BAGIAN EMPAT BELAS
*
* *
-=2013=-
Kini, usia kehamilan Farah sudah sampai
pada puncaknya. Yaitu sudah memasuki 9 bulan. Namun belum ada tanda-tanda air
ketuban akan pecah. Meskipun begitu, Dian tetap menjalankan tugasnya sebagai
seorang prajurit. Terlebih lagi, dia akan naik pangkat menjadi Letkol (Letnan
Kolonel).
Saat itu di malam hari, Farah sangat
kesusahan berjalan karena perutnya yang semakin membesar. Dian masih sibuk
berhadapan dengan cermin-nya, karena malam ini dia harus pergi ke markas untuk
tugas militer lagi. Dian hanya bisa melihat istrinya dengan senyuman. Sudah
lengkap dengan baju dinas dan topi tentara, akhirnya Dian pun bersiap untuk
pergi.
Beruntung saja ada Pak Hermawan dan Ibu
Widya yang menjaga Farah selama kehamilannya. Jadi Dian bisa bernafas lega dan
fokus untuk menjalankan tugas militer-nya. Hari ini, Dian tidak boleh diganggu.
Karena tugas militer ini lebih penting bagi Dian.
Sebelum pergi, Dian memberikan intruksi
pada Pak Hermawan, sekaligus meminta tolong untuk menjaga Farah.
“Ayah, minta tolong untuk kali ini saja.
Jaga istriku. Karena dia sedang hamil sekarang, apalagi sudah 9 bulan.
Tahu-tahu nanti tiba-tiba air ketubannya pecah, bawalah dia secepatnya ke rumah
sakit. Dian bukannya menjadi suami yang tidak baik bagi Farah, tapi ini adalah
tugas, Ayah. Dian tidak bisa meninggalkannya begitu saja.”
“Iya, Ayah paham, kok. Ayah akan selalu
menjaga istrimu kapanpun. Mungkin besok air ketubannya akan pecah, karena
perutnya sudah membengkak.”
“Iya, Dian juga paham. Kalau begitu,
Dian pergi dulu. Orang-orang di markas sudah menungguku.” Dian pun mencium
tangan Ayahnya dan langsung pergi dengan membawa mobilnya.
Sebenarnya Dian tidak rela meninggalkan
Farah dalam keadaan hamil, apalagi sudah 9 bulan dan sudah saatnya suami siaga
bekerja. Namun Dian tidak bisa meninggalkan tugasnya begitu saja, dia harus
pergi ke markas demi mengabdi Negara. Dian menghela nafas lalu menancap gas
mobilnya untuk pergi menuju markas.
------------------
Keesokan harinya, di markas kamp, Dian
bersiap-siap akan naik pangkat. Dari Mayor ke Letnan Kolonel. Sebanyak 75
prajurit pangkat Mayor akan naik pangkat dan membacakan janji mereka jika
mereka sudah naik pangkat. Di sebuah aula gedung besar, akan dilaksanakan
upacara kenaikan pangkat. Semua pangkat baik tamtama, bintara, maupun
pangkat-pangkat yang lain, akan dinaikkan. Acara akan dilaksanakan selama 3
jam, karena begitu banyaknya tentara yang harus dinaikkan pangkatnya. Dian
tentu sangat senang bisa menjadi Letkol.
Namun kesenangan Dian di markas, di
rumah justru kepanikan yang ada. Dini hari tadi, Farah harus dibawa ke rumah
sakit bersalin karena Farah mengeluh kesakitan di bagian perutnya. Dan memang,
air ketubannya juga sudah pecah. Farah dibawa oleh para perawat dan langsung menuju
UGD. Pak Hermawan dan Ibu Widya menunggu di depan UGD, sekaligus khawatir
apakah Dian akan datang?
--------------------
Di dalam gedung, sedang diadakan acara
kenaikan pangkat. Dimulai dari bagian tamtama. Dian sangat gugup dan
memikirkan, bagaimana keadaan rumah? Apakah Farah sekarang sudah berada di
rumah sakit? Dian terus memikirkan itu selama acara berlangsung.
--------------------
Di rumah sakit, dokter laki-laki pun
keluar dari ruang UGD dan memberitahu sesuatu pada Pak Hermawan dan Ibu Widya.
“Pak, sepertinya menantu Bapak akan
segera melahirkan. Bapak harus menandatangani persetujuan dari wali. Suratnya
berada di ruang administrasi. Bapak sebagai walinya harus menandatangani surat
itu.”
“Oh, baiklah, Dok.”
“Cepat, siapkan ruang operasi. Kita akan
membawa pasien ini ke ruang operasi.” Dokter menyuruh perawat untuk membawa
Farah ke ruang bersalin.
“Baik, Dok.”
Farah yang masih kesakitan dibopong oleh
para perawat untuk pergi ke ruang bersalin untuk menjalani operasi persalinan.
--------------------
Di gedung, giliran pangkat Sersan yang
naik pangkat menjadi Letnan. Dian masih saja diliputi rasa gugup karena masih
memikirkan istrinya yang sedang hamil di rumah. Dian tidak tahu jika Farah
sekarang sudah di rumah sakit bersalin, untuk menjalani operasi bersalin.
--------------------
Di rumah sakit, Pak Hermawan sedang
menandatangani beberapa dokumen yang disiapkan di bagian administrasi.
“Memang Bapak kesini hanya sama istri
Bapak? Suami ibu hamil itu di mana? Apa dia tidak datang?” tanya perawat yang
bingung karena Dian tidak ada di rumah sakit.
“Oh, anak saya sedang sibuk. Nanti saya
telepon dia, karena dia juga tahu kalau istrinya sedang melahirkan,” jawab Pak
Hermawan sedikit menghela nafas.
“Oh, begitu ya Pak? Nanti pembayaran jika
sudah selesai operasi ya, Pak.”
“Baik. Permisi dulu.”
Pak Hermawan pun pergi dari bagian
administrasi dan segera menghampiri Ibu Widya yang sedang duduk di ruang
tunggu.
“Bagaimana ini, Pak? Apa nanti Dian
benar-benar tidak datang?” Ibu Widya khawatir Dian nanti tidak akan datang.
“Tenang saja, Bu. Dian akan datang.
Bapak juga berusaha untuk meneleponnya. Apa yang sedang dia lakukan? Dian juga
tidak memberi kabar pada kami. Tunggu sebentar.” Pak Hermawan berusaha untuk
menelepon Dian, tentang apa yang dia lakukan sekarang.
Dian yang sedang berada di dalam gedung,
dikejutkan dengan getaran ponsel yang ada di kantong baju. Ternyata itu dari
Pak Hermawan. Dian pun langsung mengangkat teleponnya.
“Halo, Nak Dian? Sedang apa di markas?
Kenapa tidak pulang?” Pak Hermawan bertanya dengan penuh buru-buru.
“Dian lagi di dalam gedung aula. Dian
akan naik pangkat. Kayaknya masih lama giliran Dian.”
“Naik pangkat?” Pak Hermawan berseru
kaget ketika mendengar Dian akan naik pangkat.
“Pangkat apa, Nak? Kenapa Dian tidak
kasih tahu Ayah?” lanjut Pak Hermawan kembali.
“Dari Mayor ke Letnan Kolonel. Jika Dian
benar-benar tidak bisa datang, tolong Ayah, Ayah adzan-kan bayiku ketika lahir.
Tapi Dian tetap berusaha untuk datang. Ayah jangan khawatir.”
“Ohh, begitu?” ucapnya pelan.
“Oh! Sekarang giliran Dian. Dian tutup
yah.”
“Oh, tapi...” Pak Hermawan tidak
menyelesaikan bicaranya karena Dian sudah duluan menutup teleponnya.
Pak Hermawan hanya bisa menghela nafas.
“Bu, berapa lama operasi persalinannya
akan berjalan?” tanya Pak Hermawan bingung.
“Ehh, kira-kira beberapa jam lagi. Lebih
baik kita tunggu saja sampai terdengar suara bayi di dalam.”
Pak Hermawan dan Ibu Widya pun menunggu
di depan ruang bersalin. Menunggu sampai bayi-nya Dian lahir.
--------------------
Sementara itu, Dian sudah capek menunggu
para prajurit-prajurit ini naik pangkat. Kira-kira masih lama. Masih berada
pada giliran pangkat Kapten menjadi Mayor. Bahkan baju dinas yang dipakai Dian,
sudah basah oleh keringatnya. Dian menundukkan kepalanya sejenak, sambil
menunggu giliran. Kerah leher baju-nya sudah sudah basah oleh keringat. Dian
bisa saja berkeringat karena menunggu.
Setelah 1 jam pangkat Kapten diladeni,
akhirnya pangkat Mayor pun diladeni. Semua prajurit yang berpangkat Mayor,
disuruh untuk berbaris. Tujuannya untuk memasang pangkat 2 melati di bahu dan
membacakan janji mereka ketika naik pangkat. Semua prajurit mendapat nomor
urut. Dian mendapatkan nomor urut 175. Dian harus mengantri untuk acara naik
pangkat kali ini.
--------------------
Di rumah sakit, Farah berjuang hidup
mati untuk melahirkan. Para dokter dan perawat sedang berusaha untuk operasi
kali ini.
Pak Hermawan dan Ibu Widya hanya bisa
berdoa demi keselamatan Farah di saat melahirkan seperti ini.
--------------------
Dian masih mengantri untuk mendapatkan
giliran. Di saat semua sudah dipasangkan tanda pangkat di bahu, Dian masih
menunggu untuk mendapatkan giliran. Terlebih lagi, Dian juga harus buru-buru
pergi ke rumah sakit untuk melihat anak pertamanya yang sudah lahir.
--------------------
Pak Hermawan dan Ibu Widya masih menunggu
di depan ruang bersalin. Pak Hermawan tidak hanya berdoa, tapi Pak Hermawan
menenangkan dirinya sambil meminum kopi. Pak Hermawan juga mengingatkan Dian
untuk pergi ke rumah sakit secepatnya, dia pun mengirim pesan LINE pada Dian.
“Nak,
cepatlah kemari. Istrimu sedang melahirkan di ruang bersalin.”
--------------------
Akhirnya, Dian dipanggil untuk menghadap
pada Komandan. Pangkat 2 melati juga sudah disiapkan oleh para ajudan. Dian pun
bangkit dan berjalan menuju hadapan Pak Komandan. Kini, Dian pun berdiri di
hadapan Pak Komandan. Dian begitu berwibawa saat memakai seragam tentara dan
topi tentara, menghadap pada Pak Komandan.
Pak Komandan pun langsung membacakan
laporannya dengan sangat tegas.
“Selama 15 tahun, Mayor Dian Hermawan
sudah melakukan tugas Negara dan melayani Negara dengan baik. Kini, karena
kerja keras sang Mayor, membuat pada hari ini, sang Mayor akan naik pangkat menjadi
Letnan Kolonel. Mayor Dian, siapkah Anda untuk naik pangkat hari ini?”
“Siap, siap, dan siap, Pak Komandan!
Saya, Mayor Dian Hermawan berjanji akan menjaga pangkat Letkol saya untuk
mengabdi Negara! Saya, Mayor Dian Hermawan berjanji jika pangkat saya
dinaikkan, maka saya tidak akan menyalahgunakan janji saya untuk mengabdi
Negara! Saya, Mayor Dian Hermawan berjanji jika saya diberi tugas, maka saya
akan tepati tugas Negara itu, karena saya adalah seorang prajurit yang sangat
kuat!”
“Baiklah! Akan saya ambil janji-nya!
Jika Anda tidak menetapi janji tersebut, maka Anda akan diberikan sanksi yang
berlaku! Baik! Pangkat Mayor yang sekarang Anda semat, sudah saya naikkan
menjadi Letnan Kolonel! Hormat!”
--------------------
Tepat setelah pangkat Dian Hermawan
dinaikkan, di ruang bersalin, akhirnya anak pertama Dian sudah lahir. Di dalam
ruang bersalin, terdengarlah suara bayi di dalam. Pak Hermawan dan Ibu Widya
juga mendengar suara itu, sekaligus bersyukur operasi berjalan dengan lancar.
“Alhamdulillah, akhirnya operasi
berjalan dengan lancar. Dian akhirnya menjadi Ayah. Bangga ya, Bu?”
“Iya, alhamdulillah.”
--------------------
“Hormat! Saya siap dihukum ataupun
dicabut pangkat saya jika saya melanggar aturan militer! Maka mulai hari ini,
saya, Mayor Dian Hermawan berganti pangkat menjadi Letnan Kolonel Dian
Hermawan! Laporan selesai! Hormat, Pak Komandan!”
“Hormat!”
Setelah membacakan laporan dan janji,
akhirnya baju dinas Dian dipasangkan pangkat bertanda 2 melati emas dan juga
topi tentara Dian juga dipasangkan pangkat bertanda 2 melati emas. Dian
Hermawan pun kini menjadi tentara Letnan Kolonel. Karena pangkatnya ini, Dian
diberikan bunga sebagai ucapan selamat dari Pak Komandan.
Dian tidak bisa lama-lama di gedung,
karena dia ingin cepat-cepat ke rumah sakit untuk menemani istrinya yang sedang
melahirkan. Dengan memakai baju dinas tentaranya, Dian keluar dari gedung dan
saat mengambil ponsel di kantong baju-nya, Dian mendapat pesan LINE dari Pak
Hermawan. Dan ternyata Dian sudah mengetahuinya bahwa anaknya sudah lahir di
rumah sakit sedari tadi. Bahkan Pak Hermawan mem-foto anak Dian yang baru lahir
tersebut. Kemudian disusul pesan LINE di bawah-nya.
“Nak,
ayo sini. Anakmu sudah lahir ini. Lucu sekali bayimu, Dian. Apa acaramu sudah
selesai?”
Dian pun membalas pesan LINE ayah-nya.
“Iya,
Yah. Tunggu sebentar lagi. Dian akan segera kesana. Jarak dari markas ke rumah
sakit membutuhkan waktu 1 jam, jadi jika aku tidak sampai, Ayah tolong
adzan-kan bayi-ku. Ya?”
Tak lama, Pak Hermawan pun membalas-nya.
“Iya,
Nak. Ayah siap kalau itu.”
Setelah melihat pesan dari Ayah-nya,
Dian pun langsung berlari menuju jalan dan mencari taksi. Dian pun mendapatkan
taksi dan bersiap menuju rumah sakit untuk menjenguk istrinya.
--------------------
Di rumah sakit, Farah dibawa ke kamar
VIP. Setelah melahirkan, Farah disuruh Dokter untuk beristirahat. Pak Hermawan
sedang menunggu bayi Dian dibawa oleh perawat menuju kamar VIP. Dan akhirnya, perawat
pun masuk di kamar VIP sambil membawa anak pertama Dian yang baru lahir itu.
Anak pertama Dian rupanya sangat segar wajahnya dan juga wajahnya mirip dengan
Ayahnya.
“Ohh, subhanallah. Wajahnya, Pak.
Wajahnya sangat segar sekali, dan mirip dengan Ayahnya,” gumam Ibu Widya yang
memuji wajah anak Dian.
“Iya, Bu. Serasa kita punya anak lagi.
Tapi bukan anak, melainkan cucu.”
“Oh ya, Pak. Haruskah kita kasih nama
untuk anak ini?”
“Aduh, jangan, Bu. Masa kita harus kasih
nama anaknya Dian? Yang menentukan namanya itu adalah dari Ayah-nya sendiri,
Bu. Dian-lah yang harus menentukan namanya,” kata Pak Hermawan menegaskan.
“Ahh, baiklah, Pak.”
“Apa ada Ayah-nya ini, Pak?” Perawat itu
bertanya pada Pak Hermawan.
“Ya? Kenapa, suster?”
“Ayah-nya mana, Pak? Apa Anda Ayahnya?”
“Bukan, suster. Saya kakek-nya. Ayahnya
sementara ini berada dalam perjalanan.”
“Pak, bukankah Bapak harus meng-adzankan
bayi-nya Dian? Mungkin Dian tidak akan muncul,” Ibu Widya mengingatkan Pak Hermawan untuk meng-adzankan
bayi Dian karena prediksi Ibu Widya, Dian tak akan datang di rumah sakit ini.
“Oh, bolehkah? Baik, saya adzan kalau
begitu.”
Pak Hermawan pun menggantikan tugas
Dian, untuk meng-adzankan bayinya.
Lalu secara tiba-tiba, seorang pria yang
memakai baju dinas tentara, berlari menuju kamar VIP. Tak salah lagi, itu
adalah Dian Hermawan yang baru-baru ini dia sudah naik pangkat. Dia berlari
tergopoh-gopoh menuju kamar VIP.
Baru saja Pak Hermawan bersiap untuk
adzan,. Tiba-tiba, Pak Hermawan dikejutkan dengan suara laki-laki yang lantang.
“Tunggu sebentar!!” seru Dian saat
berlari dengan nafas yang ngos-ngosan.
“Oh, Anda siapa?” Perawat itu terkejut
melihat kedatangan pria berseragam tentara tersebut.
“Saya--- saya adalah Ayah dari anak ini.
Saya Ayah-nya.”
“Oh, Anda Ayah-nya? Berarti Anda sudah
melewatkan momen-momen terindah tadi. Istri Anda sudah melahirkan dengan sehat.
Anda harusnya bersyukur melihat momen indah ini. Baiklah, kalau begitu, saya
permisi.” Perawat itu menasehati Dian lalu kemudian pergi meninggalkan kamar
VIP.
Pak Hermawan tentu sangat senang, karena
anaknya akhirnya bisa datang melihat cucunya.
“Ini--- ini anak saya ya, Ayah?” tanya
Dian yang tidak percaya melihat bayi yang digendong Pak Hermawan.
“Iya, ini anaknya Dian. Oh, pangkatmu
sudah berubah rupanya.”
“Iya, Dian sudah menjadi Letkol, Yah.
Apa Ayah bangga?”
“Iya, tentu Ayah bangga mendengarnya.”
Setelah datang, akhirnya Dian pun
meng-adzankan bayi-nya dengan sepenuh hati. Walaupun memakai baju dinas, Dian
tetap adzan di telinga bayi-nya. Sungguh merdu suara Dian ketika adzan.
Suasana kini berubah menjadi kesenangan.
Dian senang karena menjadi Ayah, dan Pak Hermawan senang bisa melihat Dian
berada di sisi-nya, meskipun Dian sangat sibuk dengan tugas militernya.
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar