Sabtu, 28 Mei 2016

[Cerbung] Future Dad - Episode 7


Episode Sebelumnya : The Best Father

Confession

* * * 

Daryan masih menunggu bis datang. Dia cemas karena akhir-akhir ini Dokter Daryan menghindari kontak mata dengan Daryan. Dia takut apakah Dokter Daryan tahu dengan identitas aslinya. Untuk memastikannya, Daryan memeriksa kartu donor yang selalu dibawanya di tas. Dia membuka tas, dan tiba-tiba dia terkejut karena kartu donornya hilang. Biasanya ada di tasnya, tapi tiba-tiba menghilang. Apakah jangan-jangan, Dokter Daryan sudah mengetahuinya? Tak berapa lama, bis pun datang dan Daryan pun segera naik bis itu. Daryan masih dilanda kecemasan karena kartu donornya hilang. ------------------------- Dokter Daryan pun sampai di RS Siloam dengan membawa tas punggung besarnya. Setelah sampai di ruangannya, dia pun duduk dan mereflekskan dirinya. Dia masih berpikir tentang kartu donor yang didapatnya. Dia pun mengeluarkan kartu donor yang didapatnya dan melihatnya lebih detail lagi. Dan benar, namanya adalah Daryan Eka Haryanto. Tanggal lahirnya sama dengannya. Dokter Daryan pun berpikir bagaimana bisa Daryan yang dikenalnya sebagai perantau luar kota bisa berbuat seperti ini? Bukannya ada KTP yang dia bawa? Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Sepertinya yang ngetuk pintu adalah keluarga pasien. Mungkin dia ingin konsul dengan dokter. Dokter Daryan kembali seperti biasanya dan siap untuk melontarkan kata-kata pada keluarga pasien. --------------------- Daryan seperti biasa pergi ke sanggar seni untuk belajar. Mungkin ini jadi akhir pertemuan di Sanggar Seni karena Daryan hanya sampai di sini saja belajar Seni Rupa. Daryan sendiri yang mau berhenti dari sanggar seni itu. ------------------------- Setelah melayani pihak pasien, Dokter Daryan langsung keluar dari rumah sakit untuk menenangkan diri. Dia pergi ke kafe untuk tenangkan diri. Sekaligus melihat lagi kartu donor itu. Dia terus menatap kartu donor itu. Dokter Daryan masih belum percaya dari apa yang dilihatnya. Bagaimana bisa Daryan Eka Haryanto ada di daftar pendonor? Bukannya dia hanya menjaga istrinya sepanjang hari?

Daryan pulang tanpa berkata-kata pada guru-nya. Hanya mengucapkan selamat tinggal saja sudah cukup. Sebelum pulang ke rumah, Daryan singgah di kafe yang sering dia kunjungi. Dia memesan kopi cappucino dan roti sandwich panggang. Dia duduk sambil menunggu pesanan. Dia masih dilanda rasa kecemasan karena kartu donor tersebut. "Bagaimana jika Kak Daryan tahu soal kartu donor itu? Apa yang telah terjadi padaku?" gumamnya di dalam hati. Sementara itu, Dokter Daryan juga masih curiga. Kartu donor masih dia pegang. "Apa benar kartu donor ini milik Daryan yang dari perantauan? Atau mungkin ini adalah kartu donor lamaku?" Dokter Daryan juga ikut bergumam. Secara kebetulan, Dokter Daryan melihat Daryan yang semakin lesu saja duduk di kursi meja no 22. Dia pun segera memanggilnya. "Hei, Dek Daryan. Sini, ayo sini." seru Dokter Daryan sambil menjentikkan jarinya. Daryan terkejut karena melihat Dokter Daryan secara kebetulan. "Lho, Kak Daryan? Kok kakak ada di sini? Bukannya kakak ada di rumah sakit?" Daryan pun menghampiri Dokter Daryan dan duduk bersama. "Ah, istirahat dulu." jawabnya dengan polos sambil memasukkan kartu donor secara diam-diam. "Kakak pesan apa di sini?" "Kakak pesan espresso dan roti tawar." "Lho, kok pesannya yang itu? Kan gak enak." "Hahahaha, kakak bercanda kok. Kakak pesan yang enak." "Pesan apa coba?" "Aduh, kan kamu udah tahu menu-menu di kafe ini." "Iya sih, aku selalu mesan yang enak si sini." Dokter Daryan tersenyum mendengar pengakuan Daryan. ------------------------- Di rumah sakit, teman Daryan yang bernama Dani sedang mengecek sesuatu. Kayaknya itu adalah dokumen yang berisi tentang dokter-dokter yang bertugas jaga malam di RS ini. Berhubung Dani juga adalah panitia donor, dia juga kelihatan bingung karena nama temannya ada dalam daftar pendonor. Tapi yang aneh, si pendonor dengan nama Daryan Eka Haryanto ini umurnya masih sangat remaja. Sekitaran 17 tahunan. Lalu, siapa kira-kira anak remaja itu? Dani masih berjalan di lorong rumah sakit dengan sangat bingung. Dan di TV, ada berita terbaru yang sedang disampaikan oleh pembawa berita. ------------------------ Telah ditangkap seorang mahasiswa berumur 20 tahun yang telah mencuri identitas seorang dokter berumur 47 tahun demi kepentingan seorang mahasiswa tersebut dan berniat untuk menjatuhkan Dokter tersebut. Diketahui bahwa dalam peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, barang siapa yang telah mencuri identitas orang yang penting demi urusan pribadinya, maka akan dipidanakan selama 20 tahun penjara dan denda 500 juta rupiah. Untuk sekarang ini, mahasiswa yang ditangkap akan menjalani sidang pertamanya besok. -------------------------- Dani melihat berita itu juga kelihatannya agak terkejut. Apakah Daryan Eka Haryanto yang mendonor darah waktu itu adalah seorang penguntit? -------------------------- Daryan dan Dokter Daryan masih di kafe dan mereka makan sangat lahap. "Wah, makan kamu tak berubah yah." sahut Dokter Daryan yang melihat Daryan makan belepotan remah-remah di mulutnya. "Hahaha, iya. Saya sih punya cara tersendiri untuk makan." Daryan bicara dengan mulut yang penuh makanan. "Aduh, cepat selesaikan saja makanmu. Kita harus pulang ke rumah, ada yang harus aku urus." "Oh, harus sekarangkah? Ini aku harus makan ini semua. Bagaimana aku harus habiskan?" "Bungkus aja, nanti kau makan di rumah. Enteng, 'kan?" "Oh iya, yah." Sepertinya rasa kecemasan Daryan perlahan menghilang. Kini dia senang lagi bisa melihat Dokter Daryan tersenyum seperti itu setelah Dokter Daryan sering menghindari Daryan.

Dokter Daryan pun membayar semua makanannya dengan kartu kredit dan langsung pulang bersama Daryan. Mereka mengalami pembicaraan yang seru. "Oh iya, bagaimana dengan les terakhirmu di sanggar?" tanya Dokter Daryan membuka obrolan. "Yah, kayak biasanya sih kak. Karena itu kemauanku untuk berhenti." "Iya, setidaknya kamu harus berhenti karena kamu sudah ingin memulai proyekmu. Tapi proyek kamu sudah selesai belum?" "Belum sih, tapi proyek aku sudah kuselesaikan melalui hp." "Wah, bisakah?" "Iya dong. Bisa." "Biar kulihat." Daryan menunjukkan hasil proyeknya itu pada Dokter Daryan. Tapi sebenarnya bukan proyek, namun hanya dibuat-buat semata-mata adalah proyek sungguhan. Kali ini, kebohongan Daryan bertambah. "Bagus bukan? Apa cantik?" "Bagus sekali. Tapi kenapa gak dilukis di kanvas saja?" "Tapi ini proyek yang aku butuhkan. 'Proyek Digital' untuk pelukis." "Wah, teknologi sungguh sangat canggih yah." "Iya, Kak Daryan. Betul." Mereka masih bicara dengan sangat seru. ------------------------- Dani, teman Dokter Daryan kelihatannya terkejut karena mahasiswa yang ditangkap itu adalah adiknya sendiri. Dia langsung izin selama 3 jam untuk melihat adiknya yang berada di kantor polisi. Dia terus berlari hingga sampai di kantor polisi. Dia langsung menemui adiknya yang sementara diinterogasi oleh polisi. "Hei! Apa yang selama ini kamu lakukan? Kamu mendapat uang darimana?" kesal Dani pada adiknya sambil memegang pundak adiknya. "Oh, kamu kakaknya?" tanya polisi yang menginterogasi adik Dani. "Iya, Pak! Saya kakaknya. Memang apa yang telah dilakukan adikku sehingga dia seperti ini?" "Jadi begini... Ini anak melakukan penipuan saat ingin mengambil uang di bank. Saat itu dia sudah memiliki rekening bank, namun bukan atas nama dia. Atas nama orang lain. Dan si korban datang ke bank dan mengeluh karena dia sama sekali tidak melakukan aktivitas tarik menarik uang, sampai akhirnya si korban menemukan pelaku pencurian identitas ini. Dan kita masih butuh proses untuk menginterogasi anak ini." "Pak Polisi, saya sebagai kakak, tak pernah membimbing adikku seperti ini. Dan adikku bukan penipu. Dia orangnya baik, Pak!" seru Dani yang tak terima dengan penjelasan dari pak polisi. "Tapi sudah jelas, adikmu ini sudah menipu. Korbannya sangat sakit hati karena dia melakukan apa yang tak seharusnya dia lakukan. Dan adikmu ini sudah menipu banyak orang dengan memakai identitas orang lain." "Pak, boleh saya bicara dengan adik saya sebentar?" "Tapi kami belum selesai interogasi..." "Sebentar saja kok!" Dani pun bicara dengan adik Dani secara empat mata. Mereka samgat serius bicara. "Dek, bicara dengan jujur. Apa yang selama ini kamu lakukan? Kenapa kamu menipu? Kelakuanmu ini tidak hanya merugikan kakak dan korbannya, tapi dirimu sendiri. Jawab kakak!" "Aku... Aku... Aku..." "Jawab, Dek! Jawab!" "Aku... hanya ingin jadi dokter itu. Impianku tak tercapai, aku ingin jadi dokter." "Terus kenapa gak bilang sama kakak kalau mau jadi dokter? Kenapa harus pake cara nipu begini sih? Kenapa?" "Aku... tidak kesampaian." "Bohong kamu. Bohong. Mana ada kamu berkata seperti itu? Katakan yang sejujurnya." Adik Dani hanya bisa diam menunggu jawaban yang akan keluar di mulutnya. ------------------------- Dokter Daryan dan Daryan pun pulang ke rumah. Dan mereka dikejutkan dengan makanan yang sudah tersusun di atas meja. Mereka melihat makanan yang sangat enak buatan istri Dokter Daryan. "Ayo makan!" sang istri mengajak mereka untuk makan. Mereka pun akhirnya makan dan masing-masing mengambil nasi untuk mereka makan.


Dokter Daryan sedang menghibur anaknya yang berada di tempat tidur bayi. Kini anaknya sudah beradaptasi dengan orang-orang terdekatnya. Anaknya lebih suka Ayahnya karena Ayahnya sangat lucu dalam menghibur. Pada jam 7 malam, seperti biasa, keluarga besar Dokter Daryan makan malam bersama. "Nak! Nak, ayo makan!" seru Ayah Dokter Daryan yang memanggil anaknya di lantai 2. "Iya, Yah! Tunggu sebentar." Dokter Daryan dengan membawa anaknya turun ke lantai 1 dan bergabung bersama di meja makan. "Aduh, kamu ini. Masa anak digituin?" ucap Ayah Dokter Daryan yang melihat Dokter Daryan menggendong anaknya. "Seperti inilah peran Ayah. Selalu menjaga anaknya dengan baik." "Ya sudah, biar Ibu yang gendong Hanif. Kamu makan saja." Giliran Ibu yang sewot dengan kelakuan Dokter Daryan. Mereka makan bersama tanpa Daryan. Kemanakah Daryan? Kenapa menghilang begitu saja? --------------------------- Ternyata Daryan makan di kafe langganannya. Di depannya telah tersaji Nasi Goreng Spesial dan Lemon Tea dengan gelas puncher. Daryan rupanya tahu tentang kasus yang menimpa adik Dani. Dia takut apakah dirinya akan masuk penjara juga karena pencurian identitas? Ah, tapi Daryan tidak ingin memikirkannya sekarang. Dia tetap makan karena dia sangat lapar. --------------------------- Keesokan harinya, Dokter Daryan seperti biasa berangkat kerja lagi. Dia membawa tas punggung besarnya dan lekas menuju mobilnya lalu berangkat. Daryan yang saat itu sudah bangun melihat dompet Dokter Daryan ketinggalan. Segera, Daryan mencuci muka-nya dan langsung mengambil dompet Dokter Daryan dan buku selipannya. Secara tidak sengaja, kartu pelajar Daryan terselip di buku Dokter Daryan. Karena dia terus memegang kartu pelajar itu, jadi dia ingin menjaga kartu pelajarnya itu. Apa yang akan terjadi jika misal Dokter Daryan tahu akan ini? Daryan lekas naik taksi untuk mengejar Dokter Daryan hingga ke RS Siloam. Selang tak berapa lama, Daryan pun sampai di RS Siloam dan langsung mengejar Dokter Daryan yang sedang menuju ruangannya. Dan akhirnya, Daryan melihat Dokter Daryan masuk ke ruangannya. "Kak Daryan! Dompet Kakak ketinggalan!" Daryan berseru sambil tergesa-gesa menuju menghampiri Dokter Daryan. Dokter Daryan yang melihat ini langsung terkejut dan keheranan. Tiba-tiba saja, Daryan jatuh tersungkur di lantai dan barang-barangnya berserakan. Semua barang-barang Dokter Daryan berserakan. "Ah, astaga! Ya ampun!" Daryan panik ketika barang yang dia pegang terjatuh. "Hei, kamu tak apa-apa? Sini, biar kubantu. Aku akan bersihkan." Dokter Daryan ikut membantu dan tiba-tiba dia terkejut karena melihat sesuatu. Dia melihat kartu pelajar Daryan juga ikut dalam buku itu. Entah apa yang Dokter Daryan pikirkan, yang jelas Daryan panik karena sudah ketahuan. "Ini... Ini, bukannya kartu pelajarmu? Kok kamu pakai namaku segala?" Dokter Daryan bertanya dengan terkejut. "Ehm, itu..." "Bukannya kamu dari Surabaya? Kenapa kamu sekolah di Jakarta? Coba lihat, tertera di kartu pelajarmu bahwa kamu sekolah di Jakarta dan kamu sekolah di SMA tempatku. Aku juga sekolah di situ. Dan kamu..." risih Dokter Daryan dengan masih diselimuti kepanikan. "Biar aku jelasin semuanya, Kak." "Dan kamu punya nama yang sama denganku. Daryan Eka Haryanto. Bahkan alamat orang tuaku dan tanggal lahir sama semua. Semuanya sama. Bukannya ini salah jika mencuri identitas orang lain? Harusnya kamu sudah dipenjara waktu itu!" Dokter Daryan masih kesal pada Daryan dan tak bisa mengontrol emosinya. "Ti--tidak, kok. Aku hanya..." "Sudah, lebih baik aku membawamu ke kantor polisi. Kelakuan kamu sudah kelewatan!" Dokter Daryan pun membawa paksa Daryan pergi, namun Daryan menolak. "Tunggu, Kak! Tunggu! Ini salah paham. Itu kartu pelajar kakak kok." kata Daryan dengan bohong. "Hah! Mustahil. Kartu pelajarku sudah usang dan gak terawat lagi. Ini kartu pelajar masih baru dan kamu bilang ini punyaku?" "Kak, kumohon! Aku tidak mau masuk penjara, Kak. Tolong pertimbangkan orang-orang yang merindukanku di Surabaya." Bukannya mengakui, Daryan malah sebut-sebut 'Surabaya' karena dia tidak ingin katakan sekarang tentang identitas aslinya. "Sudah cukup! Kelakuanmu sudah kelewatan!" kata Dokter Daryan lantang. "Kak, lebih baik aku diusir saja. Aku akan selalu ingat apa yang aku lakukan pada Kakak. Bahkan aku menolong kakak. Aku tak berniat jahat, kok. Tapi kalau sudah terlanjur begini, mending kakak usir saja saya. Saya rela kok." kata Daryan dengan memohon. "Oke, aku juga akan ingat kebaikanmu padaku. Tapi, aku juga ingat keburukanmu. Dengan mencuri identitas orang lain. Kartu pelajar ini untuk sementara saya tahan. Kalau kamu mau ambil, silakan ambil sendiri tidak peduli aku sibuk atau tidak." Karena kecewa, Daryan melempar dompet itu ke lantai dan Dokter Daryan mengambilnya. Merasa jijik untuk Dokter Daryan bila berurusan dengan si pembawa sial itu.

Keputusan Daryan sudah sangat bulat. Dia cepat-cepat mengambil kopernya beserta barang-barangnya di rumah Dokter Daryan. Karena berhubung semua orang di rumah Dokter Daryan ada di lantai 2, maka Daryan pun bisa leluasa untuk pergi secara diam-diam. Daryan mengambil semua barangnya karena dia diusir oleh Dokter Daryan. Sementara Dokter Daryan frustasi sendiri karena persoalan pencurian identitas. Dia tak tahu harus berbuat apa. Yang dia lakukan hanyalah frustasi. "Aku belum melepaskan dia dengan benar. Aku benci dia karena dia sudah mengakui bahwa dia telah mencuri identitasku. Tapi kenapa aku masih belum punya rasa kebencian terhadap dia ya? Oke, aku harus melepaskan dia dengan benar kali ini." gumam Dokter Daryan sambil melihat jam dinding di koridor rumah sakit, dan sekarang sudah jam 12. ------------------------- Daryan yang selama ini berjalan di trotoar nampak kebingungan karena dia tak tahu di mana dia akan tinggal? Terjebak di masa depan begini saja tidak ada cara untuk pulang. Memang kenapa harus teleport begini? Setelah itu, Daryan melihat ada yang begitu bersinar datang dari kejauhan. Apakah itu cahaya yang akan membawanya ke masa depan? "Apakah itu adalah jalanku untuk kembali ke tahun 2016?" Dia pun segera berlari dan ternyata benar, dia melihat lukisan dan bercahaya. Dia memejamkan mata dan merasakan sedikit gravitasi yang ada di tubuhnya. Perlahan dia ditarik untuk masuk. Namun sayang, dia tidak ditarik untuk masuk ke dalam lukisan itu tak lama setelah itu. Dan lukisan itu kembali seperti semula. Daryan kembali murung sambil berjalan di trotoar. ------------------------- Dokter Daryan sedang berada di toko buku. Dia ingin beli beberapa buku karena ada buku yang dia mau baca. Dia pun melihat buku yang berjudul "Smart Parenting" yang isinya bagaimana cara menjadi orang tua yang baik untuk anaknya. Serta membeli buku novel 2 buah. Dan hingga akhirnya Dokter Daryan melihat buku "Cinderella". Dia sedikit membacanya dan dia pun tersenyum licik. ------------------------- Daryan masih cemberut sepanjang jalan. Dia bingung di manakah dia akan tinggal sekarang? Tepat jam 12 siang, Daryan berada tepat di kafe langganannya. Berhubung dia masih memiliki cukup uang, dia pun masuk ke dalam dan membeli ice coffee. Dan tepat saat itu juga, Dokter Daryan ada di situ sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya. Tetiba saatnya Daryan mengambil minuman pesanannya, Dokter Daryan melihat Daryan dan langsung memanggilnya. "Daryan, ayo sini!" Saat mendengar sebuah panggilan, betapa terkejutnya Daryan saat melihat Dokter Daryan ada di situ. Dia pun mengabaikan panggilan itu dengan rasa panik. "Hei! Ayo sini, ada yang harus kuberitahukan padamu." Dokter Daryan membujuk Daryan untuk segera bergabung bersamanya. Hingga akhirnya, Daryan pun merespon panggilan Dokter Daryan. "Apa lagi sih kak? Aku tuh muak tahu dipanggil seperti ini." kata Daryan dengan kesalnya. "Kenapa kamu begini, Dek?" Dokter Daryan mencoba memegang tangan Daryan, namun tangannya ditepis Daryan. "Tak perlu pegang-pegang. Aku tahu kok, kalau kakak ingin bohong padaku dengan pura-pura baik gini." "Tidak, aku tidak pura-pura. Aku ingin minta maaf padamu karena sudah berbuat kasar padamu. Masa aku harus mengusirmu seperti ini, Dek?" Entah badai apa yang menerpa Dokter Daryan sehingga baik seperti ini. Daryan hanya bisa melamun mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh Dokter Daryan.

"Aku tahu kok semuanya. Kamu mencuri identitasku hanya karena tak mendapat perhatian, bukan? Tak apa kok. Aku sudah memaafkanmu." kata Dokter Daryan dengan sangat lembut. Ekspresi Daryan pun berubah karena pernyataan Dokter Daryan itu. "Hah? Apa kakak bilang tadi? Apa kakak sudah memaafkanku?" "Iya, kakak sungguh. Kita bersenang-senang saja kalau begitu. Kita ke supermarket, main ke mall, dan puncaknya ke pantai untuk bakar-bakar sate. Mau?" "I--Iya kak. Aku mau." Entah kenapa situasi mencekam begini tiba-tiba berubah menjadi situasi yang sangat bahagia. Apakah Dokter Daryan sakit? Kenapa dia bisa baik begini pada Daryan? ------------------------ Tanpa basa-basi, mereka memanfaatkan waktu 12 jam mereka untuk senang-senang. Mereka sangat senang bisa berbaikan kembali. Tapi mengherankan, kenapa bisa ya Dokter Daryan menjadi baik pada Daryan? -------------------------- Dani masih menunggu jawaban dari adiknya yang meminta jujur pada Dani apa yang dilakukan adiknya selama ini. "Aku... hanya ingin dapat uang, Kak. Aku berkata jujur." kata adik Dani diiringi tangisan yang keluar dari matanya. Tanpa berkata-kata, Dani pun segera memeluk adiknya yang menangis dan kemudian dia juga nangis. Mereka berdua menangis tersedu-sedu dan Dani pun berubah pikiran dan menjadi kasihan pada adiknya. Dokter Daryan masih bersama Daryan dan bersiap untuk pergi ke pantai untuk melihat bintang kelap kelip. "Gimana, Dek? Kamu senang?" "Iya, Kak. Aku senang." "Kalau begitu, kita sama-sama baca buku yang kubeli yuk." "Ayo, Kak! Langsung menuju pantai." -------------------------- Dani pun berbaik hati untuk memberikan uang pembebasan adiknya. Daripada di penjara, mending dibebaskan dengan membayar uang dan membuat surat perjanjian dari kantor kepolisian. Dani dan adiknya keluar dari kantor polisi dan adiknya sangat senang bisa bebas karena kakaknya. "Kak, makasih ya karena sudah membebaskanku." "Iya, tapi ini untuk kali ini saja yah. Jangan lakukan untuk kedua kalinya. Jika kamu begitu lagi, aku tak akan membebaskanmu lagi dan mengusirmu dari rumah." "Iya kak. Saya gak akan begitu lagi, kok." "Baik. Aku akan kasih kamu uang 200 ribu untuk makan. Kalau sudah makan langsung pulang ke rumah yah." Dani memberikan uang pada adiknya. "Makasih yah kak." Adiknya lalu pergi ke arah kanan untuk pulang, dan Dani kembali ke rumah sakit untuk jaga malam. --------------------------- Dokter Daryan dan Daryan makan spaghetti instan bersama sambil melihat kelap kelip bintang di alun-alun pantai. Dokter Daryan lalu tersenyum pada Daryan. "Kamu ganteng hari ini, Dek." puji Dokter Daryan dengan tersenyum. "Iya, kakak juga ganteng kok." "Aduh, kamu ini. Saya suka dipuji olehmu, Dek." "Aku juga, Kak. Kita sama-sama ganteng dan sama-sama atletis. Kuharap aku juga sama seperti kakak. Yang bisa menjadi kepala keluarga yang baik, ramah pada semua orang dan juga..." Tiba-tiba saja... "Sekarang sudah waktunya jam 12 malam. Waktu sudah habis. Teng." ujar Dokter Daryan sambil melihat jam di tangannya. Daryan bingung dengan perkataan Dokter Daryan. "Oh, gimana ya, Dek? Sihir Cinderella ternyata sudah hangus." Tiba-tiba, Dokter Daryan mulai berubah sikap. "Ini-- ini maksudnya apa, Kak?" tanya Daryan tak mengerti. "Sekarang semuanya sudah kembali pada kenyataan. Akting juga sudah selesai." Dokter Daryan lalu melempar buku Cinderella pada Daryan lalu Dokter Daryan pun berdiri dari tempat duduk. "Kamu tak paham juga? Itu tadi adalah kebohongan. 'Kamu gagah hari ini'? Astaga... Memang aku harus bilang begitu padamu?" Dokter Daryan pun mulai sinis sementara Daryan menatap heran dengan perubahan Dokter Daryan. "Bagaimana rasanya kamu ditipu oleh pujianku sendiri?" Karena tak mengerti, Daryan pun berdiri menghadap pada Dokter Daryan. "Tapi jangan merasa dianggap tidak adil. Kau telah dibohongi selama 12 jam, tapi aku dibohongi selama hampir 5 bulan." ucap Dokter Daryan dengan sinis. Dokter Daryan lalu melempar kartu pelajar Daryan hingga jatuh ke bawah. "Ambil saja kartu pelajarmu. Lagian aku udah ngerti kok kalau kamu selama ini menjadi pembohong dan mencuri identitas orang lain. Jujur, aku muak sama anak remaja sepertimu. Lagian kamu anak desa yang tak tahu apa-apa." Tanpa peduli melihat Daryan yang sudah berkaca-kaca, Dokter Daryan masih saja membully Daryan. "Dan juga, aku harus jaga malam di RS sebentar. Sebentar aku harus jemput istriku karena dia juga punya tugas jaga malam di RS. Terserah kamu ingin tidur di mana, yang penting aku tak peduli." "Kakak ternyata membenciku." ujar Daryan dalam hati. "Kau juga tahu, kan? Aku sudah muak dengan kelakuanmu." "Kakak, sudah membenciku. Dia tak peduli padaku lagi. Dia sudah meninggalkanku. Sama seperti Ayah dan Ibu yang pergi dari rumah meninggalkanku sendirian." Lagi-lagi, Daryan bergumam dalam hatinya. "Kurasa aku tak akan menemuimu lagi, Daryan." ucap Dokter Daryan sambil berlalu pergi. Dokter Daryan pun menjauh dari Daryan dan sebelum itu dia berbalik melihat Daryan dengan sinis. Sementara Daryan sendiri hanya bisa berkaca-kaca menerima semua ini. Akankah mereka bisa membalikkan keadaan ini menjadi lebih baik? BERSAMBUNG

Episode Selanjutnya : The Shine Future

* * *

Episode 8 akan tayang tanggal 3 Juni. Jika tak ada updatean di blog, maka ceritanya di update di FB. Silakan ke postingan [Trivia] jika ingin melihat kontak FB saya. Terima kasih^^

[Cerbung] Future Dad - Episode 6


Episode Sebelumnya : I'm Daryan, You're Daryan

The Best Father

* * * 

"Apa Anda kenal dengan pendonor itu, yang namanya Daryan Eka Haryanto?" tanya panitia pendonor darah sambil terkejut melihat 2 identitas di kertas dokumen. "Ehh... Saya rasa tidak. Serius, saya tak mengenal anak ini. Tapi kenapa namanya bisa sama dengan namaku?" "Kurang tahu, Dok. Yang jelas, dia menyodorkan kartu pelajarnya ke kami, dan aku melihat namanya Daryan Eka Haryanto dan tanggal lahirnya sama dengan tanggal lahir Anda. Saya ragu-ragu, Dok. Kenapa ini bisa terjadi, ya?" Dokter Daryan bingung, panitia donor darah pun juga bingung. Siapa anak remaja yang donor darah kemarin? ----------------------- Di rumah, Daryan masih tertidur di kamar pribadi Dokter Daryan. Hingga akhirnya dia terbangun. Daryan masih mengantuk dan masih ingin tidur lagi. Namun karena Daryan haus dan ingin minum, Daryan pun ingin keluar dari kamar pribadi Dokter Daryan. Tiba-tiba, ada note tempel yang ditaruh di meja belajar. Mungkin itu dari Dokter Daryan. "Ingat, belajar Seni Rupa jam 11, bangun cepat." Tulisan Dokter Daryan yang ditaruh di meja belajar. Daryan sedikit mengangguk. Dia periksa jam, baru jam 8 pagi. Daryan pun keluar, dan dia disambut oleh kedua orang tua Dokter Daryan yang juga adalah orang tuanya sendiri, dan istri Dokter Daryan yang sedang menggendong Hanif, anak dari Dokter Daryan. "Oh, apa kamu yang namanya Daryan?" Ibunya tiba-tiba bertanya tentang Daryan. "Oh, iya. Saya Daryan. Saya dari perantauan." Daryan hanya menjawab polos. "Ooh, kok kamu mirip dengan anakku yang dokter itu?" "Siapa? Kak Daryan? Mungkin maksud Anda namanya sama?" "Iya, namanya sama. Tapi aku lihat dari gaya bicaramu, mirip dengan Dokter Daryan, anakku." Daryan terdiam sejenak dan memutar otak. "Ehh... Anda mungkin salah paham? Nama memang sama, tapi orang tuaku memberiku nama Daryan karena kagum dengan pelukis muda yang namanya Daryan juga." "Jadi? Kamu tahu jika anakku adalah pelukis?" "Iya, Bu." "Wah, kok bisa ada anak sepertimu bisa mengagumi anakku? Tapi kenapa kamu tinggal di rumahnya Dokter Daryan?" "Ah, aku sempat menolong dia, jadi sebagai balasannya, dia mengijinkanku tinggal di rumahnya." "Oh, begitu. Oke, kalau begitu, kamu makan dulu, makan. Ini ada sayur sop dan tumis kangkung. Ayo makan." Ibunya mengambil piring untuk Daryan dan Daryan mengambil dua sendok nasi dan langsung makan. Daryan sedikit terkejut, namun dia tetap harus menjaga identitas aslinya agar identitasnya tidak bocor pada orang-orang, termasuk Dokter Daryan.

Di RS Siloam, Dokter Daryan sedang minum kopi kaleng sambil melihat pemandangan dari jendela. Temannya pun ikut gabung dengan Dokter Daryan sambil bawa kopi kaleng juga. "Daryan, kamu padat jadwal lagi, ya?" tanya temannya sambil melihat pemandangan di jendela. "Kenapa memangnya?" "Tidak kok, tadi kamu ada jadwal operasi, kan?" "Siapa?" "Pasien yang mengalami tumor. Gimana keadaannya?" "Yah... Baik kok, tak ada masalah." jawabnya dengan polos. "Oh ya, tadi aku dengar kalau kamu donor darah kemarin? Perasaan kamu cuti, jagain istrimu." "Tidak kok, aku tak donor kemarin." "Lalu kenapa ada nama Daryan Eka Haryanto di daftar pendonor? Di daerah ini, nama Daryan Eka Haryanto hanya satu. Ya itu kamu, kan?" "Ehh... Iya sih. Tapi ada yang terlintas dari benakku. Ada seorang anak remaja dari Surabaya yang nginap di rumahku. Namanya sama, Daryan juga. Tapi tak mungkin dia, Daryan Eka Haryanto. Namaku sangatlah bagus. Daryan Eka Haryanto." "Ahh, tak usah sombong kamu. Apa kamu punya jadwal lagi?" "Hmm, masih ada. Jam operasi untuk penyakit masalah lambung. Harus aku operasi jam 2 siang nanti. Tapi aku harus refreshing dulu." "Iya, sama. Aku juga harus refreshing. Gimana kita minum bir masing-masing dua? Oke?" "Hmm, oke, kita minum sekarang." seru Dokter Daryan sambil berlalu pergi lorong rumah sakit bersama temannya untuk pergi beli bir kaleng. ------------------------- Daryan bersiap untuk pergi ke sanggar seni rupa untuk belajar seni rupa lagi. Dia mengambil tas-nya dan pamit pada istri Dokter Daryan. "Kak, saya pergi dulu yah. Semoga cepat pulih. Dedek Hanif, dadah yah, kakak pergi dulu." kata Daryan sambil mengelus wajah Hanif. "Iya, hati-hati yah." "Iya, Kak." Daryan pun pergi ke halte bis untuk menunggu bis koridor 3. Bersama orang-orang yang juga ingin naik bis, Daryan setia menunggu bis yang akan datang. Dan tak berapa lama, bis pun datang. Daryan hanya membayar 5000 untuk naik bis, dan beruntung uang itu bisa diterima oleh si petugas. ------------------------- Setelah hampir satu jam naik bis, Daryan pun sampai di halte yang dia tuju. Maka, dia langsung berlari menuju sanggar seni rupa. Pelajaran dimulai, dan Daryan beserta murid-murid lainnya disuruh membuat gambar simetris. Dengan akalnya, Daryan pun melukis obyek simetris dengan baik. Belum selesai 5 menit, Daryan sudah selesai dengan gambarnya. Semua murid-murid takjub dengan kemampuan Daryan yang melukis. "Wah, kamu pandai yah dalam melukis." ujar pengajar seni yang takjub melihat Daryan yang cepat melukis. "Iya, Bu. Makasih." "Baik, sudah jam istirahat sekarang. Kalian boleh istirahat. Sekian." Pengajar itupun lalu pergi meninggalkan kelas. Daryan langsung duduk di halaman depan kelas dan dia membawa buku diary warna coklat milik Dokter Daryan. Dia pun membacanya halaman per halaman. -------------------------- Umurku sekarang sudah 20 tahun. Ya, mungkin sudah saatnya aku memiliki impian. Aku sangat bodoh sekali, karena aku memilih jurusan kedokteran umum ketimbang jurusan seni. Padahal darah seni Kakekku sudah mengalir padaku. Keluargaku semua pada suka seni, termasuk orang tuaku bahkan tanteku juga suka seni. Bahkan kakakku juga. Tapi aku, lebih memilih di Kedokteran. Kenapa? Karena itu berguna dalam hidupku. Aku bisa berolahraga ataupun menjaga kesehatan karena aku seorang Dokter. Ya, impianku adalah menjadi seorang Dokter. Tapi, aku punya impian lagi yang harus kuraih. Yaitu apa? Aku ingin menjadi seorang Ayah. Masuk akal-kah? Jika aku ingin jadi seorang Ayah? Semua laki-laki di dunia ini pasti akan menjadi seorang Ayah. Tapi bukan itu maksudnya. Aku ingin menjadi seorang Ayah yang berwibawa dan gagah. Aku ingin membuat diriku gagah, walaupun aku sudah memiliki seorang anak. Aku ingin menjadi Ayah yang baik untuk anak-anakku di masa depan nanti. Aku pasti akan meraihnya. ------------------------- Setelah membaca diary itu, Daryan tentu kaget karena melihat impiannya yang sungguh bagus. Dia terus membaca dan membaca diary coklat itu sampai dia pun menemukan petunjuk.

Dokter Daryan dan temannya sedang duduk di depan supermarket untuk minum bir kaleng. Bir mereka masing-masing 2, jadi mereka bisa bebas untuk minum. "Oh iya, istrimu kapan kerja?" "Yah, kalau istriku sudah pulih, pasti dia akan kerja." "Iya, sih." ujar temannya sambil menenggak bir kalengnya. "Tapi, kamu tidak terima gaji? Aku udah tadi." Dokter Daryan mengingatkan temannya tentang gaji. "Oh iya, yah! Kok aku jadi lupa gini?" "Nah, tuh kan, tuh kan, kamu lupa lagi? Kamu mau, dimarahi ketua?" "Gaji kamu berapa sih, Daryan?" "Aku? Hmm... mungkin sekitar 7 juta." "Wah, kok setinggi itu yah?" Temannya seperti biasa menenggak bir kalengnya lagi. Sejenak pembicaraan mereka terdiam. Dokter Daryan akhirnya teringat akan sesuatu. "Hei." "Apa?" "Kamu ingat? Apa permintaanku tahun lalu?" "Permintaan apa?" "Waktu tahun 2030 dulu. Aku ingin kembali ke masa remajaku, jadi aku ingin ada orang yang mirip denganku saat remaja." "Hei, itu mustahil sekali. Mana bisa kamu bertemu dengan dirimu yang masih remaja? Memang itu keinginan kamu?" "Dulunya iya, tapi sekarang tidak. Aku sengaja mengungkit ini karena aku bingung ada pendonor bernama Daryan Eka Haryanto." Dokter Daryan pun mulai meracau. "Terserah sajalah. Ayo kita kembali ke rumah sakit, masih banyak pasien yang harus dioperasi." "Ayo." ------------------------- Daryan melihat petunjuk di buku diary warna coklat itu. Dia melihat bahwa keinginan yang paling tinggi adalah, Dokter Daryan ingin sekali bertemu dengan dirinya yang remaja. Namun dia berpikir bahwa itu tak mungkin. Walau hanya mimpi, tapi tetap tak bisa merasakannya secara nyata. Daryan terkejut dengan keinginan ini. Ya, sedikit demi sedikit identitas aslinya akan muncul dan Dokter Daryan akan segera tahu. ---------------------- Jam 3 siang, operasi yang dilakukan oleh Dokter Daryan sudah selesai. Semua yang ikut berpartisipasi sangatlah bersyukur karena operasinya berjalan dengan lancar. "Daryan, selamat. Kamu sudah melakukan operasi ini dengan baik." seru temannya senang. "Iya, sama-sama. Makasih ya karena kalian juga operasinya berjalan dengan lancar." "Iya. Sama-sama." "Kalau begitu, saya pulang dulu, karena aku harus jaga istriku dulu di rumah." "Iya, hati-hati yah, Daryan." "Oke." Dokter Daryan kembali menuju ruangan dan mengambil tas punggung besarnya dan berjalan menuju parkiran untuk mengambil mobilnya.

Dokter Daryan sudah sampai di rumahnya. Dia disambut oleh keluarga kecilnya yang sangat bahagia. Dokter Daryan capek lagi karena sudah melakukan operasi dengan 2 pasiennya dan itu sudah cukup melelahkan. Awalnya dia berniat untuk istirahat, tapi karena ada rasa kecurigaan terhadap Daryan, maka Dokter Daryan pun masuk ke kamar pribadinya dan sedikit memeriksa apakah ada kartu donor di dalam kamarnya? Dan akhirnya dia menemukannya. Dia melihat kartu donor yang bernama Daryan Eka Haryanto. Dia masih tidak tahu siapa Daryan Eka Haryanto, karena dia masih sepenuhnya percaya pada Daryan. --------------------- Jam 7 malam, semua keluarga berkumpul bersama. Ayah Daryan dan Dokter Daryan berada di halaman rumah hanya sekadar santai-santai. Tentu dengan pangkuan Hanif, bayi kecilnya Dokter Daryan. "Nak, sepertinya kamu senang karena sudah punya anak, ya?" "Ah, Ayah ini. Pastilah Daryan senang, Ayah. Lagian bayi kecil ini lucu sekali mirip dengan ayahnya." "Iya, Nak. Betul. Dulu juga Ayah seperti itu kok." "Oh ya? Kapan itu?" "Saat Ayah menggendongmu waktu bayi, Ayah sama sepertimu. Menggendong anak dengan baik, memandikan anak dengan baik, dan lain-lain. Ah, sudah lama Ayah ingin menggendong bayi. Terasa seperti dulu." "Ayah mau gendong Hanif? Ini, Ayah silakan. Hati-hati." Dokter Daryan memberikan Hanif ke pangkuan Ayah Daryan. "Ah, coba lihat cucuku. Matanya, hidungnya, bahkan wajahnya, mirip sekali denganmu, Daryan." "Oh ya? Memang, aku agak miriplah sedikit. Tapi aku akan berusaha keras untuk menjadi Ayah yang baik buat Hanif." "Iya, Daryan. Kamu harus menjadi Ayah yang baik untuk Hanif." ------------------------- Keesokan harinya, Hanif baru saja dimandikan oleh Ayahnya, Dokter Daryan. Dengan kaos abu-abunya, Dokter Daryan lihai dalam memandikan anaknya. Bahkan untuk memakaikan bedak untuk anaknya saja sudah pandai. Berarti dia sudah menjadi Ayah yang baik buat anaknya yang lucu, Hanif. Setelah memandikan anaknya, Dokter Daryan lalu memakai pakaian rapi untuk pergi bekerja. Dia membawa lagi tas punggung besarnya dan langsung pergi dengan membawa mobilnya. --------------------------- Daryan juga ikut pergi ke Sanggar Seni Rupa. Daryan seperti biasa menunggu bis koridor 3. Dia agak cemas, karena identitasnya sebentar lagi akan bocor oleh orang-orang, termasuk Dokter Daryan. Apa yang akan terjadi selanjutnya? BERSAMBUNG

Episode Selanjutnya : Confession

[Cerbung] Future Dad - Episode 5


Episode Sebelumnya : The Harmony of Daryan


I'm Daryan, You're Daryan

* * * 

Suasana di kamar Tulip No. 2 terasa sangat bahagia, karena Dokter Daryan telah memakai mandat barunya sebagai seorang Ayah. 45 menit yang lalu, istrinya melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Muhammad Hanif Eka Haryanto. Sungguh nama yang sangat bagus buat anak Dokter Daryan. Dokter Daryan masih menggendong anaknya di kamar rumah sakit, sementara istrinya masih belum pulih sejak melahirkan tadi dan di bawa ke kamar Tulip. Daryan masuk ke kamar itu dan memberikan ucapan selamat. "Selamat ya, Kak. Udah menjadi Ayah." "Makasih, Dar. Iya, tanggung jawabku sudah aku laksanakan. Sebagai Ayah dari anak yang aku gendong ini." "Dia lucu ya, Kak?" "Iya, dia lucu. Dari hidungnya, matanya, dan semuanya, mirip dengan Ayahnya." kata Dokter Daryan sambil memegang hidung anaknya dengan jari telunjuknya. "Aduh, kakak ini bisa aja deh." Tiba-tiba saja, buku harian yang dipegang Daryan terjatuh dan membuat semua isinya terjatuh, termasuk kartu pelajar. Segera, Daryan memungut semua barang yang terjatuh. Karena anaknya sudah berada di tempat tidur bayi, Dokter Daryan juga ikut membantu memungut barang-barang Daryan. Setelah semua selesai, Daryan langsung mengambil kembali buku harian itu dan dia tak sadar jika kartu pelajarnya belum dimasukkan. Dengan secepat kilat, Daryan mengambil kartu pelajarnya dan untung saja Dokter tak melihat namanya "Daryan Eka Haryanto" di mana nama itu juga sama dengan nama Dokter Daryan. "Kamu tak apa-apa, kan?" tanya Dokter Daryan yang melihat Daryan bersikap aneh. "I--Iya, kok. Saya tak apa-apa." Daryan meyakinkan diri. "Tapi kok sikapmu aneh tadi?" "Aneh? Maksudnya apa sih? Saya tak aneh kok." "Syukurlah. Kalau begitu, aku ingin minta tolong padamu." "Minta tolong apa?" ------------------------ Daryan dan dokter ganteng itu duduk di halaman rumah sakit. Mereka sedang berbincang sesuatu. "Mau minta tolong apa, Kak?" tanya Daryan sambil membenarkan posisi duduknya. "Karena istriku kan masih belum pulih setelah melahirkan, jadi aku harus jaga dia selama 3 hari. Jadi..." Dokter Daryan memberikan kunci rumah pada Daryan. "Kamu jaga rumahku dulu, yah. Saya tak akan lama kok, cuman 3 hari doang." "Jadi aku harus jaga rumah gitu?" "Iya. Kamu jaga rumah. Kalau mau makan, ada di kulkas dan jika ada yang kotor, bersihkan. Oke?" "Oke, kak."

Setelah memberikan kunci itu, Dokter Daryan langsung masuk ke dalam kamar Tulip untuk menjaga istrinya lagi. Setelah masuk, dia melihat orang tuanya sudah lebih dulu masuk di kamar Tulip, hanya sekadar membawa makanan untuk anaknya dan menantunya. Sang Ibu langsung menyapa anaknya yang ganteng saat sedang masuk. "Eh, Nak. Kamu sudah datang? Ayo makan, lauk pauk buatan ibu." kata Ibu Dokter Daryan sambil mengeluarkan kotak makan berisi sup dan lauk pauk yang enak. "Ini, Ayah juga bawa buah-buahan. Cocok buat istrimu pasca-melahirkan." "Aduh, Ayah, Ibu, tak usah repot-repot begini. Kan nanti Daryan bisa beli makan." "Kami sengaja beli makan, sekalian lihat si cucu, Hanif. Baru lahir tadi, kayaknya udah lucu." sahut Ibu Daryan sambil mengelus wajah cucunya yang baru lahir tadi. Dokter Daryan bersimbah keringat karena berlari tadi. Dia pun segera menyeka keringatnya dengan sapu tangan yang selalu dibawa kemana-mana. ------------------------ Daryan yang sudah memegang kunci rumah Dokter Daryan segera pergi ke rumah sang Dokter. Setelah naik taksi selama hampir satu jam, maka dia pun sampai di rumah elit itu. Daryan pun membuka gembok rumah dan langsung masuk ke dalam rumah. Dan seperti lampu yang sedang menyala, penasaran Daryan pun dimulai. Daryan masuk dalam kamar sang Dokter dan sedang menggeledah sesuatu. Dia masih belum sepenuhnya percaya kalau Dokter Daryan adalah dirinya yang dewasa, walaupun waktu itu dia menebak hanya karena namanya sama. Maka dia harus cari bukti kuat dan sekalian juga cari lukisan yang pernah dia lukis dulu. Dia baru menemukan buku diary. Ya, buku diary inilah Daryan bisa menemukan petunjuk yang ada. Dia melakukan ini supaya dia juga harus tahu bagaimana dirinya di masa depan. Juga, dia harus tahu bagaimana Dokter Daryan bisa seganteng itu? Padahal dilihat dari dirinya yang sekarang, agak ganteng tak melebihi Dokter Daryan. Dia pun membuka buku diary itu dan dia melihat tulisan di sampul diary itu. Ternyata diary itu adalah diary Daryan yang pertama, di tahun 2016. Dia pun membaca buku diary itu dan melihat awal perkenalan dari buku diary itu. -------------------- Hai, namaku Daryan Eka Haryanto. Panggil saja Daryan. Ya, aku adalah seorang pelajar yang suka seni. Tapi kamu tahu, saya memang suka seni. Namun aku jadi tertarik dalam dunia kedokteran. Apakah seni itu bisa dijadikan sebagai hobi? Apa seni itu tak ternilai harganya? Ya sudah, aku tetap membanggakan seni, walaupun hanya hobi. Tak apa jika ada keluarga yang baca, apalagi Ayah dan Ibu. ------------------------ Daryan masih terus membaca buku diary itu. Dia berpikir selama ini dia tak pernah menulis diary. Tapi jika dilihat dari waktunya, diary ini ditulis bulan Juli 2016. Dia masih terus membaca buku diary itu sampai akhirnya dia menemukan sesuatu. Yaitu menulis tentang impian. Di situ tertulis bahwa dia tak akan bercita-cita jadi seniman tapi dia bercita-cita ingin jadi dokter. Dia akan membuat kapsul waktu jika impiannya tercapai. Daryan membaca buku itu sampai habis. Dan dia pun menemukan petunjuk. Ya, akademik sekolah. Bagaimana dengan nilai sekolahnya waktu SMA? Maka, dia pun pergi ke sekolah tempat Daryan belajar sekarang. ---------------------- Dia ingat dengan rute sekolahnya. Agak jauh dari rumah Dokter Daryan. Setelah menempuh perjalanan agak lama, dia pun sampai di SMA tempat Daryan belajar di sini. Dia masuk dan melihat bahwa sekolahnya yang sekarang berbeda dengan yang masa depan. Masa sekarang dan masa depan agak sama. Dia pun bertemu dengan kepala sekolah SMA ini. Dia mengetuk pintu ruangan dan langsung masuk. "Umm... Mohon maaf, Pak. Saya... Saya..." Daryan tiba-tiba saja gugup bertemu dengan kepala sekolah yang sekarang ini. "Ada apa, ya?" tanya Kepsek bingung. "Umm... maaf jika saya mengganggu Anda. Apa saya boleh nanya?" "Oh, boleh. Silakan duduk." kata Pak Kepala Sekolah sambil menyuruh Daryan duduk, disusul oleh pak kepsek untuk duduk. "Jadi gini, Pak. Saya mencari seorang alumni di sekolah ini. Saya hanya ingin tahu tentang akademik yang dia dapat." "Itu si alumni, apa hubunganmu dengannya? Dan untuk apa kau tanyakan akademiknya?" "Dia sahabat pena saya. Dan itu juga permintaan dari dia sendiri, tanya soal akademik. Karena ada keperluan soalnya, Pak." "Oh, tunggu sebentar, yah." Kepala Sekolah itu mengambil dokumen alumni dan membawanya kembali ke meja. "Sahabat pena kamu, pernah bersekolah di sini?" "Iya, katanya gitu." "Kamu tak konfirmasi?" "Tidak, Pak." "Tunggu sebentar. Siapa nama alumni yang kau maksud?" "Namanya Daryan Eka Haryanto." "Baik, tunggu sebentar." Kepala Sekolah masih mencari nama alumni sesuai abjad dan menemukan nama alumni yang berawalan huruf D. Dan tak berapa lama, dia menemukan nama Daryan Eka Haryanto. "Bukan ini yang kamu maksud?" ujarnya sambil memberikan kertas yang berisikan database.

Daryan pun mengecek data yang diberikan oleh kepala sekolah, dan benar kalau ini adalah Daryan Eka Haryanto. "Apa sudah cocok dengan yang kamu maksud?" "Iya, Pak. Yang ini." "Oh iya, kau bilang ingin lihat akademiknya, kan? Ada di dokumen lain. Tunggu sebentar." Kepala Sekolah mengambil lagi dokumen yang berisikan nilai akademik para alumni. Kepsek pun membawa map dokumen berwarna biru ke meja kembali. "Tunggu sebebtar, saya carikan." Kepsek mencari lagi dokumen berisi nilai akademik Daryan, dan tak berapa lama kepsek pun menemukan dokumen nilai akademik Daryan. "Nah, ini dia! Dokumen alumni yang bernama Daryan Eka Haryanto." Daryan pun mengambil dokumen nilai akademiknya dan sedikit mengecek nilainya. "Sahabat pena-mu, Daryan sangatlah pintar. Dia selalu mewakili sekolah dalam lomba melukis dan dia selalu juara 1. Dan nilai seni maupun bidang studi yang lain semuanya tinggi-tinggi. Namun di saat kelas 3, impiannya tidak jadi seniman namun dia ingin jadi dokter." jelas Kepsek pada Daryan. "Lho, kok bisa sih?" "Tak tahu, yang jelas dia pengennya jadi dokter." "Oh, gitu. Baiklah, saya akan foto nilai akademiknya." "Oke, silakan." Daryan pun mengeluarkan ponselnya dan memotret data yang diberikan oleh pak kepala sekolah. Setelah semuanya sudah dipotret, dia pun pamit pada kepala sekolah. "Baik, kalau begitu, saya pamit dan maaf jika merepotkan Anda." ujar Daryan sambil sedikit membungkukkan badannya untuk hormat pada pak kepsek itu. "Iya, tak apa-apa. Salam buat sahabat pena-mu yah!" "Iya, Pak. Makasih." Daryan pun pergi dari ruang kepala sekolah dan melanjutkan pencarian. Daryan pergi ke ruang seni dan ternyata di dalam ruangan itu, sedang belajar seni dan semua murid juga ada di situ. Daryan merasa kecewa dan kembali ke jalan yang dulu. Namun tiba-tiba, dia melihat sesuatu. Ada ruangan yang baru di sekolah ini. Ya, ruang galery. Ruangan inilah yang menampung semua karya lukis dari para murid. Tapi ada tidak lukisan Daryan di situ? Daryan mencoba masuk di dalam, dan mencari lukisan itu. Rata-rata di ruang galery ini, hasil karya lukisnya dari para murid tahun 2030. Dia masih belum menemukan lukisannya dan akhirnya dia menemukannya tepat di belakang lemari. Walaupun agak berdebu, tapi Daryan tetap mengambilnya. Ya, ini dia. Lukisan yang Daryan cari. Rupanya pihak sekolah masih menyimpan lukisan cantik ini di ruang galery. Maka dengan segera, Daryan memotret lukisannya itu di ponselnya dan langsung pergi dari ruang galery itu. Oke, Daryan sudah menemukan 2 bukti. Nilai akademik dan lukisan. Daryan pun juga pergi dari sekolah itu, dan dia menemukan brosur yang tergeletak di trotoar. Dia pun segera mengambilnya dan ternyata poster itu membuat menarik perhatian Daryan. Tapi poster apa yang dimaksud? ------------------------ Orang Tua Dokter Daryan masih ada di kamar Tulip No. 2. Mereka masih ngobrol sambil makan nasi dan lauk pauk. "Jadi, kapan kamu kembali bekerja, Daryan?" tanya Ibunya dengan serius. "Setelah aku jaga istriku baru aku kembali kerja. Dalam 3 hari ini, aku harus jaga dia. Dan setelah itu, aku kembali kerja." "Oh, lalu kapan kamu akan terima gaji?" "Hmm... setelah 3 hari ini juga. Aku akan terima gaji. Sebenarnya aku ada kegiatan donor darah di rumah sakit, tapi kayaknya aku tak bisa karena aku harus jaga istriku." "Ah, gitu." gumam Ibunya mengerti. Setelah mereka makan, kamar Tulip terasa ramai karena tiba-tiba, teman-teman Dokter Daryan datang membawa hadiah untuk istri Dokter Daryan. "Hei, Daryan. Selamat yah, kamu jadi Ayah! Nama anak kamu siapa?" tanya salah seorang temannya. "Makasih yah! Nama anakku adalah Muhammad Hanif Eka Haryanto." "Astaga, namanya bagus sekali. Semoga anakmu bisa jadi dokter seperti Ayahnya, yah." "Iya, Amin. Makasih." "Oh iya, ini aku bawakan baju bayi untuk anakmu. Ini baru aku beli tadi. Dan sekalian aku belikan makanan dan minuman." ujar temannya sambil memberikan hadiah ke Dokter Daryan. "Wah, kalian ini. Makasih yah. Kalian tak perlu repot-repot begini." "Iya, sama-sama. Tapi, sungguh kamu tidak mau pergi ke acara kegiatan donor darah? Kami membutuhkanmu sebagai ahli." "Iya, pengennya sih mau pergi, cuman bagaimana yah? Sebagai suami, aku harus menjaga istriku. Maaf sekali yah, saya tak bisa pergi." "Yah, sayang yah kalau tak ada kamu. Ya sudah, kami pamit dulu yah, nanti kita terlambat ke acara donor darah. Semoga istrimu cepat pulih yah." "Iya, dan semoga acara donor darahnya lancar yah." "Iya, Amin. Makasih yah, Daryan." "Iya, sama-sama." ----------------------- Daryan melihat poster yang dipungut di trotoar depan sekolah. Ya, sepertinya itu adalah kegiatan donor darah. Sepertinya akan sangat bagus jika Daryan pergi ke acara kegiatan donor darah itu.

Setelah mereka makan mie kuah dan bercanda ria, tak terasa sudah jam 11 pagi. Mereka makan banyak sekali, tidak hanya makan mie kuah, tapi mereka makan ayam goreng dengan minuman soda berukuran 1,5 liter untuk berdua. Kini mereka sudah kenyang karena makan banyak. "Wah, makasih makanannya ya, Kak. Seru ya tadi, itu si pengangguran itu, lain kali diceritain yah karena waktu kita sudah mepet begini." "Oh, iya. Aku harus jaga istriku juga. Tapi jangan khawatir, besok aku akan kembali." "Baik, Kak. Apa kakak juga akan kerja besok?" "Iya, kakak akan kerja besok. Oh ya, mau kuantar ke rumah sakit untuk donor? Kayaknya udah mulai tuh." kata Dokter Daryan sambil melihat jam tangannya. "Tak perlu, aku naik bis saja. Karena aku ingin mandi dulu." "Hmm, oke. Kakak pergi dulu yah." "Baik, dah." Dokter Daryan pun pergi kembali ke rumah sakit Bunda dengan membawa mobilnya. Sementara Daryan, kembali menggeledah sesuatu. Dia ingin mencari petunjuk lagi tentang impiannya. Sampai akhirnya, dia menemukan buku diary berwarna cokelat. Dia tak ingin baca dulu karena dia ingin mandi sebentar. Daryan segera mengambil handuk dan langsung mandi di kamar mandi. Setelah Daryan mandi, Daryan pun langsung pergi ke rumah sakit Siloam dan beruntung saja acaranya sudah dimulai. Langsung saja dia pergi mendaftarkan diri untuk donor darah. Sebelum dia didonor, dia harus menjalani tes tekanan darah, tes golongan darah, dan tes-tes yang lainnya. Dan beruntung, semua tes sudah dilaluinya dengan baik. Maka, dia langsung mendonorkan darahnya. "Saudara Daryan, apa Anda bersedia untuk mendonorkan darah Anda sebanyak 450cc?" tanya perawat pada Daryan. "Ah, iya. Saya bersedia." Dan dengan segera, perawat langsung menusukkan jarum ke lengan Daryan dan darah pun mengalir sebanyak 450cc ke wadah infus darah. Setelah darahnya diambil, Daryan pun disuruh ke kantin donor untuk memakan mie instan, kopi, susu, telur, dan beberapa vitamin untuk memperbanyak darahnya kembali. Rasanya sangat enak jika donor darah dan makan mie instan kembali untuk mengembalikan darah yang telah didonor. Kemudian setelah itu, Daryan pun pergi ke bagian admistrasi untuk mengambil kartu donor jika nanti dia akan donor lagi. Daryan tentu sangat senang karena mendapat kartu donor yang bertuliskan nama "Daryan Eka Haryanto". Karena tadi waktu pendaftaran, dia memakai identitas yang dipakai sekarang. Dia tak ingin bohong kalau masalah kegiatan seperti ini. Jadi dia memakai identitasnya yang asli. ------------------------- Dokter Daryan telah sampai di rumah sakit dan kembali masuk ke kamar Tulip dan melihat orang tuanya sudah dari tadi ada di sini dan pesanan Dokter Daryan juga sudah ada, Ayam Goreng dan Bir Kaleng. "Nak, apa itu tak bikin membuatmu mabuk?" tanya Ayahnya yang khawatir pada Dokter Daryan. "Gak sih, namanya juga pria, Ayah. Harus menikmati bir kaleng ketika kita mau. Tapi tak usah sering-sering juga." kata Dokter Daryan yang meyakinkan dirinya. "Oke, kalau begitu, kami pergi dulu. Karena besok kamu juga harus kerja, Ayah dan Ibu akan datang ke rumahmu untuk menjaga istrimu." "Hmm, oke. Datang saja, Ayah." "Baik, kami pamit dulu. Jaga baik-baik istrimu." "Iya, Ayah." Setelah orang tua Dokter Daryan pergi, Dokter Daryan pun langsung membuka kaleng bir dan menenggaknya setengah. Dokter Daryan duduk di kursi sofa kamar Tulip sambil menikmati bir kalengnya lagi.

Keesokan harinya, istri Dokter Daryan langsung dipulangkan oleh pihak rumah sakit jam 7 pagi. Setelah itu, Dokter Daryan langsung pulang ke rumah untuk mengambil jas dokternya. Setelah menurunkan istrinya dan anaknya ke rumah, maka Dokter Daryan pun pamit pada istri dan anaknya yang lucu untuk pergi ke rumah sakit. "Sayang, kamu baik-baik yah di rumah. Hanif, Ayah pergi kerja dulu yah. Hanif sama Ibu dulu, Ayah akan pulang nanti malam." Dokter Daryan mencium kening istrinya dan disusul mencium wajah anaknya, dan istrinya mencium tangan suaminya sebelum suaminya pergi kerja. Sementara Daryan sendiri, masih tidur terlelap di kamarnya. Dokter Daryan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah lucu Daryan saat tidur. Dokter Daryan pun menuliskan sesuatu di kertas dan nantinya akan dilihat oleh Daryan. Dia menulis "Ingat, belajar seni rupa jam 11 pagi. Bangun cepat." Setelah menulis itu, Dokter Daryan pun berlalu pergi dari rumahnya dengan menggunakan mobilnya. --------------------- Dokter Daryan pun sampai di rumah sakit, dan kemudian disambut oleh teman-teman sesama dokternya yang rindu akan kedatangan Dokter Daryan. "Hei Bro! Darimana aja kamu selama 5 minggu ini tak masuk kerja? Banyak pasien menumpuk di rumah sakit ini." seru temannya yang melihat Dokter Daryan datang bekerja. "Maaf sekali, Bro. Istri harus aku jaga demi anakku." Dokter Daryan memeluk temannya itu layaknya bertemu dengan teman lama. "Ah, tak usah peluk-peluk. Kita langsung kerja saja." kata temannya sambil melepaskan pelukan Daryan. Tiba-tiba, ada seseorang memanggil Dokter Daryan. Dia adalah panitia donor darah kemarin. Ada apa gerangan memanggil Dokter Daryan? "Dokter, Dokter. Ada yang harus kuberitahukan pada Dokter." "Ada apa?" "Sepertinya saya bingung. Apa benar Anda donor darah kemarin? Saya rasa Anda cuti kemarin." "Kurasa tidak tuh. Kenapa?" "Ada pendonor bernama Daryan Eka Haryanto. Kurasa itu adalah nama Anda. Betul Anda donor darah kemarin?" "Hmm, saya rasa tidak tuh. Saya sejak kemarin selalu menjaga istri saya di rumah sakit. Saya tak pernah donor darah." "Oh ya, pendonor atas nama Daryan Eka Haryanto ini umurnya 17 tahun dan tanggal lahirnya juga sama dengan Anda. Silakan dilihat." Panitia Donor Darah memberikan dua dokumen berisi identitas diri seorang Daryan Eka Haryanto. Ya, wajah berbeda namun identitas lain sama. "Tak mungkin. Kok bisa sih? Jujur, saya tak donor kemarin. Siapa yang donor kemarin yang Anda sebut tadi?" "Itu tadi, Daryan Eka Haryanto. Cuman umurnya beda, katanya 17 tahun. Tapi kok semua identitas sama, ya? Apa Anda kenal sama pendonor ini?" Dokter Daryan semakin bingung karena ada pendonor dengan nama sama. Padahal Dokter Daryan sejak kemarin hanya menjaga istrinya di rumah sakit. Kenapa ada namanya di daftar pendonor? Apa yang terjadi sebenarnya? BERSAMBUNG

Episode Selanjutnya : The Best Father


[Cerbung] Future Dad - Episode 4


Episode Sebelumnya : First Meeting


The Harmony of Daryan

* * * 

Daryan melihat kebahagiaan Dokter Daryan terpancar di wajahnya. Ya, di rumah sakit bersalin Bunda, istri sang Dokter melahirkan di sini. Dan sekarang Dokter Daryan sudah memakai mandat barunya, yaitu menjadi seorang Ayah. Daryan juga merasa bahagia karena dirinya yang dewasa telah menjadi seorang Ayah. -=8 Minggu Sebelum Hari H=- Setelah Dokter Daryan dan istrinya menggelar pesta syukuran 7 bulanan, Dokter Daryan pun izin pada istrinya untuk pergi ke suatu tempat. Sementara istrinya tetap di rumah orang tua Dokter Daryan. Dokter Daryan pun bersiap untuk ambil mobil dan pergi ke halte bis untuk menjemput Daryan. "Do.. Dokter?" Daryan terlihat gugup dengan kedatangan Dokter Daryan. "Daryan, aku ingin kasih tahu sama kamu." ujarnya dengan wajah yang serius. "Apa, Dok?" "Sungguh kamu ingin tinggal di rumahku? Apa kamu ingin tinggal di rumahku hanya sekadar proyek?" "Lho, bukannya Dokter mengizinkanku tinggal di rumah? Terus kenapa Dokter malah tanya begitu ke aku?" ujar Daryan yang heran. "Hah? Memang aku pernah izin pada orang untuk tinggal di rumahku?" Sejenak, Daryan pun memutar otak. Ternyata benar, ingatan terakhirnya hanya sampai di supermarket. Semua dari apa yang dikatakan oleh Dokter Daryan hanyalah imajinasi Daryan saja dan dia baru sadar di perhentian halte bis. Daryan masih ingat apa yang terjadi tadi. ----------------------- -=5 Jam yang Lalu=- Saat Daryan meminta permohonan untuk tinggal di rumah Dokter Daryan, Daryan malahan melamun dan tak fokus dari apa yang didengarnya. Yang dikatakan Dokter Daryan sebenarnya adalah... "Hmm, kurasa aku masih belum bisa menerimamu deh. Aku belum tahu dan belum mengerti apa tujuanmu yang sebenarnya. Kalau kau belum mengerti juga, kita bicarakan ini di kafe The Coffee Bean. Kita bicara di sana." Daryan hanya bisa berimajinasi dan tak mengerti maksud dari Dokter Daryan. "Sekarang kamu naik bis dulu, nanti kita bicarakan ini saat acaraku sudah selesai." Dan Daryan langsung bersemangat. "Baik, Dok! Aku akan ke sana." ---------------------- Daryan masih saja memutar otak untuk ingat sesuatu. Dan memang benar, selama ini dia hanya berimajinasi saja dan dia tidak sadar akan sampai di halte bis. Dan dia baru sadar sekarang setelah Dokter menyadarkan Daryan di halte bis. "Jadi kamu sudah ingat, 'kan?" "Ahh, iya Dok. Aku sudah ingat semuanya. Dan perasaan saya, Dokter mengizinkanku untuk tinggal di rumah Dokter tapi ternyata belum yah." ujar Daryan sambil memegang kepalanya karena lupa. "Kamu masih belum ngerti? Atau kau memang tidak punya tempat tinggal?" Daryan hanya terdiam tidak merespon pertanyaan Dokter Daryan. "Kalau kamu tidak bisa jawab, apa bisa kita bicarakan ini di kafe? Kita ke kafe yang nyaman-nyaman. Mau?" "Ngggg..." "Tak apa, saya tidak melarangmu untuk tinggal di rumahku. Cuman saya ingin butuh tujuan yang jelas darimu." ujarnya dengan sedikit merayu. "Gimana ya?" "Kita ke kafe The Coffee Bean. Kita ke sana." "Hah? Memang itu masih ada?" pertanyaan Daryan membuat Dokter tidak mengerti. "Bicara apa sih kamu?" "Oh, maaf. Hmm, oke. Kita ke kafe nyaman itu. Kita pesan kue dan kopi. Oke?" "Hmm, oke. Kita ke sana." -------------------- Dokter Daryan dan Daryan berada di kafe The Coffee Bean. Mereka memesan cream cake masing-masing 2 dan ice coffee juga masing-masing 2. Dokter Daryan pun langsung to the point membicarakan keputusan Daryan. "Oke, jadi kamu dari perantauan? Bukannya orang tuamu memberimu uang untuk menginap? Kenapa harus rumahku? Apa orang tuamu tidak memberimu uang lebih?" tanya Dokter Daryan dengan sangat serius. "Ehh... iya, memang aku dari perantauan. Tapi tujuanku ke luar kota bukan yang Pak Dokter maksud. Aku memang sedang mencari pelukis dengan nama yang sama. Aku beberapa kali mencari nama Daryan di sudut-sudut, tapi tidak sesuai kriteriaku." "Terus nama lengkapmu siapa?" "Uhh... Daryan." jawabnya dengan polos. "Itukah namamu?" "Iya, orang tuaku hanya memberiku nama Daryan. Hmm, kalau boleh tahu, apa nama lengkap Dokter itu, Daryan Eka Haryanto?" Daryan menjawab nama lengkap Dokter yang juga adalah nama lengkapnya sendiri. "Uhh, iya. Itu nama lengkap saya. Kenapa memangnya? Apakah orang ini yang kau cari?" ujarnya sambil menunjuk pada dirinya. Daryan memutar otak lagi. Daryan berpikir pasti Dokter Daryan telah mengizinkan dirinya untuk tinggal di rumahnya. "Ahh! Iya, itulah Daryan yang aku cari." jawabnya dengan semangat. "Jadi, boleh aku tinggal di rumah Dokter? Kumohon, aku tidak punya tempat nginap." "Nggg... Baiklah, aku mengizinkanmu untuk tinggal di rumahku. Berhubung aku senang melihat anak remaja sepertimu. Semangat, ceria, ramah, dan segala hal. Aku baik pada semua orang, tapi aku sudah mengenalmu lebih jauh. Kau sudah mengembalikan papan namaku yang jatuh, jika itu tidak ada, aku mungkin akan kekurangan uang. Lagian itu sama saja kebaikan dibalas dengan kebaikan." "Sungguh?" "Iya, sungguh." "Asik! Makasih ya Dokter!" "Iya, sama-sama."

Lalu, Dokter Daryan pun mengantar Daryan ke rumahnya. Daryan sendiri belum pernah melihat rumah Dokter Daryan walaupun hanya dalam imajinasi saja. Tapi sebelum itu, dia harus menjemput istrinya di rumah orang tuanya dulu. Dokter Daryan pun sampai di rumah orang tuanya. Dokter turun dari mobilnya, tapi Daryan tak ikutan dan tetap di dalam mobilnya saja. Sejenak Daryan melihat rumah orang tuanya. Ya, dia hafal jalan ke rumah orang tuanya. Dia tinggal di situ dan di situlah muncul teka teki, ke mana orang tuanya pergi? Tak berapa lama, Dokter Daryan pun membantu istrinya yang sedang hamil jalan menuju mobil. "Ayah, Ibu. Makasih karena acara ini semuanya pada lancar, dan doakan semoga persalinan istriku berjalan lancar." kata Dokter Daryan sambil mencium tangan kedua orang tuanya. Daryan yang berada di dalam mobil melihat orang tuanya berada di luar sedang berpelukan dengan anaknya yang sudah menjadi dokter. Daryan ingin sekali turun dari mobil, tapi apalah daya, pasti orang tuanya tak akan percaya dengan kehadiran Daryan. Dan sesudah itu, Dokter Daryan dan istrinya pun naik ke mobil. Daryan tak melihat istri Dokter terkejut karena ada orang asing di mobil Dokter Daryan. Daryan hanya bisa garuk-garuk kepalanya karena bingung. Jangan-jangan, istri Dokter Daryan tahu kalau Daryan ada di mobil ini? --------------------- Di perjalanan, istri Dokter Daryan tanya sesuatu pada Daryan. "Saya dengar kamu pelukis muda juga?" tanya istri Dokter Daryan tanpa merasa panik sekalipun. "Ya?" Daryan tak mendengar pertanyaan dari istri Dokter Daryan. "Tadi aku bilang, kamu juga pelukis muda?" "Ahh, iya. Saya pelukis muda dari kota Surabaya." "Kamu bilang ingin cari pelukis yang bernama Daryan juga. Apakah suamiku adalah orang yang kau cari?" "Iya, Dok." "Oo, begitu? Jadi itukah tujuanmu merantau ke luar kota? Terus kenapa kau cari Daryan seperti suamiku? Apa dia orangnya hebat?" "Harusnya Dokter tahu sendiri, dia juga pelukis. Aku ingin cari dia karena aku ingin belajar dari dia, dan dia malahan menerimaku di rumah Dokter Daryan. Aku sih terima saja, karena berhubung aku merantau karena tujuannya itu." "Sudahlah, yang penting kamu diterima di rumahku. Aku suka sama sifat kamu yang ceria, dan berkreativitas." puji Dokter Daryan pada Daryan. "Begitu juga dengan pak Dokter." "Ah, jangan bilang gitu ah. Saya jadi malu." "Tak perlu malu, Dok. Saya kan juga puji pak Dokter." Daryan, Dokter Daryan, dan istrinya saling mengobrol bersama dan Dokter Daryan senang karena Daryan sudah seperti keluarga sendiri. ---------------------- Mereka pun sudah sampai di rumah Dokter Daryan yang cukup besar. Tampak dari luar, rumah ini berlantai 2 dan lengkap dengan halaman belakang. Ini mungkin tampak di luar imajinasi Daryan. "Ayo, silakan masuk." Dokter Daryan mempersilakan Daryan untuk masuk. "Wah, cantik sekali!" Daryan nampak terbelalak melihat interior rumah Dokter Daryan. "Bagaimana? Kamu senang tinggal di rumahku?" "Senang, Dok. Makasih karena sudah menerimaku di rumah yang indah ini." "Iya, sama-sama." Dokter Daryan nampaknya tengah berbahagia, karena sebentar lagi dia punya anak, bahkan ada 'anggota keluarga' baru yang baik dan ramah yang masuk di keluarga Dokter Daryan. Yang jelas, Dokter Daryan sudah cukup bahagia karena memiliki 'adik' baru yang bisa menemaninya bicara.

-=4 Minggu Sebelum Hari-H=- Daryan masih tinggal di rumah Dokter Daryan yang sangatlah besar. Ya, Daryan diperlakukan baik oleh Dokter Daryan dan istrinya. Setiap hari, Daryan selalu makan enak, karena Dokter Daryan memiliki banyak uang dari hasil gajinya sebagai seorang dokter. Daryan selalu makan mie kuah buatan tangan istri Dokter Daryan dan Daryan juga diajak untuk menimba ilmu di Sanggar Seni Rupa. Daryan-lah yang mau daftar di Sanggar Seni Rupa itu. ---------------------- Seperti biasa, saat pulang dari sanggar, Daryan selalu diajak Dokter Daryan untuk pergi ke kafe. Dan kali ini, dia diajaknya lagi. -=The Coffee Bean Shop=- Daryan dan Dokter Daryan sedang berada di kafe The Coffee Bean. Daryan sedang baca buku, sementara Dokter Daryan sedang mengerjakan sesuatu di depan laptopnya. Daryan melihat Dokter Daryan sangat lihai dalam mengetik. Dia menjadi tampan karena keringatnya yang mengucur di keningnya. Karena dilihat terus, Dokter Daryan pun menegur Daryan. "Hei! Ngapain lihatin aku?" "Ohh?" Daryan masih belum sadar dengan lamunannya. "Hei, apa yang kau lihat sih?" ujar Dokter Daryan sambil sedikit tertawa. "Ah! Tidak kok, maafkan aku Dok. Maaf." "Aduh, kamu memanggilku Dokter Dokter terus. Lebih baik, panggil saja aku 'Kak' supaya lebih akrab gitu." "Oh, maaf yah kak." Dokter Daryan kembali melanjutkan pekerjaannya. Dan tiba-tiba dia teringat akan sesuatu. "Oh iya, Daryan. Kamu tahu? Apa jenis kelaminnya anakku?" "Hmm, cewek mungkin. Atau mungkin cowok." "Gak, tapi anakku cowok." "Wah, bagus tuh kayaknya. Kalau punya anak cowok, pasti dia akan pintar dan hebat." "Iya sih. Soalnya Kakak sudah beli perlengkapan bayi. Dan perlengkapan bayi ini cocok banget dengan anakku nanti. Bahkan tempat tidur pun aku beli." "Serius?" "Iya aku serius. Mau lihat fotonya? Ini, aku sudah potret beberapa." Dokter Daryan menunjukkan foto-foto yang berisikan perlengkapan bayi yang ia beli. "Hmm, semuanya bagus-bagus kok." "Iya sih. Soalnya istriku juga mau lahiran. Aku harus ambil cuti selama 2-4 bulan untuk jaga istriku." "Yah, semoga saja istri kakak diberi kelancaran untuk proses lahiran ini." "Iya Amin. Semoga yah." ---------------------- -=Tepat di Hari-H=- Dokter Daryan mempersiapkan baju-baju istrinya dan memasukkannya dalam koper. Ya, mereka akan ke rumah sakit karena istrinya sudah mau lahiran. Kehamilan istrinya juga sudah 9 bulan dan sudah saatnya untuk melahirkan. Daryan pun juga ikut membantu berkemas. Oke, semua sudah siap dan koper akan naik ke mobil. Semua sudah siap dan Daryan juga ikut untuk pergi ke rumah sakit bersalin Bunda. -------------------------- Setelah sampai di rumah sakit, istrinya langsung dibawa ke ruang UGD dan Dokter Daryan mengurus data dan administrasi. Setelah semua sudah diurus, Dokter Daryan pun mengucapkan sepatah kata pada istrinya sebelum dibawa ke ruang operasi. "Sayang, kamu harus kuat ya. Apapun itu, kamu harus kuat. Ini demi anak kita. Ya?" ujar Dokter Daryan sambil mencium kening istrinya. "Iya, Mas. Saya kuat kok." Akhirnya istrinya pun dibawa ke ruang operasi untuk persalinan. Sementara Dokter Daryan dan Daryan duduk di depan ruang operasi. "Daryan, aku jadi gugup deh." ujar Dokter Daryan gugup. "Tak usah guguplah, Kak. Ini 'kan udah biasa, karena ini juga baru permulaan, jadi tak usah nervous kak." "Tidak, masalahnya, aku masih belum siap untuk menggendong anak." "Tuh kan, tuh kan, kakak nervous lagi. Mending kakak tak usah nervous. Ini udah jadi kewajiban kakak sebagai seorang Ayah. Jadi tak usah nervous." "Iya Daryan. Makasih ya." Dokter Daryan masih dilanda kegugupan. Akhirnya dia memutuskan untuk menundukkan kepalanya sejenak sambil berdoa agar diberi kelancaran untuk kelahiran istrinya. Dia terus berdoa dan berdoa dan akhirnya terdengarlah suara tangisan bayi di dalam ruang operasi. Dokter Daryan akhirnya bersyukur kelahiran istrinya lancar dan selamat. Dokter pun menyuruh Dokter Daryan untuk masuk ke ruang operasi. "Selamat, Bapak Daryan. Anda telah menjadi seorang Ayah. Dan syukur juga, proses kelahiran istri Anda juga sangat lancar dan bayi Anda juga sehat dan selamat. Bayi Anda adalah laki-laki dan bobotnya 3,5 kg. Ini, Pak. Silakan digendong bayinya." ujar Dokter sambil memberikan bayi yang sudah lahir itu ke Ayahnya, Dokter Daryan. Dokter Daryan sungguh terharu melihat ini. Baru rasanya pertama kali dia menggendong seorang anak. Dan inilah rasanya dan bisa dirasakan oleh Dokter Daryan. "Nak, ini Ayah, Nak. Kelak kamu bisa jadi anak yang baik yah, Nak." ujar Dokter Daryan kemudian disusul oleh lafadz adzan dari Dokter Daryan untuk bayinya. Daryan yang berada di luar juga terharu. Inilah kebahagiaan yang dirasakan oleh Dokter Daryan. BERSAMBUNG

Episode Selanjutnya : I'm Daryan, You're Daryan

[Cerbung] Future Dad - Episode 3


Episode Sebelumnya : Youth Story

First Meeting

* * *

Daryan masih mengikuti Dokter Daryan yang kebingungan karena Daryan sendiri.

"Kenapa bingung, Dok?" tanya Daryan yang melihat Dokter Daryan kebingungan.

"Aku tak paham, Daryan. Kok kamu bisa mempunyai nama yang sama denganku? Apa memang kita ditakdirkan untuk bertemu?"

"Tidaklah, Dok. Kan semua nama panggilan sama. Jadi wajarlah ketemu dengan dokter." Daryan mencoba meyakinkan.

"Memang kamu suka melukis?" Kata Dokter Daryan yang meyakinkan Daryan.

"Iya, bahkan satu hasil lukisanku pernah dipajang di museum dan aku diakui sebagai pelukis muda."

"Begitukah? Dokter dulu juga begitu. Hebat kamu yah." puji Dokter Daryan karena penjelasan Daryan.

"Oh ya, ngomong-ngomong kamu dari mana? Kenapa kamu tiba-tiba ingin membuatku bekerja sama dan saling akrab padamu?" tanyanya kembali.

"Aku adalah seorang pelukis dari luar kota. Tepatnya di kota Surabaya. Aku tinggal di sana, tapi aku merantau ke kota Jakarta dan melihat pelukis dengan nama yang sama. Ya, itulah Dokter."

"Terus kenapa kamu ingin tinggal di rumahku?"

"Aku memiliki proyek untuk melukis namun tidak ada teman untuk membantu proyek ini, jadi aku membutuhkan bantuan Dokter."

"Oo, jadi karena proyek kamu ingin butuh bantuan saya?"

"Iya! Betul itu, Dok. Aku sangat kesusahan dalam mengerjakan proyek ini, jadi kuminta pada Dokter untuk kerja sama mengerjakan proyek ini. Boleh ya?" Daryan memasang muka pengharapan.

Dokter Daryan pun memikirkan dan akhirnya...

"Oke, aku menerimamu dan bersiap untuk kerja proyek ini bersamamu."

Dokter Daryan pun menerima Daryan untuk tinggal di rumahnya karena mengingat Daryan adalah perantau dan dia tidak memiliki tempat tinggal dan kesusahan untuk nginap di hotel.

------------------------

Dokter Daryan menyuruh Daryan untuk pulang sendiri karena ada urusan lagi yang harus diselesaikan. Jadinya Daryan diberikan kunci rumah oleh Dokter Daryan. Lalu Dokter memberikan uang banyak pada Daryan untuk pulang naik bis.

------------------------

Dokter Daryan sengaja melakukan ini karena dia harus fokus pada acara syukuran 7 bulanan istrinya. Dia tidak boleh diganggu pada siapapun dan acaranya juga berhubung sebentar, jadi dia harus bersiap-siap.

Dokter Daryan menunggu istrinya keluar dari rumah sakit tempat istrinya bekerja. Dan akhirnya keluarlah istrinya yang sedang hamil. Karena melihat istrinya kewalahan berjalan, maka Dokter Daryan pun membantu istrinya untuk berjalan sampai di dalam mobil.

"Kamu tak apa-apa, sayang?"

"Iya, Mas. Saya tidak apa-apa. Lagian usia kehamilan saya udah hampir 8 bulan. Setidaknya kita harus selenggarakan acara syukuran 7 bulanan hari ini. Apa bisa dilakukan hari ini, Mas?"

"Iya, sayang. Bisa kok. Semua sudah siap di rumah."

"Oh ya? Kalau gitu, kita langsung pulang yah, Mas."

"Baik."

----------------------

Sementara Daryan naik bis terbaru dan fasilitas yang terbaru. Tidak disangka, masa depan ternyata begitu enak karena semua sudah memadai. Tidak ada pengamen, tidak ada pedagang keliling, atau apapun hal yang mengganggu kenyamanan penumpang semua sudah tidak ada. Daryan seakan-akan naik pesawat. Nyaman, aman, kursi empuk, fasilitas toilet, pelayanan makan, semua sudah termasuk di fasilitas bis yang dinaiki Daryan. Daryan seakan-akan tidak ingin turun dari bis ini karena bis ini sangatlah nyaman.

Akhirnya, halte tujuan Daryan sudah sampai. Daryan sampai kecewa karena hanya sampai di sini saja dia naik bis nyaman ini.

Ingatan Daryan pun terekam. Daryan ingat halte bis yang turun di sini. Ini adalah halte bis menuju sekolah. Dia ingat saat dia buru-buru naik bis dan menunggu bis di halte ini. Karena dia ingat halte bis, maka dia pun ingat dengan rumahnya.

---------------------

Daryan pun menelusuri jalan ke jalan menuju rumahnya. Dia ingat lokasi rumahnya, cuman jalannya yang berbeda. Daryan sempat bingung dan hampir tersesat, sampai akhirnya dia menemukan rumahnya. Rumahnya sangatlah hening, tak ada orang. Bukankah ini rumah Dokter Daryan? Kok hening begini?

Daryan mencoba memberi salam, tapi tak ada satupun yang menjawab Daryan. Kunci yang dititipkan oleh Dokter Daryan masih ada di tangan Daryan. Maka, dia pun mencoba untuk membuka pintu dengan kuncinya. Tapi tiba-tiba, rumahnya terbuka tak dikunci. Daryan sempat heran melihat ini, namun akhirnya Daryan masuk juga.

---------------------

Daryan masuk di dalam rumahnya dan mendapati prasmanan yang ada di dalam.

"Lho, ini acara apa? Kok pake prasmanan segala?" gumam Daryan yang heran melihat isi rumahnya.

Daryan juga melihat aksesoris-aksesoris, tempat air minum, dan segala hal-hal yang berhubungan dengan acara. Daryan semakin bingung, apa ada acara di rumahnya?

Dokter Daryan dan istrinya masih berada di jalan menuju rumah orang tua Daryan.

"Bagaimana persiapan di sana, Mas?"

"Yah, semuanya sudah siap. Tinggal orang-orangnya yang belum datang."

Dokter Daryan akhirnya teringat dengan Daryan yang menitipkan kunci rumahnya ke dia. Dokter Daryan sempat lupa tidak memberitahu alamat rumahnya. Dia panik dan segera menelepon Daryan dengan headset-nya.

----------------------

Daryan makin kebingungan karena acara yang tak diketahui di rumah orang tuanya. Tak berapa lama, ponsel Daryan berbunyi. Dia melihat telepon masuk tanpa nama. Kira-kira siapa yang menelepon Daryan? Akhirnya, dia pun mengangkat teleponnya.

"Halo?" sapa Daryan pada teleponnya sambil merinding ketakutan.

"Halo? Kamu di mana sekarang? Ini aku, Daryan." kata Dokter Daryan panik.

"Oh, Dokter? Betulkah ini rumah Dokter? Kok pake acara segala?"

Karena takut di dengar oleh istrinya, maka Dokter Daryan ingin ke minimarket sebentar.

"Sayang, ada yang ingin aku beli. Tunggu sebentar yah."

"Iya."

Setelah turun dari mobil, Dokter Daryan kembali melanjutkan pembicaraanya pada Daryan.

"Apanya yang pake acara?" tanya Dokter Daryan bingung.

"Itu, ada prasmanan dan mangkuk es buah. Apa benar ini rumahnya Dokter?"

"Aduh, itu bukan rumah saya. Itu rumah orang tua saya." jelas Dokter Daryan sambil menadahkan kepalanya ke tangannya karena gelisah.

Dan sejenak, Daryan kaget bahwa memang ini rumah orang tua Daryan dan dia dengar bahwa Dokter Daryan memakai kata 'saya'. Itu berarti ini rumah orang tua Daryan dan juga rumah orang tua Dokter Daryan, dan sudah jelas bahwa Dokter Daryan adalah dirinya yang dewasa.

"Ini aku bersama dengan istriku sekarang, jadi kamu keluar dulu ke rumah itu dan aku kasih tahu alamatku. Bagaimana?" tawar Dokter Daryan sambil masuk ke minimarket dan mengambil barang yang dibelanjakan.

"Oke, aku tunggu di mana, Dok?"

"Kamu tunggu di halte bis dekat rumah, nanti aku kasih tahu alamatku."

"Baik, Dok. Aku tunggu."

Daryan pun segera pergi dari rumah orang tuanya dan pergi lagi ke halte bis tadi. Sementara Dokter Daryan dan istrinya langsung pergi menuju rumah orang tuanya.

---------------------

Setelah sampai, Daryan pun menunggu Dokter Daryan di halte bis. Dan tak berapa lama, mobil Dokter Daryan pun muncul dan langsung memarkirkan mobilnya di samping depan halte bis.

"Lho, Dokter? Bukannya Dokter sama istri? Mana istrinya, Dok?"

"Istriku sekarang ada di rumah orang tuaku. Dan berhubung pula orang tuaku sudah sampai dan kutitipkan istriku di situ untuk sementara. Lagian juga aku ingin ambil sesuatu di rumahku."

"Ooh. Tapi rumah Dokter di mana?"

"Agak jauh dari sini, nanti aku tunjukkan. Ayo naik ke mobil." ujarnya sambil mengajak Daryan naik ke mobilnya.

Daryan dan Dokter Daryan pun berangkat menuju rumah Dokter.

Agak jauh sih rumahnya, mungkin sekitaran 1 jam lebih dari halte bis. Sampai-sampai Daryan bosan sambil menadah dagunya.

"Kamu kenapa, Daryan?" tanya Dokter Daryan yang melihat Daryan bosan.

"Tak tahu, Dok. Kok bisa rumah sejauh itu?" tanya Daryan sedikit kesal.

"Lha, kan jarak rumahku ke tempat kerja agak sebentar, cuman 30 menit. Kalau ke rumah orang tua, butuh waktu satu jam."

"Jadi, masih jauh ya?"

"Tidak kok, ini kita sebentar lagi sampai. Kamu jangan bosan-bosan gitu, setelah acara 7 bulanan istriku, kita perkenalkan diri masing-masing. Kan kamu bilang kalau kamu ingin kita bisa saling akrab sama-sama."

"Iya juga sih, tapi apa Dokter punya satu kamar kosong?"

"Ada satu. Itu adalah ruang belajarku. Di kamar itulah biasanya aku belajar. Tapi karena ada kamu, jadinya itu kamar kamu saja. Tenang kok, ada tempat tidurnya juga dan jika kamu tidak punya baju, banyak kok baju yang tersedia di rumahku. Tapi, kenapa kamu tidak bawa baju? Apa kamu sengaja tidak bawa koper atau gimana?"

"Ngggg.... Aku memang sengaja gak bawa baju sih karena aku butuh orang untuk bekerja sama dalam proyek ini dan kebetulan bertemu dengan Dokter."

"Ooh, begitu. Tenang kok, ada banyak baju di lemari baju kamarku. Nanti aku taruh semua di kamar yang akan kau tempatkan nanti."

"Baik, Dok."

--------------------

Selang tak berapa lama, akhirnya mereka sampai di rumah Dokter Daryan. Daryan terkejut melihat rumah Dokter yang bagaikan istana.

"I..Ini istana atau rumah, Dok?" ucapnya terbelalak.

"Yah, rumahlah. Memang kalau dilihat kayak istana tapi jika dlihat di dalam, kamu akan lebih terbelalak lagi."

"Sungguh?"

"Iya, sungguh."

Dokter Daryan mengajak Daryan ikut masuk ke dalam rumahnya dan benar saja, rumah Dokter Daryan sangatlah bagus.

Dokter Daryan pun menyuruh Daryan untuk masuk ke kamar barunya dan melihat kamar baru Daryan juga sangatlah bagus. Semuanya tertata rapi dan tak ada sedikit kotoran yang tertinggal.

"Hebat yah, Dok. Sangat hebat."

"Bagus, kan? Kamu pasti akan nyaman bila tinggal di sini."

"Iya, betul Dok."

"Oh iya, lebih baik kamu senang-senang dulu di sini yah, saya ingin pergi ke rumah orang tuaku dulu untuk acara 7 bulanan istriku."

Dokter Daryan pun meninggalkan Daryan sendirian dan langsung menuju ke rumah orang tuanya.

Dokter Daryan pun sudah sampai di rumah orang tuanya dan tampak sudah banyak orang yang datang ke acara 7 bulanan istrinya, termasuk teman-teman sesama dokter, dan yang lainnya.

Semua komponen acara sudah siap, termasuk orang tua Daryan dan orang tua istrinya juga sudah siap.

Acara pun dimulai. Diawali dengan pembukaan, lalu acara sungkeman pada orang tua dan kakek-nenek Daryan, lalu masuk pada acara siraman, lalu ke acara potong tumpeng untuk kebaikan calon bayi nantinya.

Setelah acara utama selesai, dan akhirnya sudah sampai pada acara ramah tamah. Pada acara ramah tamah ini, tiba-tiba saja ada karangan bunga cantik berwarna pink masuk ke dalam rumah. Ternyata, temannya-lah yang membawa karangan bunga cantik ini. Dia juga memberikan Dokter Daryan boneka yang sangat cantik pula.

"Aduh, kan anakku bukan perempuan."

"Tapi setidaknya terima ini sebagai hadiah. Kan istrimu akan melahirkan, bukan?"

"Iya, mungkin sekitaran 6-8 minggu lagi akan melahirkan. Doain aja supaya semuanya lancar. Ya?" ujar Dokter Daryan diiringi dengan senyumannya yang tampak bagus.

"Iya deh, akan aku doain semoga kalian bisa menjadi orang tua baik bagi bayi kalian."

"Amin!" seru Dokter Daryan yang begitu senangnya.

----------------------

Setelah acara 7 bulanan itu, Dokter Daryan beserta dengan istri sudah kenal dengan Daryan. Yang Dokter tahu bahwa Daryan hanyalah perantau dan ingin selesaikan proyek dengan membutuhkan bantuan seseorang.

----------------------

Setelah 8 minggu, akhirnya istri Dokter Daryan akan melahirkan. Dokter Daryan beserta dengan Daryan menunggu di depan ruang bersalin. Dokter Daryan sempat gugup dan harap-harap cemas dengan bayinya itu. Dokter Daryan hanya berharap semoga ibu dan bayinya bisa sehat-sehat setelah melahirkan. Dan akhirnya, terdengarlah suara tangisan bayi dari dalam ruang bersalin. Dokter Daryan langsung sujud syukur karena bayinya sudah lahir.

"Bapak Daryan, dipersilakan masuk." Suster menyuruh Dokter Daryan untuk masuk.

Rasa bahagia pun muncul dari Dokter Daryan karena bayinya sudah lahir.

"Selamat, Bapak. Anda telah menjadi seorang Ayah. Dan alhamdulillah semua berjalan dengan lancar dan bayi Anda dan istri Anda juga sehat wal'afiat. Silakan digendong bayinya, Pak." Dokter menyuruh Dokter Daryan untuk menggendong bayinya.

Air mata Dokter Daryan pun tak terbendung lagi ketika melihat bayinya sudah ada di dunia ini.

"Nak, ini Ayah. Kuharap kamu bisa sehat-sehat, Nak." Itulah yang diucapkan Dokter Daryan kemudian diiringi oleh suara lafadz adzan dari Dokter Daryan untuk bayinya.

Di luar ruang bersalin, Daryan juga terharu melihat suasana ini. Dan tentunya Daryan senang karena dirinya yang dewasa sudah punya anak dan menjadi Ayah.


BERSAMBUNG


Episode Selanjutnya : The Harmony of Daryan