Jumat, 10 Juni 2016

[Cerbung] Remember Dad - Episode 3



BAGIAN TIGA

* * *

-=1996=-

Seperti yang dibayangkan Ayah Dian, rupanya Dian tidak semakin bandel setiap tahunnya. Dian menjuarai lomba lari antar sekolah dan lomba bulu tangkis antar kecamatan. Seperti yang sudah dibilang oleh tentara yang menolong Dian satu tahun yang lalu, jika ingin menjadi seorang tentara, intinya harus siap siaga dalam menghadapi apapun dan harus mempunyai fisik yang kuat. Dan juga Dian sudah memilih apa impiannya kali ini. Yaitu menjadi tentara.

Mulai tahun ini, Dian harus menjaga fisiknya sampai masuk tentara. Ayah Dian tentu mendukung anaknya untuk menjadi tentara. Bahkan setiap hari, Ayah Dian harus selalu bersawah atau bahkan menjual beras kepada banyak orang. Ayah Dian bahkan pulang malam demi Dian. Ibu Dian pun juga mendukung Dian untuk menjadi tentara. Apapun yang mereka lakukan, yang penting ada hasilnya untuk Dian.

Suatu hari, saat Dian pulang latihan fisik, Dian tak mendapat apa-apa di rumahnya melainkan ada makanan di rumah. Mungkin Ibunya yang masak. Dian menghampiri makanan itu dan melihat ada kertas yang ditaruh di meja makan. Dian pun membacanya.

Maafkan Ibu, Nak. Ibu dan Ayah harus pergi ke tempat Nenek. Karena Nenek sedang sakit. Ibu sudah menyimpan uang untuk main ding-dongmu. Mungkin dalam waktu 3 hari, Ibu dan Ayah akan pulang dan membawa uang yang banyak untukmu. Jadi bersabar yah, Nak.

Dian  membaca itu begitu tertekan karena dia ditinggalkan oleh orang tua mereka. Dian sudah menorehkan prestasinya lewat lomba fisik dan Dian selalu main ding-dong. Memang itu sudah menjadi kebiasaan bagi Dian yang selalu main ding-dong.

-----------------------------

-=2016=-

Dian dan istrinya sedang pergi ke tempat sesuatu. Mereka diam saja di mobil tanpa ada kata-kata sekalipun. Namun tak berapa lama, Dian pun membuka obrolan.

“Eumm, Farah.”

“Iya, apa, Mas?”

“Ehh, ada yang harus kukatakan padamu.”

“Apaan itu, Mas?”

“Kurasa besok aku harus pergi.”

“Pergi mana, Mas?”

“Aku ada tugas menjalankan misi. Dan aku tidak bisa menunda tugas ini.”

“Tugas mengabdi Negara?”

“Iya. Jadi, selama 2 bulan aku tidak ada di Indonesia. Kalau kamu sedang kesepian, panggil saja mertua untuk menjagamu. Karena ini tugas penting.”

“Karena Mas adalah Letnan Kolonel?”

“Hmm, iya. Kadang aku juga akan terlibat dalam perang, jadi kamu harap maklum jika aku banyak luka. Kan sebelum kita nikah, kamu harus janji padaku jika aku punya tugas, kamu jangan mengeluh. Dan kamu bilang’iya’ padaku. Jadi, kau sebagai istriku, jangan mengeluh ketika suamimu sedang ada tugas. Ya? Aku mohon padamu.” Dian lalu memegang pundak istrinya dan meyakinkan.

“Huhh. Iya, Mas.” kata istrinya sambil menghela nafas mengeluh.

Setelah mereka mengobrol, mobil pun hening kembali. Mereka tak bicara apa-apa lagi.

--------------------

-=1999=-

3 tahun kemudian, Dian sudah genap berumur 20 tahun. Setiap tahun, Dian mengalami metamorfosis. Kini, Dian menjadi seseorang yang sangat gagah dan kuat. Bahkan Dian masuk sekolah tentara. Dia masih belum mendapat pangkat apa-apa, karena dia masih bersekolah.

Sudah setahun yang lalu sejak dia menjauh dari orang tuanya. Dia sengaja ke Jakarta untuk masuk ke sekolah tentara dan latihan fisik lebih baik lagi. Bahkan saat tahun ’98, Dian tak minta maaf pada orang tuanya atas kesalahan yang dia buat pada tahun ’91. Namun Dian tak mempedulikannya lagi. Kini dia sudah bebas dan tidak disusahkan lagi oleh orang tuanya. Walaupun Dian masih bisa berkomunikas pada orang tuanya, tapi Dian menganggap dirinya bebas dan bisa menjelajahi dunia lebih baik lagi.

Di sekolah tentara, Dian masih saja latihan fisik. Itulah kenapa badannya sudah terbentuk karena dari hasil latihan fisik yang selalu dilakukan oleh Dian. Namun Dian masih menghantui bayang-bayang orang tuanya. Walaupun Dian sudah akur pada orang tuanya, tapi Dian masih memiliki rasa kesalahan dari orang tuanya. Dian pergi merantau dan meninggalkan orang tuanya di Bandung tanpa mengajak mereka sekalian. Dian tinggal di kost untuk sementara waktu. Sementara untuk makanan, orang tuanya tentu memasakkan makanan untuk Dian dan juga mengirimkan uang setiap saat untuk Dian.

-=2002=-

Kini, Dian pun punya pangkat sendiri. Dia memiliki pangkat Sersan Mayor. Karena Dian adalah anak yang tangguh.

Saat acara kenaikan pangkat, ikut serta pula orang tua Dian. Dian juga melihat orang tua Dian ada berdiri dengan wajah kebahagiaan. Dian hanya melemparkan senyum pada orang tuanya. Orang tuanya tak menyangka jika Dian sudah sebesar ini dan sudah segagah ini. Dian hanya bisa melemparkan senyumnya lagi pada orang tuanya dan tidak mengucapkan sepatah kata apapun pada mereka.

------------------------------

-=2016=-

Hari ini adalah hari terakhir Dian bersama dengan istrinya. Karena Dian harus pergi ke markas untuk persiapan pergi ke Negara yang masih belum selesai perdamaiannya. Sebelum dia pergi, Dian membawa tas besar berwarna hijaunya sambil memakai baju tentara yang selalu dia pakai. Dia pun berpisah dengan istrinya di luar rumah dan mobil yang menjemputnya.

“Farah, jaga dirimu baik-baik yah. Ini adalah pujian terakhirku untukmu. ‘Kau adalah istriku yang paling cantik, baik, dan  juga penurut pada suaminya, seperti aku yang menjadi tentara dan menjadi pelindung bagimu’.”

“Aku juga, Mas. Ingin memberikan pujian terakhir untukmu. ‘Kau adalah suamiku yang paling gagah, kuat, dan juga berani. Walaupun kamu terluka, tapi kamu tidak mengeluh seperti anak kecil. Kau adalah tentara yang paling gagah dan kuat.’ Jadi, jangan mati, yah.”

“Pasti, pasti. Saya tak akan mati. Jadi kamu menunggu saja. Ya?” ucap Dian lalu memeluk istrinya.

“Kau harus janji padaku, untuk tidak mati. Tidak gugur dalam medan perang. Dan juga... Tidak ada luka sekalipun.”

“Iya, iya, Farah. Aku memegang janjimu. Aku tidak akan mati. Aku tidak akan mati. Aku tak akan mati.” ucapnya sambil mempererat pelukan istrinya lalu disusul dengan keluarnya air mata Dian yang sedih harus meninggalkan Indonesia untuk menjalankan misi.

“Kalau begitu, aku pergi. Jaga dirimu baik-baik. Ya?”

“Iya, Mas.”

Dian pun pergi membawa tas besarnya dan langsung masuk menuju mobil untuk berlanjut ke markas. Dian ikut menangis karena harus berpisah dengan istrinya.

-------------------

Sesampainya di markas, Dian mendapatkan sambutan dari Pak Jenderal.

“Hormat, Pak Jenderal!” Begitu sampai di markas, Dian langsung hormat pada Pak Jenderal.

“Hormat, Pak Letnan!” Pak Jenderal berbalik hormat pada Dian.

“Baik. sebelum kalian pergi, ada hal yang harus saya beritahukan pada kalian. Kali ini, saya mengirim 40 orang tentara untuk pergi ke Negara yang masih belum mengadakan perdamaian dan masih selalu adanya konflik, tepatnya di wilayah Timur Tengah. Saya hanya berdoa pada kalian yang sedang menjalankan tugas, semoga kalian bisa kembali dengan selamat dan tidak ada satupun yang mati ataupun terluka. Mengerti semua?”

“Siap! Mengerti, Pak Jenderal!”

“Baiklah. Sebentar helikopter akan menjemput kalian, dan juga Letnan Kolonel Dian, awasi para tentara dan juga senjata yang akan kalian bawa nanti.”

“Siap, Pak Jenderal!”

“Oh ya, Pak Letnan Kolonel Dian juga turut berpartisipasi dalam peperangan nanti. Karena dialah satu-satunya tentara yang sangat kuat. Jika terkena tembakan apapun, dia tak akan kesakitan.”

“Pak Jenderal, helikopter sudah datang!” seru Dian yang melihat helikopter yang akan mendarat ke markas.

“Baik, kalian pergilah! Semoga kalian bisa selamat sampai tujuan!” seru Pak Jenderal menyuruh para tentara itu pergi, termasuk Dian.

“Siap, Pak Jenderal!”

Dian, sebagai Letnan Kolonel mengatur semua tentara yang ditugaskan untuk pergi.

“Kalian semua! Setelah kalian sudah sampai di sana, kalian jangan istirahat atau malas-malasan! Karena kalian masih ada penyuluhan di sana! Jika aku melihat kalian capek-capek atau bermalasan, aku akan menghukum kalian dengan hukuman lebih berat lagi. Mengerti kalian?!!”

“Siap! Mengerti, Pak Letnan!”

“Baik, kalian masuklah duluan, jangan berebutan seperti anak kecil, kalian harus masuk ke dalam helikopter dengan tertib. Mengerti kalian?!!”

“Siap, Mengerti, Pak Letnan!”

“Oke, masuklah.”

Para tentara itupun masuk ke dalam helikopter, sementara Dian akan masuk belakangan.

Dian teringat akan perkataan Ayahnya 15 tahun yang lalu. Tentang masa depan Dian.

Jika Dian memang ingin jadi tentara, Dian harus bersiap dalam segala hal. Dian akan selalu sibuk, ataupun mendapat tugas mendadak, atau mungkin... Dian akan mendapat tugas yang merelakan nyawa. Dian harus bersiap dengan semua itu.

Jika Dian ingin melindungi Indonesia, Dian kemungkinan akan berperang untuk perdamaian antar Negara. Dan juga, Dian akan meninggalkan orang-orang kesayangan di Indonesia. Harus siap dengan semuanya.

Dan juga, perkataan tentara yang menolongnya 21 tahun yang lalu.

Biasanya para tentara itu ditugaskan untuk pergi ke Negara Berkonflik. Dan biasanya ada perang perlawanan. Biasanya masalah muncul karena konflik perdamaian yang belum selesai. Jadi para tentara di Indonesia ditugaskan untuk kesana supaya ada perjanjian perdamaian.

Tentara bisa saja terluka. Karena tentara lainnya juga melawan dan butuh senjata yang lengkap untuk menggugurkan sesuatu. Jadi, tentara Indonesia biasanya gugur di medan perang. Dan negara-negara konflik lainnya mungkin masih banyak. Tentara Indonesia pasti ada yang gugur lagi. Yah, seperti itu.

Tanganku terluka karena kena luka tembak saat pergi ke Negara Konflik Lebanon. Tapi aku tak merasakan apa-apa. Meskipun aku dibalut perban, tapi sebagai tentara, badan adalah perisai. Tapi kalau kamu cita-cita menjadi tentara, kamu harus punya fisik yang kuat untuk itu. Dan siap siaga jika kamu kena luka tembak atau jika kamu mati di tengah perang.

Setelah semua tentara masuk, Dian pun ikut masuk dalam helikopter itu dan bersiap untuk pergi ke Negara Wilayah Timur Tengah. Dian berjanji ingin memegang kata-kata yang telah didengarnya sedari dulu. Dan inilah misi Dian untuk pergi kesana, untuk melindungi Negara.

BERSAMBUNG







2 komentar: