Sabtu, 28 Mei 2016

[Cerbung] Future Dad - Episode 6


Episode Sebelumnya : I'm Daryan, You're Daryan

The Best Father

* * * 

"Apa Anda kenal dengan pendonor itu, yang namanya Daryan Eka Haryanto?" tanya panitia pendonor darah sambil terkejut melihat 2 identitas di kertas dokumen. "Ehh... Saya rasa tidak. Serius, saya tak mengenal anak ini. Tapi kenapa namanya bisa sama dengan namaku?" "Kurang tahu, Dok. Yang jelas, dia menyodorkan kartu pelajarnya ke kami, dan aku melihat namanya Daryan Eka Haryanto dan tanggal lahirnya sama dengan tanggal lahir Anda. Saya ragu-ragu, Dok. Kenapa ini bisa terjadi, ya?" Dokter Daryan bingung, panitia donor darah pun juga bingung. Siapa anak remaja yang donor darah kemarin? ----------------------- Di rumah, Daryan masih tertidur di kamar pribadi Dokter Daryan. Hingga akhirnya dia terbangun. Daryan masih mengantuk dan masih ingin tidur lagi. Namun karena Daryan haus dan ingin minum, Daryan pun ingin keluar dari kamar pribadi Dokter Daryan. Tiba-tiba, ada note tempel yang ditaruh di meja belajar. Mungkin itu dari Dokter Daryan. "Ingat, belajar Seni Rupa jam 11, bangun cepat." Tulisan Dokter Daryan yang ditaruh di meja belajar. Daryan sedikit mengangguk. Dia periksa jam, baru jam 8 pagi. Daryan pun keluar, dan dia disambut oleh kedua orang tua Dokter Daryan yang juga adalah orang tuanya sendiri, dan istri Dokter Daryan yang sedang menggendong Hanif, anak dari Dokter Daryan. "Oh, apa kamu yang namanya Daryan?" Ibunya tiba-tiba bertanya tentang Daryan. "Oh, iya. Saya Daryan. Saya dari perantauan." Daryan hanya menjawab polos. "Ooh, kok kamu mirip dengan anakku yang dokter itu?" "Siapa? Kak Daryan? Mungkin maksud Anda namanya sama?" "Iya, namanya sama. Tapi aku lihat dari gaya bicaramu, mirip dengan Dokter Daryan, anakku." Daryan terdiam sejenak dan memutar otak. "Ehh... Anda mungkin salah paham? Nama memang sama, tapi orang tuaku memberiku nama Daryan karena kagum dengan pelukis muda yang namanya Daryan juga." "Jadi? Kamu tahu jika anakku adalah pelukis?" "Iya, Bu." "Wah, kok bisa ada anak sepertimu bisa mengagumi anakku? Tapi kenapa kamu tinggal di rumahnya Dokter Daryan?" "Ah, aku sempat menolong dia, jadi sebagai balasannya, dia mengijinkanku tinggal di rumahnya." "Oh, begitu. Oke, kalau begitu, kamu makan dulu, makan. Ini ada sayur sop dan tumis kangkung. Ayo makan." Ibunya mengambil piring untuk Daryan dan Daryan mengambil dua sendok nasi dan langsung makan. Daryan sedikit terkejut, namun dia tetap harus menjaga identitas aslinya agar identitasnya tidak bocor pada orang-orang, termasuk Dokter Daryan.

Di RS Siloam, Dokter Daryan sedang minum kopi kaleng sambil melihat pemandangan dari jendela. Temannya pun ikut gabung dengan Dokter Daryan sambil bawa kopi kaleng juga. "Daryan, kamu padat jadwal lagi, ya?" tanya temannya sambil melihat pemandangan di jendela. "Kenapa memangnya?" "Tidak kok, tadi kamu ada jadwal operasi, kan?" "Siapa?" "Pasien yang mengalami tumor. Gimana keadaannya?" "Yah... Baik kok, tak ada masalah." jawabnya dengan polos. "Oh ya, tadi aku dengar kalau kamu donor darah kemarin? Perasaan kamu cuti, jagain istrimu." "Tidak kok, aku tak donor kemarin." "Lalu kenapa ada nama Daryan Eka Haryanto di daftar pendonor? Di daerah ini, nama Daryan Eka Haryanto hanya satu. Ya itu kamu, kan?" "Ehh... Iya sih. Tapi ada yang terlintas dari benakku. Ada seorang anak remaja dari Surabaya yang nginap di rumahku. Namanya sama, Daryan juga. Tapi tak mungkin dia, Daryan Eka Haryanto. Namaku sangatlah bagus. Daryan Eka Haryanto." "Ahh, tak usah sombong kamu. Apa kamu punya jadwal lagi?" "Hmm, masih ada. Jam operasi untuk penyakit masalah lambung. Harus aku operasi jam 2 siang nanti. Tapi aku harus refreshing dulu." "Iya, sama. Aku juga harus refreshing. Gimana kita minum bir masing-masing dua? Oke?" "Hmm, oke, kita minum sekarang." seru Dokter Daryan sambil berlalu pergi lorong rumah sakit bersama temannya untuk pergi beli bir kaleng. ------------------------- Daryan bersiap untuk pergi ke sanggar seni rupa untuk belajar seni rupa lagi. Dia mengambil tas-nya dan pamit pada istri Dokter Daryan. "Kak, saya pergi dulu yah. Semoga cepat pulih. Dedek Hanif, dadah yah, kakak pergi dulu." kata Daryan sambil mengelus wajah Hanif. "Iya, hati-hati yah." "Iya, Kak." Daryan pun pergi ke halte bis untuk menunggu bis koridor 3. Bersama orang-orang yang juga ingin naik bis, Daryan setia menunggu bis yang akan datang. Dan tak berapa lama, bis pun datang. Daryan hanya membayar 5000 untuk naik bis, dan beruntung uang itu bisa diterima oleh si petugas. ------------------------- Setelah hampir satu jam naik bis, Daryan pun sampai di halte yang dia tuju. Maka, dia langsung berlari menuju sanggar seni rupa. Pelajaran dimulai, dan Daryan beserta murid-murid lainnya disuruh membuat gambar simetris. Dengan akalnya, Daryan pun melukis obyek simetris dengan baik. Belum selesai 5 menit, Daryan sudah selesai dengan gambarnya. Semua murid-murid takjub dengan kemampuan Daryan yang melukis. "Wah, kamu pandai yah dalam melukis." ujar pengajar seni yang takjub melihat Daryan yang cepat melukis. "Iya, Bu. Makasih." "Baik, sudah jam istirahat sekarang. Kalian boleh istirahat. Sekian." Pengajar itupun lalu pergi meninggalkan kelas. Daryan langsung duduk di halaman depan kelas dan dia membawa buku diary warna coklat milik Dokter Daryan. Dia pun membacanya halaman per halaman. -------------------------- Umurku sekarang sudah 20 tahun. Ya, mungkin sudah saatnya aku memiliki impian. Aku sangat bodoh sekali, karena aku memilih jurusan kedokteran umum ketimbang jurusan seni. Padahal darah seni Kakekku sudah mengalir padaku. Keluargaku semua pada suka seni, termasuk orang tuaku bahkan tanteku juga suka seni. Bahkan kakakku juga. Tapi aku, lebih memilih di Kedokteran. Kenapa? Karena itu berguna dalam hidupku. Aku bisa berolahraga ataupun menjaga kesehatan karena aku seorang Dokter. Ya, impianku adalah menjadi seorang Dokter. Tapi, aku punya impian lagi yang harus kuraih. Yaitu apa? Aku ingin menjadi seorang Ayah. Masuk akal-kah? Jika aku ingin jadi seorang Ayah? Semua laki-laki di dunia ini pasti akan menjadi seorang Ayah. Tapi bukan itu maksudnya. Aku ingin menjadi seorang Ayah yang berwibawa dan gagah. Aku ingin membuat diriku gagah, walaupun aku sudah memiliki seorang anak. Aku ingin menjadi Ayah yang baik untuk anak-anakku di masa depan nanti. Aku pasti akan meraihnya. ------------------------- Setelah membaca diary itu, Daryan tentu kaget karena melihat impiannya yang sungguh bagus. Dia terus membaca dan membaca diary coklat itu sampai dia pun menemukan petunjuk.

Dokter Daryan dan temannya sedang duduk di depan supermarket untuk minum bir kaleng. Bir mereka masing-masing 2, jadi mereka bisa bebas untuk minum. "Oh iya, istrimu kapan kerja?" "Yah, kalau istriku sudah pulih, pasti dia akan kerja." "Iya, sih." ujar temannya sambil menenggak bir kalengnya. "Tapi, kamu tidak terima gaji? Aku udah tadi." Dokter Daryan mengingatkan temannya tentang gaji. "Oh iya, yah! Kok aku jadi lupa gini?" "Nah, tuh kan, tuh kan, kamu lupa lagi? Kamu mau, dimarahi ketua?" "Gaji kamu berapa sih, Daryan?" "Aku? Hmm... mungkin sekitar 7 juta." "Wah, kok setinggi itu yah?" Temannya seperti biasa menenggak bir kalengnya lagi. Sejenak pembicaraan mereka terdiam. Dokter Daryan akhirnya teringat akan sesuatu. "Hei." "Apa?" "Kamu ingat? Apa permintaanku tahun lalu?" "Permintaan apa?" "Waktu tahun 2030 dulu. Aku ingin kembali ke masa remajaku, jadi aku ingin ada orang yang mirip denganku saat remaja." "Hei, itu mustahil sekali. Mana bisa kamu bertemu dengan dirimu yang masih remaja? Memang itu keinginan kamu?" "Dulunya iya, tapi sekarang tidak. Aku sengaja mengungkit ini karena aku bingung ada pendonor bernama Daryan Eka Haryanto." Dokter Daryan pun mulai meracau. "Terserah sajalah. Ayo kita kembali ke rumah sakit, masih banyak pasien yang harus dioperasi." "Ayo." ------------------------- Daryan melihat petunjuk di buku diary warna coklat itu. Dia melihat bahwa keinginan yang paling tinggi adalah, Dokter Daryan ingin sekali bertemu dengan dirinya yang remaja. Namun dia berpikir bahwa itu tak mungkin. Walau hanya mimpi, tapi tetap tak bisa merasakannya secara nyata. Daryan terkejut dengan keinginan ini. Ya, sedikit demi sedikit identitas aslinya akan muncul dan Dokter Daryan akan segera tahu. ---------------------- Jam 3 siang, operasi yang dilakukan oleh Dokter Daryan sudah selesai. Semua yang ikut berpartisipasi sangatlah bersyukur karena operasinya berjalan dengan lancar. "Daryan, selamat. Kamu sudah melakukan operasi ini dengan baik." seru temannya senang. "Iya, sama-sama. Makasih ya karena kalian juga operasinya berjalan dengan lancar." "Iya. Sama-sama." "Kalau begitu, saya pulang dulu, karena aku harus jaga istriku dulu di rumah." "Iya, hati-hati yah, Daryan." "Oke." Dokter Daryan kembali menuju ruangan dan mengambil tas punggung besarnya dan berjalan menuju parkiran untuk mengambil mobilnya.

Dokter Daryan sudah sampai di rumahnya. Dia disambut oleh keluarga kecilnya yang sangat bahagia. Dokter Daryan capek lagi karena sudah melakukan operasi dengan 2 pasiennya dan itu sudah cukup melelahkan. Awalnya dia berniat untuk istirahat, tapi karena ada rasa kecurigaan terhadap Daryan, maka Dokter Daryan pun masuk ke kamar pribadinya dan sedikit memeriksa apakah ada kartu donor di dalam kamarnya? Dan akhirnya dia menemukannya. Dia melihat kartu donor yang bernama Daryan Eka Haryanto. Dia masih tidak tahu siapa Daryan Eka Haryanto, karena dia masih sepenuhnya percaya pada Daryan. --------------------- Jam 7 malam, semua keluarga berkumpul bersama. Ayah Daryan dan Dokter Daryan berada di halaman rumah hanya sekadar santai-santai. Tentu dengan pangkuan Hanif, bayi kecilnya Dokter Daryan. "Nak, sepertinya kamu senang karena sudah punya anak, ya?" "Ah, Ayah ini. Pastilah Daryan senang, Ayah. Lagian bayi kecil ini lucu sekali mirip dengan ayahnya." "Iya, Nak. Betul. Dulu juga Ayah seperti itu kok." "Oh ya? Kapan itu?" "Saat Ayah menggendongmu waktu bayi, Ayah sama sepertimu. Menggendong anak dengan baik, memandikan anak dengan baik, dan lain-lain. Ah, sudah lama Ayah ingin menggendong bayi. Terasa seperti dulu." "Ayah mau gendong Hanif? Ini, Ayah silakan. Hati-hati." Dokter Daryan memberikan Hanif ke pangkuan Ayah Daryan. "Ah, coba lihat cucuku. Matanya, hidungnya, bahkan wajahnya, mirip sekali denganmu, Daryan." "Oh ya? Memang, aku agak miriplah sedikit. Tapi aku akan berusaha keras untuk menjadi Ayah yang baik buat Hanif." "Iya, Daryan. Kamu harus menjadi Ayah yang baik untuk Hanif." ------------------------- Keesokan harinya, Hanif baru saja dimandikan oleh Ayahnya, Dokter Daryan. Dengan kaos abu-abunya, Dokter Daryan lihai dalam memandikan anaknya. Bahkan untuk memakaikan bedak untuk anaknya saja sudah pandai. Berarti dia sudah menjadi Ayah yang baik buat anaknya yang lucu, Hanif. Setelah memandikan anaknya, Dokter Daryan lalu memakai pakaian rapi untuk pergi bekerja. Dia membawa lagi tas punggung besarnya dan langsung pergi dengan membawa mobilnya. --------------------------- Daryan juga ikut pergi ke Sanggar Seni Rupa. Daryan seperti biasa menunggu bis koridor 3. Dia agak cemas, karena identitasnya sebentar lagi akan bocor oleh orang-orang, termasuk Dokter Daryan. Apa yang akan terjadi selanjutnya? BERSAMBUNG

Episode Selanjutnya : Confession

Tidak ada komentar:

Posting Komentar