Selasa, 05 Juli 2016

[Cerbung] Remember Dad - Episode 14



BAGIAN EMPAT BELAS

* * *

-=2013=-

Kini, usia kehamilan Farah sudah sampai pada puncaknya. Yaitu sudah memasuki 9 bulan. Namun belum ada tanda-tanda air ketuban akan pecah. Meskipun begitu, Dian tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang prajurit. Terlebih lagi, dia akan naik pangkat menjadi Letkol (Letnan Kolonel).

Saat itu di malam hari, Farah sangat kesusahan berjalan karena perutnya yang semakin membesar. Dian masih sibuk berhadapan dengan cermin-nya, karena malam ini dia harus pergi ke markas untuk tugas militer lagi. Dian hanya bisa melihat istrinya dengan senyuman. Sudah lengkap dengan baju dinas dan topi tentara, akhirnya Dian pun bersiap untuk pergi.

Beruntung saja ada Pak Hermawan dan Ibu Widya yang menjaga Farah selama kehamilannya. Jadi Dian bisa bernafas lega dan fokus untuk menjalankan tugas militer-nya. Hari ini, Dian tidak boleh diganggu. Karena tugas militer ini lebih penting bagi Dian.

Sebelum pergi, Dian memberikan intruksi pada Pak Hermawan, sekaligus meminta tolong untuk menjaga Farah.

“Ayah, minta tolong untuk kali ini saja. Jaga istriku. Karena dia sedang hamil sekarang, apalagi sudah 9 bulan. Tahu-tahu nanti tiba-tiba air ketubannya pecah, bawalah dia secepatnya ke rumah sakit. Dian bukannya menjadi suami yang tidak baik bagi Farah, tapi ini adalah tugas, Ayah. Dian tidak bisa meninggalkannya begitu saja.”

“Iya, Ayah paham, kok. Ayah akan selalu menjaga istrimu kapanpun. Mungkin besok air ketubannya akan pecah, karena perutnya sudah membengkak.”

“Iya, Dian juga paham. Kalau begitu, Dian pergi dulu. Orang-orang di markas sudah menungguku.” Dian pun mencium tangan Ayahnya dan langsung pergi dengan membawa mobilnya.

Sebenarnya Dian tidak rela meninggalkan Farah dalam keadaan hamil, apalagi sudah 9 bulan dan sudah saatnya suami siaga bekerja. Namun Dian tidak bisa meninggalkan tugasnya begitu saja, dia harus pergi ke markas demi mengabdi Negara. Dian menghela nafas lalu menancap gas mobilnya untuk pergi menuju markas.

------------------

Keesokan harinya, di markas kamp, Dian bersiap-siap akan naik pangkat. Dari Mayor ke Letnan Kolonel. Sebanyak 75 prajurit pangkat Mayor akan naik pangkat dan membacakan janji mereka jika mereka sudah naik pangkat. Di sebuah aula gedung besar, akan dilaksanakan upacara kenaikan pangkat. Semua pangkat baik tamtama, bintara, maupun pangkat-pangkat yang lain, akan dinaikkan. Acara akan dilaksanakan selama 3 jam, karena begitu banyaknya tentara yang harus dinaikkan pangkatnya. Dian tentu sangat senang bisa menjadi Letkol.

Namun kesenangan Dian di markas, di rumah justru kepanikan yang ada. Dini hari tadi, Farah harus dibawa ke rumah sakit bersalin karena Farah mengeluh kesakitan di bagian perutnya. Dan memang, air ketubannya juga sudah pecah. Farah dibawa oleh para perawat dan langsung menuju UGD. Pak Hermawan dan Ibu Widya menunggu di depan UGD, sekaligus khawatir apakah Dian akan datang?

--------------------

Di dalam gedung, sedang diadakan acara kenaikan pangkat. Dimulai dari bagian tamtama. Dian sangat gugup dan memikirkan, bagaimana keadaan rumah? Apakah Farah sekarang sudah berada di rumah sakit? Dian terus memikirkan itu selama acara berlangsung.

--------------------

Di rumah sakit, dokter laki-laki pun keluar dari ruang UGD dan memberitahu sesuatu pada Pak Hermawan dan Ibu Widya.

“Pak, sepertinya menantu Bapak akan segera melahirkan. Bapak harus menandatangani persetujuan dari wali. Suratnya berada di ruang administrasi. Bapak sebagai walinya harus menandatangani surat itu.”

“Oh, baiklah, Dok.”

“Cepat, siapkan ruang operasi. Kita akan membawa pasien ini ke ruang operasi.” Dokter menyuruh perawat untuk membawa Farah ke ruang bersalin.

“Baik, Dok.”

Farah yang masih kesakitan dibopong oleh para perawat untuk pergi ke ruang bersalin untuk menjalani operasi persalinan.

--------------------

Di gedung, giliran pangkat Sersan yang naik pangkat menjadi Letnan. Dian masih saja diliputi rasa gugup karena masih memikirkan istrinya yang sedang hamil di rumah. Dian tidak tahu jika Farah sekarang sudah di rumah sakit bersalin, untuk menjalani operasi bersalin.

--------------------

Di rumah sakit, Pak Hermawan sedang menandatangani beberapa dokumen yang disiapkan di bagian administrasi.

“Memang Bapak kesini hanya sama istri Bapak? Suami ibu hamil itu di mana? Apa dia tidak datang?” tanya perawat yang bingung karena Dian tidak ada di rumah sakit.

“Oh, anak saya sedang sibuk. Nanti saya telepon dia, karena dia juga tahu kalau istrinya sedang melahirkan,” jawab Pak Hermawan sedikit menghela nafas.

“Oh, begitu ya Pak? Nanti pembayaran jika sudah selesai operasi ya, Pak.”

“Baik. Permisi dulu.”

Pak Hermawan pun pergi dari bagian administrasi dan segera menghampiri Ibu Widya yang sedang duduk di ruang tunggu.

“Bagaimana ini, Pak? Apa nanti Dian benar-benar tidak datang?” Ibu Widya khawatir Dian nanti  tidak akan datang.

“Tenang saja, Bu. Dian akan datang. Bapak juga berusaha untuk meneleponnya. Apa yang sedang dia lakukan? Dian juga tidak memberi kabar pada kami. Tunggu sebentar.” Pak Hermawan berusaha untuk menelepon Dian, tentang apa yang dia lakukan sekarang.

Dian yang sedang berada di dalam gedung, dikejutkan dengan getaran ponsel yang ada di kantong baju. Ternyata itu dari Pak Hermawan. Dian pun langsung mengangkat teleponnya.

“Halo, Nak Dian? Sedang apa di markas? Kenapa tidak pulang?” Pak Hermawan bertanya dengan penuh buru-buru.

“Dian lagi di dalam gedung aula. Dian akan naik pangkat. Kayaknya masih lama giliran Dian.”

“Naik pangkat?” Pak Hermawan berseru kaget ketika mendengar Dian akan naik pangkat.

“Pangkat apa, Nak? Kenapa Dian tidak kasih tahu Ayah?” lanjut Pak Hermawan kembali.

“Dari Mayor ke Letnan Kolonel. Jika Dian benar-benar tidak bisa datang, tolong Ayah, Ayah adzan-kan bayiku ketika lahir. Tapi Dian tetap berusaha untuk datang. Ayah jangan khawatir.”

“Ohh, begitu?” ucapnya pelan.

“Oh! Sekarang giliran Dian. Dian tutup yah.”

“Oh, tapi...” Pak Hermawan tidak menyelesaikan bicaranya karena Dian sudah duluan menutup teleponnya.

Pak Hermawan hanya bisa menghela nafas.

“Bu, berapa lama operasi persalinannya akan berjalan?” tanya Pak Hermawan bingung.

“Ehh, kira-kira beberapa jam lagi. Lebih baik kita tunggu saja sampai terdengar suara bayi di dalam.”

Pak Hermawan dan Ibu Widya pun menunggu di depan ruang bersalin. Menunggu sampai bayi-nya Dian lahir.

--------------------

Sementara itu, Dian sudah capek menunggu para prajurit-prajurit ini naik pangkat. Kira-kira masih lama. Masih berada pada giliran pangkat Kapten menjadi Mayor. Bahkan baju dinas yang dipakai Dian, sudah basah oleh keringatnya. Dian menundukkan kepalanya sejenak, sambil menunggu giliran. Kerah leher baju-nya sudah sudah basah oleh keringat. Dian bisa saja berkeringat karena menunggu.

Setelah 1 jam pangkat Kapten diladeni, akhirnya pangkat Mayor pun diladeni. Semua prajurit yang berpangkat Mayor, disuruh untuk berbaris. Tujuannya untuk memasang pangkat 2 melati di bahu dan membacakan janji mereka ketika naik pangkat. Semua prajurit mendapat nomor urut. Dian mendapatkan nomor urut 175. Dian harus mengantri untuk acara naik pangkat kali ini.

--------------------

Di rumah sakit, Farah berjuang hidup mati untuk melahirkan. Para dokter dan perawat sedang berusaha untuk operasi kali ini.

Pak Hermawan dan Ibu Widya hanya bisa berdoa demi keselamatan Farah di saat melahirkan seperti ini.

--------------------

Dian masih mengantri untuk mendapatkan giliran. Di saat semua sudah dipasangkan tanda pangkat di bahu, Dian masih menunggu untuk mendapatkan giliran. Terlebih lagi, Dian juga harus buru-buru pergi ke rumah sakit untuk melihat anak pertamanya yang sudah lahir.

--------------------

Pak Hermawan dan Ibu Widya masih menunggu di depan ruang bersalin. Pak Hermawan tidak hanya berdoa, tapi Pak Hermawan menenangkan dirinya sambil meminum kopi. Pak Hermawan juga mengingatkan Dian untuk pergi ke rumah sakit secepatnya, dia pun mengirim pesan LINE pada Dian.

Nak, cepatlah kemari. Istrimu sedang melahirkan di ruang bersalin.

--------------------

Akhirnya, Dian dipanggil untuk menghadap pada Komandan. Pangkat 2 melati juga sudah disiapkan oleh para ajudan. Dian pun bangkit dan berjalan menuju hadapan Pak Komandan. Kini, Dian pun berdiri di hadapan Pak Komandan. Dian begitu berwibawa saat memakai seragam tentara dan topi tentara, menghadap pada Pak Komandan.

Pak Komandan pun langsung membacakan laporannya dengan sangat tegas.

“Selama 15 tahun, Mayor Dian Hermawan sudah melakukan tugas Negara dan melayani Negara dengan baik. Kini, karena kerja keras sang Mayor, membuat pada hari ini, sang Mayor akan naik pangkat menjadi Letnan Kolonel. Mayor Dian, siapkah Anda untuk naik pangkat hari ini?”

“Siap, siap, dan siap, Pak Komandan! Saya, Mayor Dian Hermawan berjanji akan menjaga pangkat Letkol saya untuk mengabdi Negara! Saya, Mayor Dian Hermawan berjanji jika pangkat saya dinaikkan, maka saya tidak akan menyalahgunakan janji saya untuk mengabdi Negara! Saya, Mayor Dian Hermawan berjanji jika saya diberi tugas, maka saya akan tepati tugas Negara itu, karena saya adalah seorang prajurit yang sangat kuat!”

“Baiklah! Akan saya ambil janji-nya! Jika Anda tidak menetapi janji tersebut, maka Anda akan diberikan sanksi yang berlaku! Baik! Pangkat Mayor yang sekarang Anda semat, sudah saya naikkan menjadi Letnan Kolonel! Hormat!”

--------------------

Tepat setelah pangkat Dian Hermawan dinaikkan, di ruang bersalin, akhirnya anak pertama Dian sudah lahir. Di dalam ruang bersalin, terdengarlah suara bayi di dalam. Pak Hermawan dan Ibu Widya juga mendengar suara itu, sekaligus bersyukur operasi berjalan dengan lancar.

“Alhamdulillah, akhirnya operasi berjalan dengan lancar. Dian akhirnya menjadi Ayah. Bangga ya, Bu?”

“Iya, alhamdulillah.”

--------------------

“Hormat! Saya siap dihukum ataupun dicabut pangkat saya jika saya melanggar aturan militer! Maka mulai hari ini, saya, Mayor Dian Hermawan berganti pangkat menjadi Letnan Kolonel Dian Hermawan! Laporan selesai! Hormat, Pak Komandan!”

“Hormat!”

Setelah membacakan laporan dan janji, akhirnya baju dinas Dian dipasangkan pangkat bertanda 2 melati emas dan juga topi tentara Dian juga dipasangkan pangkat bertanda 2 melati emas. Dian Hermawan pun kini menjadi tentara Letnan Kolonel. Karena pangkatnya ini, Dian diberikan bunga sebagai ucapan selamat dari Pak Komandan.

Dian tidak bisa lama-lama di gedung, karena dia ingin cepat-cepat ke rumah sakit untuk menemani istrinya yang sedang melahirkan. Dengan memakai baju dinas tentaranya, Dian keluar dari gedung dan saat mengambil ponsel di kantong baju-nya, Dian mendapat pesan LINE dari Pak Hermawan. Dan ternyata Dian sudah mengetahuinya bahwa anaknya sudah lahir di rumah sakit sedari tadi. Bahkan Pak Hermawan mem-foto anak Dian yang baru lahir tersebut. Kemudian disusul pesan LINE di bawah-nya.

Nak, ayo sini. Anakmu sudah lahir ini. Lucu sekali bayimu, Dian. Apa acaramu sudah selesai?

Dian pun membalas pesan LINE ayah-nya.

Iya, Yah. Tunggu sebentar lagi. Dian akan segera kesana. Jarak dari markas ke rumah sakit membutuhkan waktu 1 jam, jadi jika aku tidak sampai, Ayah tolong adzan-kan bayi-ku. Ya?

Tak lama, Pak Hermawan pun membalas-nya.

Iya, Nak. Ayah siap kalau itu.

Setelah melihat pesan dari Ayah-nya, Dian pun langsung berlari menuju jalan dan mencari taksi. Dian pun mendapatkan taksi dan bersiap menuju rumah sakit untuk menjenguk istrinya.

--------------------

Di rumah sakit, Farah dibawa ke kamar VIP. Setelah melahirkan, Farah disuruh Dokter untuk beristirahat. Pak Hermawan sedang menunggu bayi Dian dibawa oleh perawat menuju kamar VIP. Dan akhirnya, perawat pun masuk di kamar VIP sambil membawa anak pertama Dian yang baru lahir itu. Anak pertama Dian rupanya sangat segar wajahnya dan juga wajahnya mirip dengan Ayahnya.

“Ohh, subhanallah. Wajahnya, Pak. Wajahnya sangat segar sekali, dan mirip dengan Ayahnya,” gumam Ibu Widya yang memuji wajah anak Dian.

“Iya, Bu. Serasa kita punya anak lagi. Tapi bukan anak, melainkan cucu.”

“Oh ya, Pak. Haruskah kita kasih nama untuk anak ini?”

“Aduh, jangan, Bu. Masa kita harus kasih nama anaknya Dian? Yang menentukan namanya itu adalah dari Ayah-nya sendiri, Bu. Dian-lah yang harus menentukan namanya,” kata Pak Hermawan menegaskan.

“Ahh, baiklah, Pak.”

“Apa ada Ayah-nya ini, Pak?” Perawat itu bertanya pada Pak Hermawan.

“Ya? Kenapa, suster?”

“Ayah-nya mana, Pak? Apa Anda Ayahnya?”

“Bukan, suster. Saya kakek-nya. Ayahnya sementara ini berada dalam perjalanan.”

“Pak, bukankah Bapak harus meng-adzankan bayi-nya Dian? Mungkin Dian tidak akan muncul,” Ibu Widya  mengingatkan Pak Hermawan untuk meng-adzankan bayi Dian karena prediksi Ibu Widya, Dian tak akan datang di rumah sakit ini.

“Oh, bolehkah? Baik, saya adzan kalau begitu.”

Pak Hermawan pun menggantikan tugas Dian, untuk meng-adzankan bayinya.

Lalu secara tiba-tiba, seorang pria yang memakai baju dinas tentara, berlari menuju kamar VIP. Tak salah lagi, itu adalah Dian Hermawan yang baru-baru ini dia sudah naik pangkat. Dia berlari tergopoh-gopoh menuju kamar VIP.

Baru saja Pak Hermawan bersiap untuk adzan,. Tiba-tiba, Pak Hermawan dikejutkan dengan suara laki-laki yang lantang.

“Tunggu sebentar!!” seru Dian saat berlari dengan nafas yang ngos-ngosan.

“Oh, Anda siapa?” Perawat itu terkejut melihat kedatangan pria berseragam tentara tersebut.

“Saya--- saya adalah Ayah dari anak ini. Saya Ayah-nya.”

“Oh, Anda Ayah-nya? Berarti Anda sudah melewatkan momen-momen terindah tadi. Istri Anda sudah melahirkan dengan sehat. Anda harusnya bersyukur melihat momen indah ini. Baiklah, kalau begitu, saya permisi.” Perawat itu menasehati Dian lalu kemudian pergi meninggalkan kamar VIP.

Pak Hermawan tentu sangat senang, karena anaknya akhirnya bisa datang melihat cucunya.

“Ini--- ini anak saya ya, Ayah?” tanya Dian yang tidak percaya melihat bayi yang digendong Pak Hermawan.

“Iya, ini anaknya Dian. Oh, pangkatmu sudah berubah rupanya.”

“Iya, Dian sudah menjadi Letkol, Yah. Apa Ayah bangga?”

“Iya, tentu Ayah bangga mendengarnya.”

Setelah datang, akhirnya Dian pun meng-adzankan bayi-nya dengan sepenuh hati. Walaupun memakai baju dinas, Dian tetap adzan di telinga bayi-nya. Sungguh merdu suara Dian ketika adzan.

Suasana kini berubah menjadi kesenangan. Dian senang karena menjadi Ayah, dan Pak Hermawan senang bisa melihat Dian berada di sisi-nya, meskipun Dian sangat sibuk dengan tugas militernya.

BERSAMBUNG












Tidak ada komentar:

Posting Komentar