Sabtu, 28 Mei 2016

[Cerbung] Future Dad - Episode 5


Episode Sebelumnya : The Harmony of Daryan


I'm Daryan, You're Daryan

* * * 

Suasana di kamar Tulip No. 2 terasa sangat bahagia, karena Dokter Daryan telah memakai mandat barunya sebagai seorang Ayah. 45 menit yang lalu, istrinya melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Muhammad Hanif Eka Haryanto. Sungguh nama yang sangat bagus buat anak Dokter Daryan. Dokter Daryan masih menggendong anaknya di kamar rumah sakit, sementara istrinya masih belum pulih sejak melahirkan tadi dan di bawa ke kamar Tulip. Daryan masuk ke kamar itu dan memberikan ucapan selamat. "Selamat ya, Kak. Udah menjadi Ayah." "Makasih, Dar. Iya, tanggung jawabku sudah aku laksanakan. Sebagai Ayah dari anak yang aku gendong ini." "Dia lucu ya, Kak?" "Iya, dia lucu. Dari hidungnya, matanya, dan semuanya, mirip dengan Ayahnya." kata Dokter Daryan sambil memegang hidung anaknya dengan jari telunjuknya. "Aduh, kakak ini bisa aja deh." Tiba-tiba saja, buku harian yang dipegang Daryan terjatuh dan membuat semua isinya terjatuh, termasuk kartu pelajar. Segera, Daryan memungut semua barang yang terjatuh. Karena anaknya sudah berada di tempat tidur bayi, Dokter Daryan juga ikut membantu memungut barang-barang Daryan. Setelah semua selesai, Daryan langsung mengambil kembali buku harian itu dan dia tak sadar jika kartu pelajarnya belum dimasukkan. Dengan secepat kilat, Daryan mengambil kartu pelajarnya dan untung saja Dokter tak melihat namanya "Daryan Eka Haryanto" di mana nama itu juga sama dengan nama Dokter Daryan. "Kamu tak apa-apa, kan?" tanya Dokter Daryan yang melihat Daryan bersikap aneh. "I--Iya, kok. Saya tak apa-apa." Daryan meyakinkan diri. "Tapi kok sikapmu aneh tadi?" "Aneh? Maksudnya apa sih? Saya tak aneh kok." "Syukurlah. Kalau begitu, aku ingin minta tolong padamu." "Minta tolong apa?" ------------------------ Daryan dan dokter ganteng itu duduk di halaman rumah sakit. Mereka sedang berbincang sesuatu. "Mau minta tolong apa, Kak?" tanya Daryan sambil membenarkan posisi duduknya. "Karena istriku kan masih belum pulih setelah melahirkan, jadi aku harus jaga dia selama 3 hari. Jadi..." Dokter Daryan memberikan kunci rumah pada Daryan. "Kamu jaga rumahku dulu, yah. Saya tak akan lama kok, cuman 3 hari doang." "Jadi aku harus jaga rumah gitu?" "Iya. Kamu jaga rumah. Kalau mau makan, ada di kulkas dan jika ada yang kotor, bersihkan. Oke?" "Oke, kak."

Setelah memberikan kunci itu, Dokter Daryan langsung masuk ke dalam kamar Tulip untuk menjaga istrinya lagi. Setelah masuk, dia melihat orang tuanya sudah lebih dulu masuk di kamar Tulip, hanya sekadar membawa makanan untuk anaknya dan menantunya. Sang Ibu langsung menyapa anaknya yang ganteng saat sedang masuk. "Eh, Nak. Kamu sudah datang? Ayo makan, lauk pauk buatan ibu." kata Ibu Dokter Daryan sambil mengeluarkan kotak makan berisi sup dan lauk pauk yang enak. "Ini, Ayah juga bawa buah-buahan. Cocok buat istrimu pasca-melahirkan." "Aduh, Ayah, Ibu, tak usah repot-repot begini. Kan nanti Daryan bisa beli makan." "Kami sengaja beli makan, sekalian lihat si cucu, Hanif. Baru lahir tadi, kayaknya udah lucu." sahut Ibu Daryan sambil mengelus wajah cucunya yang baru lahir tadi. Dokter Daryan bersimbah keringat karena berlari tadi. Dia pun segera menyeka keringatnya dengan sapu tangan yang selalu dibawa kemana-mana. ------------------------ Daryan yang sudah memegang kunci rumah Dokter Daryan segera pergi ke rumah sang Dokter. Setelah naik taksi selama hampir satu jam, maka dia pun sampai di rumah elit itu. Daryan pun membuka gembok rumah dan langsung masuk ke dalam rumah. Dan seperti lampu yang sedang menyala, penasaran Daryan pun dimulai. Daryan masuk dalam kamar sang Dokter dan sedang menggeledah sesuatu. Dia masih belum sepenuhnya percaya kalau Dokter Daryan adalah dirinya yang dewasa, walaupun waktu itu dia menebak hanya karena namanya sama. Maka dia harus cari bukti kuat dan sekalian juga cari lukisan yang pernah dia lukis dulu. Dia baru menemukan buku diary. Ya, buku diary inilah Daryan bisa menemukan petunjuk yang ada. Dia melakukan ini supaya dia juga harus tahu bagaimana dirinya di masa depan. Juga, dia harus tahu bagaimana Dokter Daryan bisa seganteng itu? Padahal dilihat dari dirinya yang sekarang, agak ganteng tak melebihi Dokter Daryan. Dia pun membuka buku diary itu dan dia melihat tulisan di sampul diary itu. Ternyata diary itu adalah diary Daryan yang pertama, di tahun 2016. Dia pun membaca buku diary itu dan melihat awal perkenalan dari buku diary itu. -------------------- Hai, namaku Daryan Eka Haryanto. Panggil saja Daryan. Ya, aku adalah seorang pelajar yang suka seni. Tapi kamu tahu, saya memang suka seni. Namun aku jadi tertarik dalam dunia kedokteran. Apakah seni itu bisa dijadikan sebagai hobi? Apa seni itu tak ternilai harganya? Ya sudah, aku tetap membanggakan seni, walaupun hanya hobi. Tak apa jika ada keluarga yang baca, apalagi Ayah dan Ibu. ------------------------ Daryan masih terus membaca buku diary itu. Dia berpikir selama ini dia tak pernah menulis diary. Tapi jika dilihat dari waktunya, diary ini ditulis bulan Juli 2016. Dia masih terus membaca buku diary itu sampai akhirnya dia menemukan sesuatu. Yaitu menulis tentang impian. Di situ tertulis bahwa dia tak akan bercita-cita jadi seniman tapi dia bercita-cita ingin jadi dokter. Dia akan membuat kapsul waktu jika impiannya tercapai. Daryan membaca buku itu sampai habis. Dan dia pun menemukan petunjuk. Ya, akademik sekolah. Bagaimana dengan nilai sekolahnya waktu SMA? Maka, dia pun pergi ke sekolah tempat Daryan belajar sekarang. ---------------------- Dia ingat dengan rute sekolahnya. Agak jauh dari rumah Dokter Daryan. Setelah menempuh perjalanan agak lama, dia pun sampai di SMA tempat Daryan belajar di sini. Dia masuk dan melihat bahwa sekolahnya yang sekarang berbeda dengan yang masa depan. Masa sekarang dan masa depan agak sama. Dia pun bertemu dengan kepala sekolah SMA ini. Dia mengetuk pintu ruangan dan langsung masuk. "Umm... Mohon maaf, Pak. Saya... Saya..." Daryan tiba-tiba saja gugup bertemu dengan kepala sekolah yang sekarang ini. "Ada apa, ya?" tanya Kepsek bingung. "Umm... maaf jika saya mengganggu Anda. Apa saya boleh nanya?" "Oh, boleh. Silakan duduk." kata Pak Kepala Sekolah sambil menyuruh Daryan duduk, disusul oleh pak kepsek untuk duduk. "Jadi gini, Pak. Saya mencari seorang alumni di sekolah ini. Saya hanya ingin tahu tentang akademik yang dia dapat." "Itu si alumni, apa hubunganmu dengannya? Dan untuk apa kau tanyakan akademiknya?" "Dia sahabat pena saya. Dan itu juga permintaan dari dia sendiri, tanya soal akademik. Karena ada keperluan soalnya, Pak." "Oh, tunggu sebentar, yah." Kepala Sekolah itu mengambil dokumen alumni dan membawanya kembali ke meja. "Sahabat pena kamu, pernah bersekolah di sini?" "Iya, katanya gitu." "Kamu tak konfirmasi?" "Tidak, Pak." "Tunggu sebentar. Siapa nama alumni yang kau maksud?" "Namanya Daryan Eka Haryanto." "Baik, tunggu sebentar." Kepala Sekolah masih mencari nama alumni sesuai abjad dan menemukan nama alumni yang berawalan huruf D. Dan tak berapa lama, dia menemukan nama Daryan Eka Haryanto. "Bukan ini yang kamu maksud?" ujarnya sambil memberikan kertas yang berisikan database.

Daryan pun mengecek data yang diberikan oleh kepala sekolah, dan benar kalau ini adalah Daryan Eka Haryanto. "Apa sudah cocok dengan yang kamu maksud?" "Iya, Pak. Yang ini." "Oh iya, kau bilang ingin lihat akademiknya, kan? Ada di dokumen lain. Tunggu sebentar." Kepala Sekolah mengambil lagi dokumen yang berisikan nilai akademik para alumni. Kepsek pun membawa map dokumen berwarna biru ke meja kembali. "Tunggu sebebtar, saya carikan." Kepsek mencari lagi dokumen berisi nilai akademik Daryan, dan tak berapa lama kepsek pun menemukan dokumen nilai akademik Daryan. "Nah, ini dia! Dokumen alumni yang bernama Daryan Eka Haryanto." Daryan pun mengambil dokumen nilai akademiknya dan sedikit mengecek nilainya. "Sahabat pena-mu, Daryan sangatlah pintar. Dia selalu mewakili sekolah dalam lomba melukis dan dia selalu juara 1. Dan nilai seni maupun bidang studi yang lain semuanya tinggi-tinggi. Namun di saat kelas 3, impiannya tidak jadi seniman namun dia ingin jadi dokter." jelas Kepsek pada Daryan. "Lho, kok bisa sih?" "Tak tahu, yang jelas dia pengennya jadi dokter." "Oh, gitu. Baiklah, saya akan foto nilai akademiknya." "Oke, silakan." Daryan pun mengeluarkan ponselnya dan memotret data yang diberikan oleh pak kepala sekolah. Setelah semuanya sudah dipotret, dia pun pamit pada kepala sekolah. "Baik, kalau begitu, saya pamit dan maaf jika merepotkan Anda." ujar Daryan sambil sedikit membungkukkan badannya untuk hormat pada pak kepsek itu. "Iya, tak apa-apa. Salam buat sahabat pena-mu yah!" "Iya, Pak. Makasih." Daryan pun pergi dari ruang kepala sekolah dan melanjutkan pencarian. Daryan pergi ke ruang seni dan ternyata di dalam ruangan itu, sedang belajar seni dan semua murid juga ada di situ. Daryan merasa kecewa dan kembali ke jalan yang dulu. Namun tiba-tiba, dia melihat sesuatu. Ada ruangan yang baru di sekolah ini. Ya, ruang galery. Ruangan inilah yang menampung semua karya lukis dari para murid. Tapi ada tidak lukisan Daryan di situ? Daryan mencoba masuk di dalam, dan mencari lukisan itu. Rata-rata di ruang galery ini, hasil karya lukisnya dari para murid tahun 2030. Dia masih belum menemukan lukisannya dan akhirnya dia menemukannya tepat di belakang lemari. Walaupun agak berdebu, tapi Daryan tetap mengambilnya. Ya, ini dia. Lukisan yang Daryan cari. Rupanya pihak sekolah masih menyimpan lukisan cantik ini di ruang galery. Maka dengan segera, Daryan memotret lukisannya itu di ponselnya dan langsung pergi dari ruang galery itu. Oke, Daryan sudah menemukan 2 bukti. Nilai akademik dan lukisan. Daryan pun juga pergi dari sekolah itu, dan dia menemukan brosur yang tergeletak di trotoar. Dia pun segera mengambilnya dan ternyata poster itu membuat menarik perhatian Daryan. Tapi poster apa yang dimaksud? ------------------------ Orang Tua Dokter Daryan masih ada di kamar Tulip No. 2. Mereka masih ngobrol sambil makan nasi dan lauk pauk. "Jadi, kapan kamu kembali bekerja, Daryan?" tanya Ibunya dengan serius. "Setelah aku jaga istriku baru aku kembali kerja. Dalam 3 hari ini, aku harus jaga dia. Dan setelah itu, aku kembali kerja." "Oh, lalu kapan kamu akan terima gaji?" "Hmm... setelah 3 hari ini juga. Aku akan terima gaji. Sebenarnya aku ada kegiatan donor darah di rumah sakit, tapi kayaknya aku tak bisa karena aku harus jaga istriku." "Ah, gitu." gumam Ibunya mengerti. Setelah mereka makan, kamar Tulip terasa ramai karena tiba-tiba, teman-teman Dokter Daryan datang membawa hadiah untuk istri Dokter Daryan. "Hei, Daryan. Selamat yah, kamu jadi Ayah! Nama anak kamu siapa?" tanya salah seorang temannya. "Makasih yah! Nama anakku adalah Muhammad Hanif Eka Haryanto." "Astaga, namanya bagus sekali. Semoga anakmu bisa jadi dokter seperti Ayahnya, yah." "Iya, Amin. Makasih." "Oh iya, ini aku bawakan baju bayi untuk anakmu. Ini baru aku beli tadi. Dan sekalian aku belikan makanan dan minuman." ujar temannya sambil memberikan hadiah ke Dokter Daryan. "Wah, kalian ini. Makasih yah. Kalian tak perlu repot-repot begini." "Iya, sama-sama. Tapi, sungguh kamu tidak mau pergi ke acara kegiatan donor darah? Kami membutuhkanmu sebagai ahli." "Iya, pengennya sih mau pergi, cuman bagaimana yah? Sebagai suami, aku harus menjaga istriku. Maaf sekali yah, saya tak bisa pergi." "Yah, sayang yah kalau tak ada kamu. Ya sudah, kami pamit dulu yah, nanti kita terlambat ke acara donor darah. Semoga istrimu cepat pulih yah." "Iya, dan semoga acara donor darahnya lancar yah." "Iya, Amin. Makasih yah, Daryan." "Iya, sama-sama." ----------------------- Daryan melihat poster yang dipungut di trotoar depan sekolah. Ya, sepertinya itu adalah kegiatan donor darah. Sepertinya akan sangat bagus jika Daryan pergi ke acara kegiatan donor darah itu.

Setelah mereka makan mie kuah dan bercanda ria, tak terasa sudah jam 11 pagi. Mereka makan banyak sekali, tidak hanya makan mie kuah, tapi mereka makan ayam goreng dengan minuman soda berukuran 1,5 liter untuk berdua. Kini mereka sudah kenyang karena makan banyak. "Wah, makasih makanannya ya, Kak. Seru ya tadi, itu si pengangguran itu, lain kali diceritain yah karena waktu kita sudah mepet begini." "Oh, iya. Aku harus jaga istriku juga. Tapi jangan khawatir, besok aku akan kembali." "Baik, Kak. Apa kakak juga akan kerja besok?" "Iya, kakak akan kerja besok. Oh ya, mau kuantar ke rumah sakit untuk donor? Kayaknya udah mulai tuh." kata Dokter Daryan sambil melihat jam tangannya. "Tak perlu, aku naik bis saja. Karena aku ingin mandi dulu." "Hmm, oke. Kakak pergi dulu yah." "Baik, dah." Dokter Daryan pun pergi kembali ke rumah sakit Bunda dengan membawa mobilnya. Sementara Daryan, kembali menggeledah sesuatu. Dia ingin mencari petunjuk lagi tentang impiannya. Sampai akhirnya, dia menemukan buku diary berwarna cokelat. Dia tak ingin baca dulu karena dia ingin mandi sebentar. Daryan segera mengambil handuk dan langsung mandi di kamar mandi. Setelah Daryan mandi, Daryan pun langsung pergi ke rumah sakit Siloam dan beruntung saja acaranya sudah dimulai. Langsung saja dia pergi mendaftarkan diri untuk donor darah. Sebelum dia didonor, dia harus menjalani tes tekanan darah, tes golongan darah, dan tes-tes yang lainnya. Dan beruntung, semua tes sudah dilaluinya dengan baik. Maka, dia langsung mendonorkan darahnya. "Saudara Daryan, apa Anda bersedia untuk mendonorkan darah Anda sebanyak 450cc?" tanya perawat pada Daryan. "Ah, iya. Saya bersedia." Dan dengan segera, perawat langsung menusukkan jarum ke lengan Daryan dan darah pun mengalir sebanyak 450cc ke wadah infus darah. Setelah darahnya diambil, Daryan pun disuruh ke kantin donor untuk memakan mie instan, kopi, susu, telur, dan beberapa vitamin untuk memperbanyak darahnya kembali. Rasanya sangat enak jika donor darah dan makan mie instan kembali untuk mengembalikan darah yang telah didonor. Kemudian setelah itu, Daryan pun pergi ke bagian admistrasi untuk mengambil kartu donor jika nanti dia akan donor lagi. Daryan tentu sangat senang karena mendapat kartu donor yang bertuliskan nama "Daryan Eka Haryanto". Karena tadi waktu pendaftaran, dia memakai identitas yang dipakai sekarang. Dia tak ingin bohong kalau masalah kegiatan seperti ini. Jadi dia memakai identitasnya yang asli. ------------------------- Dokter Daryan telah sampai di rumah sakit dan kembali masuk ke kamar Tulip dan melihat orang tuanya sudah dari tadi ada di sini dan pesanan Dokter Daryan juga sudah ada, Ayam Goreng dan Bir Kaleng. "Nak, apa itu tak bikin membuatmu mabuk?" tanya Ayahnya yang khawatir pada Dokter Daryan. "Gak sih, namanya juga pria, Ayah. Harus menikmati bir kaleng ketika kita mau. Tapi tak usah sering-sering juga." kata Dokter Daryan yang meyakinkan dirinya. "Oke, kalau begitu, kami pergi dulu. Karena besok kamu juga harus kerja, Ayah dan Ibu akan datang ke rumahmu untuk menjaga istrimu." "Hmm, oke. Datang saja, Ayah." "Baik, kami pamit dulu. Jaga baik-baik istrimu." "Iya, Ayah." Setelah orang tua Dokter Daryan pergi, Dokter Daryan pun langsung membuka kaleng bir dan menenggaknya setengah. Dokter Daryan duduk di kursi sofa kamar Tulip sambil menikmati bir kalengnya lagi.

Keesokan harinya, istri Dokter Daryan langsung dipulangkan oleh pihak rumah sakit jam 7 pagi. Setelah itu, Dokter Daryan langsung pulang ke rumah untuk mengambil jas dokternya. Setelah menurunkan istrinya dan anaknya ke rumah, maka Dokter Daryan pun pamit pada istri dan anaknya yang lucu untuk pergi ke rumah sakit. "Sayang, kamu baik-baik yah di rumah. Hanif, Ayah pergi kerja dulu yah. Hanif sama Ibu dulu, Ayah akan pulang nanti malam." Dokter Daryan mencium kening istrinya dan disusul mencium wajah anaknya, dan istrinya mencium tangan suaminya sebelum suaminya pergi kerja. Sementara Daryan sendiri, masih tidur terlelap di kamarnya. Dokter Daryan hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah lucu Daryan saat tidur. Dokter Daryan pun menuliskan sesuatu di kertas dan nantinya akan dilihat oleh Daryan. Dia menulis "Ingat, belajar seni rupa jam 11 pagi. Bangun cepat." Setelah menulis itu, Dokter Daryan pun berlalu pergi dari rumahnya dengan menggunakan mobilnya. --------------------- Dokter Daryan pun sampai di rumah sakit, dan kemudian disambut oleh teman-teman sesama dokternya yang rindu akan kedatangan Dokter Daryan. "Hei Bro! Darimana aja kamu selama 5 minggu ini tak masuk kerja? Banyak pasien menumpuk di rumah sakit ini." seru temannya yang melihat Dokter Daryan datang bekerja. "Maaf sekali, Bro. Istri harus aku jaga demi anakku." Dokter Daryan memeluk temannya itu layaknya bertemu dengan teman lama. "Ah, tak usah peluk-peluk. Kita langsung kerja saja." kata temannya sambil melepaskan pelukan Daryan. Tiba-tiba, ada seseorang memanggil Dokter Daryan. Dia adalah panitia donor darah kemarin. Ada apa gerangan memanggil Dokter Daryan? "Dokter, Dokter. Ada yang harus kuberitahukan pada Dokter." "Ada apa?" "Sepertinya saya bingung. Apa benar Anda donor darah kemarin? Saya rasa Anda cuti kemarin." "Kurasa tidak tuh. Kenapa?" "Ada pendonor bernama Daryan Eka Haryanto. Kurasa itu adalah nama Anda. Betul Anda donor darah kemarin?" "Hmm, saya rasa tidak tuh. Saya sejak kemarin selalu menjaga istri saya di rumah sakit. Saya tak pernah donor darah." "Oh ya, pendonor atas nama Daryan Eka Haryanto ini umurnya 17 tahun dan tanggal lahirnya juga sama dengan Anda. Silakan dilihat." Panitia Donor Darah memberikan dua dokumen berisi identitas diri seorang Daryan Eka Haryanto. Ya, wajah berbeda namun identitas lain sama. "Tak mungkin. Kok bisa sih? Jujur, saya tak donor kemarin. Siapa yang donor kemarin yang Anda sebut tadi?" "Itu tadi, Daryan Eka Haryanto. Cuman umurnya beda, katanya 17 tahun. Tapi kok semua identitas sama, ya? Apa Anda kenal sama pendonor ini?" Dokter Daryan semakin bingung karena ada pendonor dengan nama sama. Padahal Dokter Daryan sejak kemarin hanya menjaga istrinya di rumah sakit. Kenapa ada namanya di daftar pendonor? Apa yang terjadi sebenarnya? BERSAMBUNG

Episode Selanjutnya : The Best Father


Tidak ada komentar:

Posting Komentar