam helikopter dengan
tertib. Mengerti kalian?!!”
“Siap, Mengerti, Pak Letnan!”
“Oke, masuklah.”
Para tentara itupun masuk ke dalam
helikopter, sementara Dian akan masuk belakangan.
Dian teringat akan perkataan Ayahnya 15
tahun yang lalu. Tentang masa depan Dian.
“Jika
Dian memang ingin jadi tentara, Dian harus bersiap dalam segala hal. Dian akan
selalu sibuk, ataupun mendapat tugas mendadak, atau mungkin... Dian akan
mendapat tugas yang merelakan nyawa. Dian harus bersiap dengan semua itu.”
“Jika
Dian ingin melindungi Indonesia, Dian kemungkinan akan berperang untuk
perdamaian antar Negara. Dan juga, Dian akan meninggalkan orang-orang
kesayangan di Indonesia. Harus siap dengan semuanya.”
Dan juga, perkataan tentara yang
menolongnya 21 tahun yang lalu.
“Biasanya
para tentara itu ditugaskan untuk pergi ke Negara Berkonflik. Dan biasanya ada
perang perlawanan. Biasanya masalah muncul karena konflik perdamaian yang belum
selesai. Jadi para tentara di Indonesia ditugaskan untuk kesana supaya ada
perjanjian perdamaian.”
“Tentara
bisa saja terluka. Karena tentara lainnya juga melawan dan butuh senjata yang
lengkap untuk menggugurkan sesuatu. Jadi, tentara Indonesia biasanya gugur di
medan perang. Dan negara-negara konflik lainnya mungkin masih banyak. Tentara
Indonesia pasti ada yang gugur lagi. Yah, seperti itu.”
“Tanganku
terluka karena kena luka tembak saat pergi ke Negara Konflik Lebanon. Tapi aku
tak merasakan apa-apa. Meskipun aku dibalut perban, tapi sebagai tentara, badan
adalah perisai. Tapi kalau kamu cita-cita menjadi tentara, kamu harus punya
fisik yang kuat untuk itu. Dan siap siaga jika kamu kena luka tembak atau jika
kamu mati di tengah perang.”
Setelah semua tentara masuk, Dian pun
ikut masuk dalam helikopter itu dan bersiap untuk pergi ke Negara Wilayah Timur
Tengah. Dian berjanji ingin memegang kata-kata yang telah didengarnya sedari
dulu. Dan inilah misi Dian untuk pergi kesana, untuk melindungi Negara.
BERSAMBUNG
keren..
BalasHapusMakasih yah ^^
Hapus