Episode Sebelumnya : First Meeting
The Harmony of Daryan
* * *
Daryan melihat kebahagiaan Dokter Daryan terpancar di wajahnya. Ya, di rumah sakit bersalin Bunda, istri sang Dokter melahirkan di sini. Dan sekarang Dokter Daryan sudah memakai mandat barunya, yaitu menjadi seorang Ayah. Daryan juga merasa bahagia karena dirinya yang dewasa telah menjadi seorang Ayah.
-=8 Minggu Sebelum Hari H=-
Setelah Dokter Daryan dan istrinya menggelar pesta syukuran 7 bulanan, Dokter Daryan pun izin pada istrinya untuk pergi ke suatu tempat. Sementara istrinya tetap di rumah orang tua Dokter Daryan.
Dokter Daryan pun bersiap untuk ambil mobil dan pergi ke halte bis untuk menjemput Daryan.
"Do.. Dokter?" Daryan terlihat gugup dengan kedatangan Dokter Daryan.
"Daryan, aku ingin kasih tahu sama kamu." ujarnya dengan wajah yang serius.
"Apa, Dok?"
"Sungguh kamu ingin tinggal di rumahku? Apa kamu ingin tinggal di rumahku hanya sekadar proyek?"
"Lho, bukannya Dokter mengizinkanku tinggal di rumah? Terus kenapa Dokter malah tanya begitu ke aku?" ujar Daryan yang heran.
"Hah? Memang aku pernah izin pada orang untuk tinggal di rumahku?"
Sejenak, Daryan pun memutar otak. Ternyata benar, ingatan terakhirnya hanya sampai di supermarket. Semua dari apa yang dikatakan oleh Dokter Daryan hanyalah imajinasi Daryan saja dan dia baru sadar di perhentian halte bis.
Daryan masih ingat apa yang terjadi tadi.
-----------------------
-=5 Jam yang Lalu=-
Saat Daryan meminta permohonan untuk tinggal di rumah Dokter Daryan, Daryan malahan melamun dan tak fokus dari apa yang didengarnya. Yang dikatakan Dokter Daryan sebenarnya adalah...
"Hmm, kurasa aku masih belum bisa menerimamu deh. Aku belum tahu dan belum mengerti apa tujuanmu yang sebenarnya. Kalau kau belum mengerti juga, kita bicarakan ini di kafe The Coffee Bean. Kita bicara di sana."
Daryan hanya bisa berimajinasi dan tak mengerti maksud dari Dokter Daryan.
"Sekarang kamu naik bis dulu, nanti kita bicarakan ini saat acaraku sudah selesai."
Dan Daryan langsung bersemangat.
"Baik, Dok! Aku akan ke sana."
----------------------
Daryan masih saja memutar otak untuk ingat sesuatu. Dan memang benar, selama ini dia hanya berimajinasi saja dan dia tidak sadar akan sampai di halte bis. Dan dia baru sadar sekarang setelah Dokter menyadarkan Daryan di halte bis.
"Jadi kamu sudah ingat, 'kan?"
"Ahh, iya Dok. Aku sudah ingat semuanya. Dan perasaan saya, Dokter mengizinkanku untuk tinggal di rumah Dokter tapi ternyata belum yah." ujar Daryan sambil memegang kepalanya karena lupa.
"Kamu masih belum ngerti? Atau kau memang tidak punya tempat tinggal?"
Daryan hanya terdiam tidak merespon pertanyaan Dokter Daryan.
"Kalau kamu tidak bisa jawab, apa bisa kita bicarakan ini di kafe? Kita ke kafe yang nyaman-nyaman. Mau?"
"Ngggg..."
"Tak apa, saya tidak melarangmu untuk tinggal di rumahku. Cuman saya ingin butuh tujuan yang jelas darimu." ujarnya dengan sedikit merayu.
"Gimana ya?"
"Kita ke kafe The Coffee Bean. Kita ke sana."
"Hah? Memang itu masih ada?" pertanyaan Daryan membuat Dokter tidak mengerti.
"Bicara apa sih kamu?"
"Oh, maaf. Hmm, oke. Kita ke kafe nyaman itu. Kita pesan kue dan kopi. Oke?"
"Hmm, oke. Kita ke sana."
--------------------
Dokter Daryan dan Daryan berada di kafe The Coffee Bean. Mereka memesan cream cake masing-masing 2 dan ice coffee juga masing-masing 2. Dokter Daryan pun langsung to the point membicarakan keputusan Daryan.
"Oke, jadi kamu dari perantauan? Bukannya orang tuamu memberimu uang untuk menginap? Kenapa harus rumahku? Apa orang tuamu tidak memberimu uang lebih?" tanya Dokter Daryan dengan sangat serius.
"Ehh... iya, memang aku dari perantauan. Tapi tujuanku ke luar kota bukan yang Pak Dokter maksud. Aku memang sedang mencari pelukis dengan nama yang sama. Aku beberapa kali mencari nama Daryan di sudut-sudut, tapi tidak sesuai kriteriaku."
"Terus nama lengkapmu siapa?"
"Uhh... Daryan." jawabnya dengan polos.
"Itukah namamu?"
"Iya, orang tuaku hanya memberiku nama Daryan. Hmm, kalau boleh tahu, apa nama lengkap Dokter itu, Daryan Eka Haryanto?" Daryan menjawab nama lengkap Dokter yang juga adalah nama lengkapnya sendiri.
"Uhh, iya. Itu nama lengkap saya. Kenapa memangnya? Apakah orang ini yang kau cari?" ujarnya sambil menunjuk pada dirinya.
Daryan memutar otak lagi. Daryan berpikir pasti Dokter Daryan telah mengizinkan dirinya untuk tinggal di rumahnya.
"Ahh! Iya, itulah Daryan yang aku cari." jawabnya dengan semangat.
"Jadi, boleh aku tinggal di rumah Dokter? Kumohon, aku tidak punya tempat nginap."
"Nggg... Baiklah, aku mengizinkanmu untuk tinggal di rumahku. Berhubung aku senang melihat anak remaja sepertimu. Semangat, ceria, ramah, dan segala hal. Aku baik pada semua orang, tapi aku sudah mengenalmu lebih jauh. Kau sudah mengembalikan papan namaku yang jatuh, jika itu tidak ada, aku mungkin akan kekurangan uang. Lagian itu sama saja kebaikan dibalas dengan kebaikan."
"Sungguh?"
"Iya, sungguh."
"Asik! Makasih ya Dokter!"
"Iya, sama-sama."
Lalu, Dokter Daryan pun mengantar Daryan ke rumahnya. Daryan sendiri belum pernah melihat rumah Dokter Daryan walaupun hanya dalam imajinasi saja. Tapi sebelum itu, dia harus menjemput istrinya di rumah orang tuanya dulu.
Dokter Daryan pun sampai di rumah orang tuanya. Dokter turun dari mobilnya, tapi Daryan tak ikutan dan tetap di dalam mobilnya saja. Sejenak Daryan melihat rumah orang tuanya. Ya, dia hafal jalan ke rumah orang tuanya. Dia tinggal di situ dan di situlah muncul teka teki, ke mana orang tuanya pergi?
Tak berapa lama, Dokter Daryan pun membantu istrinya yang sedang hamil jalan menuju mobil.
"Ayah, Ibu. Makasih karena acara ini semuanya pada lancar, dan doakan semoga persalinan istriku berjalan lancar." kata Dokter Daryan sambil mencium tangan kedua orang tuanya.
Daryan yang berada di dalam mobil melihat orang tuanya berada di luar sedang berpelukan dengan anaknya yang sudah menjadi dokter. Daryan ingin sekali turun dari mobil, tapi apalah daya, pasti orang tuanya tak akan percaya dengan kehadiran Daryan.
Dan sesudah itu, Dokter Daryan dan istrinya pun naik ke mobil. Daryan tak melihat istri Dokter terkejut karena ada orang asing di mobil Dokter Daryan. Daryan hanya bisa garuk-garuk kepalanya karena bingung. Jangan-jangan, istri Dokter Daryan tahu kalau Daryan ada di mobil ini?
---------------------
Di perjalanan, istri Dokter Daryan tanya sesuatu pada Daryan.
"Saya dengar kamu pelukis muda juga?" tanya istri Dokter Daryan tanpa merasa panik sekalipun.
"Ya?" Daryan tak mendengar pertanyaan dari istri Dokter Daryan.
"Tadi aku bilang, kamu juga pelukis muda?"
"Ahh, iya. Saya pelukis muda dari kota Surabaya."
"Kamu bilang ingin cari pelukis yang bernama Daryan juga. Apakah suamiku adalah orang yang kau cari?"
"Iya, Dok."
"Oo, begitu? Jadi itukah tujuanmu merantau ke luar kota? Terus kenapa kau cari Daryan seperti suamiku? Apa dia orangnya hebat?"
"Harusnya Dokter tahu sendiri, dia juga pelukis. Aku ingin cari dia karena aku ingin belajar dari dia, dan dia malahan menerimaku di rumah Dokter Daryan. Aku sih terima saja, karena berhubung aku merantau karena tujuannya itu."
"Sudahlah, yang penting kamu diterima di rumahku. Aku suka sama sifat kamu yang ceria, dan berkreativitas." puji Dokter Daryan pada Daryan.
"Begitu juga dengan pak Dokter."
"Ah, jangan bilang gitu ah. Saya jadi malu."
"Tak perlu malu, Dok. Saya kan juga puji pak Dokter."
Daryan, Dokter Daryan, dan istrinya saling mengobrol bersama dan Dokter Daryan senang karena Daryan sudah seperti keluarga sendiri.
----------------------
Mereka pun sudah sampai di rumah Dokter Daryan yang cukup besar. Tampak dari luar, rumah ini berlantai 2 dan lengkap dengan halaman belakang. Ini mungkin tampak di luar imajinasi Daryan.
"Ayo, silakan masuk." Dokter Daryan mempersilakan Daryan untuk masuk.
"Wah, cantik sekali!" Daryan nampak terbelalak melihat interior rumah Dokter Daryan.
"Bagaimana? Kamu senang tinggal di rumahku?"
"Senang, Dok. Makasih karena sudah menerimaku di rumah yang indah ini."
"Iya, sama-sama."
Dokter Daryan nampaknya tengah berbahagia, karena sebentar lagi dia punya anak, bahkan ada 'anggota keluarga' baru yang baik dan ramah yang masuk di keluarga Dokter Daryan. Yang jelas, Dokter Daryan sudah cukup bahagia karena memiliki 'adik' baru yang bisa menemaninya bicara.
-=4 Minggu Sebelum Hari-H=-
Daryan masih tinggal di rumah Dokter Daryan yang sangatlah besar. Ya, Daryan diperlakukan baik oleh Dokter Daryan dan istrinya. Setiap hari, Daryan selalu makan enak, karena Dokter Daryan memiliki banyak uang dari hasil gajinya sebagai seorang dokter.
Daryan selalu makan mie kuah buatan tangan istri Dokter Daryan dan Daryan juga diajak untuk menimba ilmu di Sanggar Seni Rupa. Daryan-lah yang mau daftar di Sanggar Seni Rupa itu.
----------------------
Seperti biasa, saat pulang dari sanggar, Daryan selalu diajak Dokter Daryan untuk pergi ke kafe. Dan kali ini, dia diajaknya lagi.
-=The Coffee Bean Shop=-
Daryan dan Dokter Daryan sedang berada di kafe The Coffee Bean. Daryan sedang baca buku, sementara Dokter Daryan sedang mengerjakan sesuatu di depan laptopnya. Daryan melihat Dokter Daryan sangat lihai dalam mengetik. Dia menjadi tampan karena keringatnya yang mengucur di keningnya. Karena dilihat terus, Dokter Daryan pun menegur Daryan.
"Hei! Ngapain lihatin aku?"
"Ohh?" Daryan masih belum sadar dengan lamunannya.
"Hei, apa yang kau lihat sih?" ujar Dokter Daryan sambil sedikit tertawa.
"Ah! Tidak kok, maafkan aku Dok. Maaf."
"Aduh, kamu memanggilku Dokter Dokter terus. Lebih baik, panggil saja aku 'Kak' supaya lebih akrab gitu."
"Oh, maaf yah kak."
Dokter Daryan kembali melanjutkan pekerjaannya. Dan tiba-tiba dia teringat akan sesuatu.
"Oh iya, Daryan. Kamu tahu? Apa jenis kelaminnya anakku?"
"Hmm, cewek mungkin. Atau mungkin cowok."
"Gak, tapi anakku cowok."
"Wah, bagus tuh kayaknya. Kalau punya anak cowok, pasti dia akan pintar dan hebat."
"Iya sih. Soalnya Kakak sudah beli perlengkapan bayi. Dan perlengkapan bayi ini cocok banget dengan anakku nanti. Bahkan tempat tidur pun aku beli."
"Serius?"
"Iya aku serius. Mau lihat fotonya? Ini, aku sudah potret beberapa." Dokter Daryan menunjukkan foto-foto yang berisikan perlengkapan bayi yang ia beli.
"Hmm, semuanya bagus-bagus kok."
"Iya sih. Soalnya istriku juga mau lahiran. Aku harus ambil cuti selama 2-4 bulan untuk jaga istriku."
"Yah, semoga saja istri kakak diberi kelancaran untuk proses lahiran ini."
"Iya Amin. Semoga yah."
----------------------
-=Tepat di Hari-H=-
Dokter Daryan mempersiapkan baju-baju istrinya dan memasukkannya dalam koper. Ya, mereka akan ke rumah sakit karena istrinya sudah mau lahiran. Kehamilan istrinya juga sudah 9 bulan dan sudah saatnya untuk melahirkan.
Daryan pun juga ikut membantu berkemas. Oke, semua sudah siap dan koper akan naik ke mobil.
Semua sudah siap dan Daryan juga ikut untuk pergi ke rumah sakit bersalin Bunda.
--------------------------
Setelah sampai di rumah sakit, istrinya langsung dibawa ke ruang UGD dan Dokter Daryan mengurus data dan administrasi.
Setelah semua sudah diurus, Dokter Daryan pun mengucapkan sepatah kata pada istrinya sebelum dibawa ke ruang operasi.
"Sayang, kamu harus kuat ya. Apapun itu, kamu harus kuat. Ini demi anak kita. Ya?" ujar Dokter Daryan sambil mencium kening istrinya.
"Iya, Mas. Saya kuat kok."
Akhirnya istrinya pun dibawa ke ruang operasi untuk persalinan. Sementara Dokter Daryan dan Daryan duduk di depan ruang operasi.
"Daryan, aku jadi gugup deh." ujar Dokter Daryan gugup.
"Tak usah guguplah, Kak. Ini 'kan udah biasa, karena ini juga baru permulaan, jadi tak usah nervous kak."
"Tidak, masalahnya, aku masih belum siap untuk menggendong anak."
"Tuh kan, tuh kan, kakak nervous lagi. Mending kakak tak usah nervous. Ini udah jadi kewajiban kakak sebagai seorang Ayah. Jadi tak usah nervous."
"Iya Daryan. Makasih ya."
Dokter Daryan masih dilanda kegugupan. Akhirnya dia memutuskan untuk menundukkan kepalanya sejenak sambil berdoa agar diberi kelancaran untuk kelahiran istrinya.
Dia terus berdoa dan berdoa dan akhirnya terdengarlah suara tangisan bayi di dalam ruang operasi. Dokter Daryan akhirnya bersyukur kelahiran istrinya lancar dan selamat.
Dokter pun menyuruh Dokter Daryan untuk masuk ke ruang operasi.
"Selamat, Bapak Daryan. Anda telah menjadi seorang Ayah. Dan syukur juga, proses kelahiran istri Anda juga sangat lancar dan bayi Anda juga sehat dan selamat. Bayi Anda adalah laki-laki dan bobotnya 3,5 kg. Ini, Pak. Silakan digendong bayinya." ujar Dokter sambil memberikan bayi yang sudah lahir itu ke Ayahnya, Dokter Daryan.
Dokter Daryan sungguh terharu melihat ini. Baru rasanya pertama kali dia menggendong seorang anak. Dan inilah rasanya dan bisa dirasakan oleh Dokter Daryan.
"Nak, ini Ayah, Nak. Kelak kamu bisa jadi anak yang baik yah, Nak." ujar Dokter Daryan kemudian disusul oleh lafadz adzan dari Dokter Daryan untuk bayinya.
Daryan yang berada di luar juga terharu. Inilah kebahagiaan yang dirasakan oleh Dokter Daryan.
BERSAMBUNG
Episode Selanjutnya : I'm Daryan, You're Daryan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar