BAGIAN DUA PULUH
*
* *
Melisha yang melihat kejadian aneh itu
langsung masuk kembali ke kamar tempat Andri dirawat, dan ia juga terkejut
kalau Andri ternyata sudah menjadi seorang anak kecil lagi. Seorang anak kecil
yang pernah ia ajak makan es krim, lalu kemudian terlibat kecelakaan dan berubah
menjadi pria yang ganteng. Dan hingga akhirnya kembali lagi menjadi seorang
anak kecil yang lucu dan imut. Ia bertanya-tanya di manakah sekarang Andri yang
dari tahun 2042?
Melisha mencoba untuk masuk ke dalam
kamar itu dan menyapa orang tua Andri yang wajahnya masih muda dan segar.
“Halo, Pak, Bu.”
Kemudian Ayah Andri menyapa Melisha
balik. “Halo, Nak. Apakah kau yang menyelamatkan anakku, Andri?”
“Ya? Ahh, iya. Saya menyelamatkan anak Bapak. Dan saya cuma mau melihat kondisi Andri, apakah ia baik-baik saja?”
“Iya, kondisinya sekarang baik-baik
saja. Jangan khawatir.”
“Ah, syukurlah.”
Melisha kembali melihat Andri yang kini
berubah menjadi sosok anak kecil yang pernah ia temui.
Dia
‘kan sudah berubah menjadi anak kecil lagi. Ahh, rasanya aku kembali ke masa
lalu, pengen ajak dia makan es krim lagi.
Melisha tersenyum melihat Andri, namun
Andri malah keheranan. “Oh, kakak? Kenapa tersenyum?”
“Hah? Ahh, kakak gak tersenyum, kok.”
Melisha kini beralih bertanya pada Ayah Andri. “Oh ya, Pak, kapan anak Bapak
akan keluar dari rumah sakit ini?”
“Hmm, setelah saya tadi ke dokter, Andri
akan keluar sebentar 2 jam lagi.”
“Oh, benarkah? Kalau begitu, boleh saya
ajak Andri pergi makan es krim? Yah, sekali sekali saya ajak traktir makan es
krim. Pasti Andri suka. Boleh ya, Pak?”
“Yah, boleh saja, Nak. Sekali sekali
membuat anakku senang.”
“Asik, makasih yah, Bapak!” Melisha
senang karena bisa mengajak Andri makan es krim lagi.
------------------------------------------
Melisha kembali lagi mengajak Andri
pergi makan es krim di kedai Baskin Robbins, tempat pertama kali mereka makan
es krim, sesaat sebelum kecelakaan tabrak lari. Andri memang sangat senang bila
melihat es krim. Apalagi jika melahapnya, pasti akan membuatnya tersenyum.
Jika
saja kau tersenyum sekarang, maka aku akan senang. Bisa membuatmu bahagia
bersama istrimu dan anakmu.
“Kakak, kenapa melamun?”
Melisha terkejut ketika Andri melihat
Melisha melamun. “Aduh, Andri, kakak tidak melamun kok. Cuman melihat es krim
yang enak di sini.”
“Ooh, Andri juga senang melihat es krim.
Pengen saya makan semuanya kalau begitu.”
“Widih, makan semuanya, ya? Kakak
gimana?”
“Sendok-nya aja dijilatin.”
“Ihh, Andri ini bisa aja deh.” Melisha
mengelus pelan kepala Andri, lalu kemudian duduk di meja nomor 24.
Melisha memesan Mango Ice Cream dan
Andri memesan Blueberry Ice Cream. Ketika pesanan sudah jadi, Melisha memakan
es krim dengan pelan, sementara Andri memakan lahap es krim tersebut. Melisha
tersenyum melihat Andri yang bersikap seperti biasanya, seperti anak kecil pada
umumnya.
-----------------------------------------------
Keesokan harinya, di hari Sabtu, Melisha
seperti biasa pergi bersekolah, dengan memakai jaket almamaternya. Melisha
duduk di barisan kedua, dan mengeluarkan buku paket Fisikanya. Ia sedikit
belajar-belajar tentang materi yang akan ia pelajari.
Selang tak berapa lama, kelas Melisha
kedatangan seorang guru honorer laki-laki yang sangat ganteng, lengkap dengan
memakai baju batik. Melisha juga terkejut dengan guru honorer itu.
Lho,
bukannya itu Andri? Kenapa dia ada di sini?
Melisha menebak bahwa guru honorer itu
adalah Andri di tahun 2042, karena wajahnya yang sangat mirip.
Guru itu pun memperkenalkan dirinya.
“Diam semuanya. Karena Bapak Dodi sekarang sedang cuti ke luar kota, maka Bapak
akan menggantikan Pak Dodi untuk mengajar pelajaran Fisika pada kali ini. Bapak
akan memperkenalkan diri. Nama Bapak adalah Dwi Maryono. Kalian bisa panggil
Bapak dengan Pak Dwi.”
Melisha kepikiran. “Pak Dwi? Bukannya
dia Andri? Kenapa wajahnya mirip sekali, ya?”
“Jadi, selama Bapak mengajar, tidak
boleh ada yang ribut ataupun melakukan sesuatu yang tidak baik. Dan, tetap
selalu mentaati tata tertib di sekolah ini. Mengerti?”
“Mengerti, Pak!!” Semua menjawab,
kecuali Melisha. Pak Dwi melihat Melisha hanya diam saja.
“Hei, kau. Kenapa bengong? Apa yang kau
pikirkan?”
“Hah? Ti--tidak, kok Pak. Saya tidak
memikirkan apa-apa.”
“Lalu kenapa tadi bengong? Pasti ada
yang kau pikirkan, bukan?”
“Tidak, kok Pak, sungguh.”
Pak Dwi kembali duduk setelah
memperkenalkan dirinya. “Baiklah, apa Pak Dodi memberikan PR buat kalian?”
“Iya, Pak!!”
“Bagus, sekarang kumpulkan PR kalian.”
PR Fisika yang terakhir dikerjakan,
ternyata Melisha kelupaan bukunya di rumah. Ia agak panik dan pasrah, dan lebih
memilih untuk diam di bangkunya.
Setelah semua murid di kelas 2-4
mengumpulkan PR mereka, akhirnya semua murid duduk dan Pak Dwi memeriksa
kelengkapan buku. Dan ada suatu kejanggalan. Ternyata dari 24 murid, ternyata
cuma 23 yang mengumpulkan buku. Pak Dwi curiga dan segera memeriksa absennya.
“Tunggu sebentar. Apakah ada di antara
kalian yang tidak mengumpulkan PR. Dari 24 murid, ternyata ada 1 yang tidak
kumpulkan PR. Yang merasa tidak mengumpulkan PR-nya, angkat tangan.”
Para murid pun gaduh dan bertanya-tanya
siapa yang tidak mengumpulkan PR. Melisha yang tetap diam, akhirnya mengeluh
dan mengangkat tangannya. Semua murid menoleh pada Melisha, dan Pak Dwi juga
melihat Melisha yang mengangkat tangan.
“Kau, yang namanya Melisha?”
“I--iya, Pak.”
“Melisha, kau naik ke depan.”
Melisha dengan tidak mengatakan apa-apa,
langsung naik ke depan dan Pak Dwi menghampiri Melisha yang berdiri di depan
kelas. Pak Dwi menatap Melisha dengan sinis.
“Kau, kenapa tidak mengumpulkan PR-mu?”
“Karena--- aku kelupaan. Buku PR-ku
lupa.”
“Oo, jadi kau lupa ya?”
Pak Dwi sejenak melihat penampilan
Melisha, dan akhirnya ia melihat kejanggalan lagi.
“Kau, tidak memakai sepatu hitam, dan
malahan memakai sepatu berwarna?”
Melisha melihat ke bawah dan sadar kalau
ia benar memakai sepatu berwarna. “Maafkan saya, Pak. Saya tidak tahu.”
Pak Dwi geram dan tak tahan lagi, lalu
segera mengeluarkan amarahnya. “Kau!! Telah melanggar aturan tata tertib
sekolah. Lebih baik, Bapak akan sita sepatumu, dan beritahu orang tuamu untuk
datang dan mengambil kembali sepatumu itu.”
Pak Dwi langsung memaksa membuka
sepasang sepatu Melisha, hingga membuat Melisha hanya memakai kaos kaki saja.
“Lebih baik pulang pakai kaos kaki saja.
Dan kau tetap berdiri karena tidak mengumpulkan PR-mu.”
Pak Dwi kembali duduk di meja sambil
membawa sepatu Melisha.
Ahh,
kenapa nasib malang harus terjadi padaku? Kenapa ya?
---------------------------------------
Saat pulang sekolah, pada jam 6 petang,
Melisha masih berdiri menunggu di depan gerbang sekolah. Ia menggaruk-garukan
kakinya karena ia tidak memakai sepatu. Sementara itu, Pak Dwi dengan memakai
tas punggung besarnya, juga berdiri menunggu di samping Melisha. Pak Dwi
melihat Melisha mengeluh tanpa mengenakan sepatu. Pak Dwi hanya bisa menggeleng-geleng
melihat Melisha yang berwajah murung.
“Kau belum pulang juga?”
Melisha terkejut ketika Pak Dwi berada
di sampingnya. “I--iya. Sedang menunggu seseorang. Untuk menjemputku pulang.
Karena ada acara juga sebentar malam. Terus, kenapa Bapak belum pulang?”
“Saya sedang menunggu istri saya, dan
tiga anak saya juga.”
“Hah? Tiga anak?” Melisha tiba-tiba
berteriak tidak karuan. Membuat Pak Dwi menjadi agak terkejut dan keheranan.
“Kau, kenapa sih?”
Melisha langsung kembali bersikap
seperti biasa. “Ehh, tidak kok, Pak. Cuman memikirkan Bapak, saya langsung
memikirkan seseorang.”
“Seseorang itu siapa sih?”
“Hmm, seseorang yang bisa dibilang
adalah selalu yang meminta bantuanku. Dan juga, dia yang membuatku senang,
walau dia sudah beristri.”
“Seseorang itu mungkin... Bapak?” ucap
Pak Dwi sambil menunjuk dirinya.
“Ahh, tidak kok, Pak. Bukan Bapak yang
dimaksud. Maksud saya itu, orangnya sangat berbeda dari Bapak. Masa saya harus
membandingkan orang itu dengan Bapak?”
Pak Dwi jadi mengerti maksud Melisha
itu.
“Baiklah, jika kau memang berniat ingin
minta sesuatu, bilang saja. Dan juga, Bapak akan mengembalikan sepatumu. Karena
Bapak kasihan melihatmu yang tidak memakai sepatu.”
Melisha langsung tersenyum melihat Pak
Dwi yang menjadi baik padanya.
“Makasih, Pak. Kenapa Bapak langsung
mengembalikan sepatu saya?”
“Karena, kau sudah memuji Bapak seperti
itu.”
“Aduh, Bapak ini. Sudah saya bilang,
saya tidak memuji Bapak kok.”
“Tapi sudah masuk di hati Bapak, hehe.”
“Ahh, Bapak ini.”
“Oh iya, apa kau mau ikut sama Bapak?”
“Kemana?”
“Makan malam, bersama keluarga.”
“Lho, kenapa tiba-tiba, Pak?”
“Tidak, itu cuma sebagai permohonan maaf
bagi Bapak, karena Bapak telah memarahimu tadi pagi.”
“Yah, kalau tidak keberatan sih, boleh
aja Pak. Saya mau ikut.”
“Bapak tidak akan keberatan. Dan Bapak
malahan senang ketika ada yang menerima tawaran Bapak.”
Melisha tersenyum mendengar pernyataan
dari Pak Dwi. “Woah, benarkah, Pak? Iya, saya juga senang bisa makan malam
dengan Bapak, karena Bapak juga memikirkan perasaan saya. Saya sangat senang.”
Pak Dwi mendesah ketawa, karena
pernyataan Melisha membuatnya lucu. “Iya, yang penting ‘kan kita sama-sama
senang.”
Melisha menatap Pak Dwi senang. Ia
melihat Pak Dwi mirip seperti Andri, namun berbeda dari Andri. Pak Dwi ternyata
lebih baik dari Andri. Walaupun sebenarnya Andri hanyalah seorang anak kecil, tapi
melihat Pak Dwi saja, membuatnya kembali mengingat Andri yang selalu meminta
bantuan pada dirinya. Ia menganggap Pak Dwi adalah guru dan juga teman terbaiknya.
Pak Dwi juga membalas senyuman Melisha, dan membuat mereka sama-sama tersenyum.
Meskipun
Pak Dwi terlihat seperti orang galak, tapi di dalam hatiku, dia terlihat
seperti orang yang baik. Dia bisa saja lucu, dia bisa saja serius, bahkan dia
bisa saja kembali bersifat seperti aslinya. Aku akan tetap menjadi teman buat
Pak Dwi. Andri, aku sudah menemukan penggantimu. Yang lebih baik darimu. Yaitu
Pak Dwi. Walaupun orang-orang melihatnya sebagai Pak Dwi, tapi, aku menganggap
Pak Dwi sebagai... Andri.
TAMAT
------------------------
Nantikan karya-karya MiniNoveling
berikutnya. Di bulan November atau Desember, akan ada cerbung baru lagi di blog
ini. Stay tune yah ^^