BAGIAN
SEMBILAN BELAS
* * *
"Iya, aku sibuk karena sekolah terus. Lagian, aku ada ujian. Kenapa kau harus mengangguku terus, Andri?"
"Karena kau sudah membantuku. Jadi tolonglah, temani aku sampai aku bisa pulang."
"Sudahlah, jangan jadikan aku sebagai budakmu. Aku tidak suka, tau."
------------------------------------
Melisha
tidak tahu apa yang harus ia lakukan lagi. Melihat Andri terbaring
lemah di kasur rumah sakit saja sudah membuatnya sedih.
"Jadi, kau benar menulis surat ini?"
Melisha
kembali memikirkan tentang surat itu. Ia sudah mengetahui kalau
kekuatan Andri bertambah. Ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.
"Kuharap, kita bisa melewatinya hanya satu hari saja. Aku mohon."
Di
dalam kamar, Andri sedikit menggerakkan tangannya dan membuka matanya.
Ia melihat Melisha sedang duduk di sekitaran koridor dekat kamar VIP. Ia
menebak bahwa Melisha sangat sedih. Andri mencoba membuka suara
batinnya pada Melisha.
"Maafkan aku. Kau
pasti sudah baca surat itu. Maafkan aku, jika aku akan menghilang tanpa
pamit darimu. Setidaknya, sekarang, kita masih bisa bersama. Sebagai
teman."
Mereka membuka suara batin mereka
masing-masing. Andri memilih untuk terus bersama Melisha, namun Melisha
justru memikirkan yang sebaliknya. Ia tak ingin bertemu lagi dengan
Andri, setidaknya ia hanya melihat Andri sebagai anak kecil saja.
Aslinya Andri hanya seorang anak kecil yang tak tahu apa-apa.
Melihat Andri yang sudah sadar, Melisha langsung masuk dalam kamar, dan mengkonfirmasi keadaan Andri yang sekarang.
"Andri, kau tidak apa-apa, 'kan?"
"Aku, baik-baik saja selama kau ada di sini."
Wajah
Melisha menjadi muram karena gombalan Andri yang terbilang lebay.
"Jadi, kalau aku tidak ada, kau tidak akan baik-baik saja di sini?"
"Setidaknya, lebih suka jika kau ada di sini. Temani aku selama 2 minggu ini."
"Kau 'kan sudah tahu. Aku tidak bisa menemanimu selama 2 minggu, lagian aku ada kegiatan sekolah. Itu lebih penting bagiku."
"Setidaknya, satu hari saja. Tolonglah. Sudah lama aku tidak bertemu denganmu."
"Jadi, surat itu benar? Bahwa kau punya kekuatan baru?"
"Ooh,
kau sudah baca surat itu? Iya, benar. Aku sudah punya kekuatan baru.
Namun, aku tidak mau kalau kekuatanku tidak terkendali. Aku ingin waktu
benar-benar 2 minggu."
Namun, di dalam hati Melisha justru ingin Andri menghilang. "Semoga kekuatanmu tidak terkendalikan. Setidaknya, hanya satu hari saja aku menemanimu."
Andri
melanjutkan bicara, dan tidak melihat Melisha sedang melamun. "2 minggu
kemudian nanti akan kedatangan para komplotan sialan itu. Mereka tak
henti-hentinya menjemputku. Jadi, biarkan aku menikmati waktu ini
bersamamu."
"Kau tidak takut pada komplotan itu?"
"Tidak, aku bahkan masih ingin memukulnya."
"Jadi, keadaanmu baik-baik saja?"
"Yah, setelah 2 jam infus terisi di tubuhku, keadaanku sudah full baik-baik saja."
"Lalu, rencananya apa sekarang?"
"Kita... menghabiskan waktu bersama. Aku akan memajukan waktu ke hari Sabtu depan. Aku bisa kok."
"Dengan keadaan yang seperti ini?"
"Aku bisa. Bahkan aku bisa keluar dari rumah sakit ini."
"Katanya dalam waktu 2 jam, infus akan full terisi di tubuhmu. Jadi, kita tunggu saja 2 jam kemudian."
Tiba-tiba,
kamar VIP seketika bersinar. Melisha menutup matanya karena kamar VIP
itu sangat bersilau. Dan tiba-tiba, Andri sudah berkemas, memakai kemeja
biru yang melengkapi kegantengannya. Bahkan penampilan Andri berbeda
dari yang sebelumnya, kini ia semakin ganteng dengan kemeja birunya.
Melisha menjadi heran melihat suasana yang sudah semakin berbeda. "Andri? Bagaimana kau...?"
"Oh, Melisha? Kapan kau datang? Sudah dari tadi ya?"
"Andri, kau sudah berkemas?"
"Iya. Kau sudah pulang sekolah? Ya sudahlah, bekal juga sudah kusiapkan, jadi kita harus piknik hari ini."
Melisha langsung berpikir bahwa itu adalah keajaiban baginya. "Jadi,
waktu benar-benar berubah? Dan bagaimana dengan Om Heri? Aku bahkan
belum bicara banyak padanya. Ah, aku tak peduli. Yang penting waktu
sudah berubah."
"Tapi, Andri, hari ini hari apa, ya?"
"Kau
tidak ingat? Ini hari Sabtu. Dan tadi kau sudah janji kalau kita akan
piknik hari ini. Bekal juga sudah siap, semuanya sudah siap."
"Oh, oh, ya? Iya, iya. Hari ini kita berangkat. Aku sudah pulang sekolah sedari tadi. Ayo kita pergi."
Andri hanya tersenyum dan membawa bekal langsung di tangannya.
--------------------------------------
Andri
dan Melisha berpegangan tangan sembari melihat pemandangan dari pusat
kota. Mereka begitu senang melihat suasana yang sangat damai ini.
Andri merasa lengkap hari ini. Ia agak bingung di mana ia akan piknik nanti. "Hmm, sebaiknya kita piknik di mana ya?"
"Yah, terserahlah. Yang penting itu membuat kita nyaman."
"Oh? Gimana dengan yang di sana? Yang dekat taman bermain itu?"
Melisha tersenyum melihat tempat yang sangat indah itu. "Oke, kita kesana saja."
Dan tak lama, di dekat taman bermain, sudah dipersiapkan bekal makanan dan minuman susu bubble tea masing-masing 2 gelas. Mereka sangat menikmati piknik mereka, walaupun agak berat jika Andri menghilang secara tiba-tiba.
Aku cuma berharap kau segera menghilang dari hidupku. Perhatikan istrimu, dan juga anakmu.
Andri menikmati nasi gorengnya, sambil meminum minuman segarnya itu. Melisha cuma menyentuh-nyentuh makanan itu.
"Kau, tidak makan?"
"Hah? Sebentar lagi, kok. Ini mau makan. Dan kelihatannya, kau menikmati makananmu?"
"Tentu dong. Rasanya sangat enak."
"Oh iya, kau 'kan mau pulang ke masamu. Kapan kau akan pulang?"
"Yah,
jika urusan sudah selesai, maka aku akan segera pulang. Memangnya
kenapa? Apakah terjadi sesuatu nantinya jika aku tidak ada?"
"Tidak kok. Aku cuma kepikiran, kalau kau sebenarnya adalah anak kecil. Aku cuma ingin semuanya bisa membalikkan keadaan."
"Kenapa memangnya? Kau mau aku kembali menjadi anak kecil lagi?"
"Yah harusnya seperti itu. Kau cuma nyasar di sini."
"Hmm,
iya juga sih. Tapi..." Andri tiba-tiba memegang tangan Melisha dengan
lembut. "Setidaknya, buatlah waktu yang berharga untukku. Karena kau
selalu menolongku ketika aku susah. Walau aku menyerah untuk pulang,
tapi buatlah aku senang hari ini."
Melisha menatap tajam mata Andri yang terlihat tulus mengatakan itu. Dan ia pun membalas tanggapan Andri.
"Iya.
Setidaknya aku menemanimu sampai kau pulang kembali ke tahun 2042. Dan
juga, aku tak ingin kau terluka karena para komplotan itu. Kenapa juga
pamanmu kejam padamu?"
"Tak tahu, memang takdirnya kalau paman sudah kejam padaku."
Melisha tersenyum menatap Andri, begitu pula dengan Andri.
Mungkin,
ini menjadi perpisahan kita, Andri. Biarpun kau menghilang, tapi
setidaknya aku senang kalau semuanya bakalan kembali seperti semula.
Di
belakang mereka, terdapat pancaran sinar. Dan lagi-lagi, waktu telah
berubah. Waktu yang tersisa untuk Andri juga sudah habis. Setelah mereka
bertatap muka, tiba-tiba Andri melihat para pria berbaju hitam lengkap
dengan membawa alat pukul dan sajam (senjata tajam). Andri seketika
panik melihat mereka yang sedang mencari dirinya.
Melisha melihat wajah Andri terlihat panik. "Kau kenapa, Andri?"
"Ku--kurasa, waktu sudah habis."
"Apa maksudmu?"
"Lihatlah ke belakang."
Melisha menoleh dan mereka melihat para komplotan datang mencari Andri.
"Oh!!
Mereka sudah ada!! Bos, coba lihat mereka!" seru salah satu komplotan
ketika melihat Andri dan Melisha duduk di dekat taman bermain.
Bos langsung berbinar-binar melihat Andri dan Melisha. "Iya, kita tangkap Andri sekarang!! Ayo, semua!!"
Andri
pelan-pelan memundurkan langkahnya, dan mengajak Melisha beranjak dari
tempat itu. "Melisha, ayo kita lari! Mereka akan mencoba menangkapku."
"Tapi larinya kemana?"
"Ah, terserah sajalah, yang penting kita lari!"
Andri
dan Melisha beranjak dan langsung berlari sekencang-kencangnya.
Begitupun dengan para komplotan itu, berlari mengejar mereka.
Andri
sangat kesusahan berlari, namun ia mencoba untuk berlari semampunya.
Dan tak berapa lama, Andri dan Melisha mendapat tempat untuk
bersembunyi. Yakni gang yang agak gelap.
Setelah mereka masuk dalam gang itu, Andri mencoba menenangkan Melisha yang sedari tadi panik dan ketakutan.
"Melisha,
kau yang tenang. Aku, baik-baik saja. Meskipun aku ujung-ujungnya
ditemukan, aku bisa mengatasi mereka. Jadi jangan khawatir."
Namun harapan Andri untuk bisa tenang lebih lama kini sudah menghilang, para komplotan itu sudah menemukan gang itu.
"Woi, ternyata kau di sini. Sebaiknya menyerah saja sebelum kami pukul."
Melisha mencoba untuk menghalangi Andri. "Jangan sakiti Andri! Dia tidak bersalah."
"Hei, kau! Ngapain kau mencoba mengurusi urusan kami?"
"Pokoknya, jangan sakiti dia!"
Karena
Andri tidak ingin masalah bertambah lagi, Andri mencoba bicara dengan
Melisha. "Lebih baik, kau pergi. Tadi sudah kubilang, aku baik-baik
saja. Tenanglah di luar, anggap seolah tidak ada yang terjadi. Ya?"
Andri
mencoba menenangkan Melisha yang terus menerus panik. Namun ia pun
luluh dan mengikuti intruksi Andri. "I--iya, Andri. Aku akan keluar
kalau begitu."
Melisha pelan-pelan keluar dari
gang gelap itu, lalu setelah si perempuan itu keluar, para komplotan itu
langsung melayangkan pukulannya pada Andri, hingga mereka memukul Andri
secara berkali-kali. Andri mencoba melawan, namun tak berdaya karena
alat pemukul dan sajam sudah siap untuk digunakan.
Melisha
yang ada di luar, mendengar suara pukulan demi pukulan di dalam gang
itu. Melisha sangat ketakutan dan panik, bagaimana dengan keadaan Andri?
Meskipun aku sangat berharap dia segera pulang, tapi tolong jangan ada darah di tubuhnya.
Melisha
duduk ketakutan di luar tempat gang, dan tak berapa lama, para
komplotan keluar sambil tertawa puas karena misi sudah selesai.
"Ahh, rupanya menghabisi dia cukup 2 menit aja yah, Bos."
"Betul, sudah sekarat dia itu. Biarkan dia di situ."
Melisha
panik dan segera masuk dalam gang itu. Dan ternyata ia melihat Andri
jatuh terlentang sambil memegang badan bagian bawahnya. Melisha langsung
menghampiri Andri dan membalikkan badan Andri, dan ternyata di bagian
perutnya terluka terkena tikaman dari para komplotan. Andri sudah sangat
sekarat mendapatkan luka yang amat parah, dan Melisha sangat panik
melihat keadaan Andri.
“Andri, kau sungguh tak apa-apa, ‘kan? Kau terluka. Perutmu...”
Andri mencoba mengangkat kepalanya dan melihat bahwa perutnya sudah sangat berdarah. “Me--Melisha. Coba, cari bel biru itu.”
“Untuk apa?”
“Coba kau cari. Tahu-tahu nanti ada di situ.”
Kemeja
biru Andri sekarang penuh dengan bercak darah, dan Melisha sekarang ini
sibuk mencari bel biru itu. Melisha mencoba memegang di sela-sela
kantong celana jins Andri, dan ia pun menemukan bel biru itu. Di kantong
sebelah kanan.
Melisha pun menaruh bel biru itu di tangan Andri yang sudah berdarah-darah itu.
“Kau harus kuat yah, Andri. Aku akan memanggil ambulans untukmu.”
Melisha menelepon ambulans dan ia meminta segera ke gang untuk membawa Andri ke rumah sakit.
------------------------------------
Melisha
dengan perlahan masuk ke dalam kamar dan melihat Andri yang masih lemah
terbaring di rumah sakit. Melisha merasa bersalah dan menyesal jika
Andri berakhir menjadi seperti ini. Melisha pun duduk dan ingin bicara
jujur dengan Andri.
“Andri, jika kau segera pulang, maka tidak ada lagi bantuanmu padaku, ‘kan?”
“Iya. Bisa jadi. Dan kau akan tenang, karena aku dapat kembali menjadi anak kecil lagi.”
“Lalu, kapan kau akan sembuh kembali?”
“Yah, belum tahu juga sih. Paling akan sembuh 2 jam lagi.”
Melisha tiba-tiba berpikir.
Aku berharap jika kau menghilang secepatnya. Kumohon.
Di
depan Melisha, jarak yang agak jauh, terlihat pancaran sinar kembali.
Melisha berpikir kalau waktu telah berubah lagi. Dan benar, waktu
berubah lagi dan suasana juga berubah. Andri yang tadinya sehat-sehat,
langsung sekarat lagi dan perutnya berdarah lagi. Melisha tiba-tiba
terkejut melihat ini dan segera menahan perut Andri yang sudah semakin
berdarah.
“Andri, kau kenapa? Tolong, kau bertahanlah. Jangan sampai mati.”
Andri tidak menjawab, malahan merintih kesakitan karena dirinya yang sekarat.
Melisha
jadi teringat bel biru itu, dan segera ia pun mengambil bel biru yang
ada di atas meja samping kasur dan meletakkannya di tangan Andri.
Melisha mungkin berpikir bahwa sudah saatnya Andri untuk pulang kembali
ke masanya.
"Andri, tolong peganglah bel biru ini. Kuharap kau bisa segera pulang."Melisha dengan terisak-isak memohon pada Andri, di mana Andri sudah dalam keadaan lemah berdarah-darah.
"Aku--a..ku, bisa memegangnya. Dan tolong, apar..temen yang kausewa untukku, ja..jagalah," ucap Andri sambil kembali memegang perutnya yang berdarah.
"Kau akan baik-baik saja di sana. Aku jamin. Kau baik-baik saja."
Melisha kembali terisak-isak, sementara Andri sudah tidak dapat mengontrol tubuhnya.
"Kau--keluarlah. Biarkan aku sendiri."
"Tapi, Andri?"
"Tak...apa-apa kok."
Berat rasanya pergi meninggalkan Andri yang terbaring lemah di kasur rumah sakit. Melisha sudah keluar dari kamar Andri, sementara Andri sudah menggenggam bel biru miliknya dan muncul sinar di balik genggaman tangan Andri. Lalu kemudian Andri pun memejamkan matanya dan sinar di genggaman tangan Andri masih terpancar.
Melisha keluar dan melangkah menuju lift. Di samping Melisha, sudah berjalan kakek-nenek tua yang renta. Mungkin mereka adalah orang tua Andri. Namun secara tiba-tiba, kakek-nenek itu berubah menjadi sesosok suami istri yang masih muda dan segar, setelah berjalan melewati Melisha. Melisha yang melihat itu terkejut dan memalingkan mukanya.
BERSAMBUNG
Episode Selanjutnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar